02 October 2020
Tak terasa waktu bergulir hingga memasuki trimester terakhir di tahun yang luar biasa ini. Sudah sampai mana perjalananmu di tahun 2020 ini? Pertanyaan itu yang sering saya tanyakan ke diri sendiri di pagi hari setelah bangun tidur. Ya, seperti yang kita semua rasakan, tahun ini luar biasa memberikan kita banyak pelajaran dalam hidup. Hidup kita yang sebelumnya terasa begitu berwarna, berjalan cepat dengan ritme dan keteraturan, rencana- rencana yang terwujud, namun ternyata tahun ini kita dipaksa injak rem dan rehat sejenak. Pandemi memaksa kita untuk merombak keseluruhan rutinitas dan planning kita.
Bagi sebagian besar bahkan hampir seluruh umat manusia, mungkin terpaksa mengalami perubahan total dalam kehidupan kesehariannya. Begitu juga dengan saya. Hari-hari yang biasa dihabiskan di luar rumah untuk bekerja di kantor ataupun berkegiatan di luar rumah, kini 90% saya habiskan di rumah saja. Si rumah yang dulunya lebih sering cuma sebagai tempat menginap di malam hari, kini mungkin mulai merasa bosan melihat si empunya setiap hari ngendon di rumah saja dan jarang meninggalkan rumah. Untuk seorang yang bukan 'anak rumahan' seperti saya, tentu hal ini memberi efek pada kesehatan psikologis dan jasmani saya.
Saya yang terbiasa bergerak aktif di luar rumah, ketika pandemi menyerang diharuskan stay home. Sebulan dua bulan awal pandemi saya masih bisa bertahan untuk tidak keluar rumah dan bepergian. Namun memasuki bulan ketiga, saya mulai gelisah dan stress akibat tubuh yang kekurangan aktivitas. Saya pun memulai hobi baru bercocok tanam, belajar menanam berbagai macam tanaman dalam pot. Juga menyibukkan diri dengan kegiatan masak memasak. Namun, apakah itu cukup?
Ternyata tidak. Saya sempat mengalami stress dan hampir depresi akibat di rumah saja. Di bulan ketiga pandemi, depresi itu membuat saya mengalami insomnia dan susah makan. Keinginan untuk bepergian keluar rumah meski hanya ke pinggir pantai menghirup aroma laut pun sudah tak terbendung lagi. Saya pun mulai break the rules dan pergi ke pantai. Sungguh hati ini merasakan ada sedikit beban yang terangkat ketika untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di atas pasir dan menghirup udara asin air laut setelah berminggu-minggu di rumah saja. Dan di titik itulah saya mulai tergugu, betapa rindunya saya pada alam dan kehidupan normal sebelum pandemi.
Memasuki bulan keempat pandemi, saya mulai berkegiatan di luar rumah. Jogging di pantai atau jalanan menjadi kegiatan hampir setiap hari. Saya juga mulai bikin usaha rumahan kecil-kecilan supaya ada yang dikerjakan ketika sedang tidak mengerjakan pekerjaan kantor. Ya, Puji Tuhan saya masih diberi kesempatan bekerja di kantor saya, meski work from home saja 2x seminggu. Memiliki pekerjaan dan penghasilan untuk bertahan hidup di masa krisis ini adalah sebuah anugerah yang terus saya syukuri. Di bulan keempat pandemi, saya mulai pelan-pelan sedikit bangkit dari rasa tidak nyaman akibat 'di rumah saja' itu. Saya juga sudah mulai berinteraksi langsung dengan teman-teman, tentu dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Memasuki bulan kelima pandemi, saya mendobrak semua ketakutan yang tercipta di kalangan sosial tentang penularan virus yang tengah viral itu. Saya tidak ingin membiarkan diri saya terkungkung ketakutan akan virus tersebut dan membiarkan diri saya untuk tetap di rumah saja mengikuti anjuran pakar kesehatan. Saya memutuskan untuk legowo, it is what it is, ada atau tidak ada virus saya akan kembali beraktivitas. Saya pun mulai aktif berolahraga baik indoor maupun outdoor, 4-6 hari seminggu saya rajin memompa diri saya sendiri di gym dan jogging path sepanjang pantai. Di saat sebagian besar orang lain masih menghindari gym karena dianggap sebagai salah satu tempat potensial penyebaran virus, saya justru rutin menyambangi nya 4x seminggu. Tentu saja banyak yang kontra dengan aktivitas saya tersebut. Banyak yang mempertanyakan dari segi keamanan nya, bahkan beberapa tak segan mengomeli saya. Well, jujur saya kalau ditanya takut atau tidak dengan covid, saya sebenarnya justru lebih takut jadi gila akibat depresi karena di rumah saja. Sebetulnya, berolahraga di gym pun jika dilakukan dengan benar dan tetap menjaga protokol keamanan, toh akan aman-aman saja juga. Kita yang tau apa yang terbaik buat diri kita kan? Dan saya tahu jika saya tetap di rumah saja dan takut kemana-mana, bisa dipastikan saya yang berjiwa aktif ini bisa stress dan mungkin gila! Hahaha...
Seiring berjalannya pandemi, hasrat mengeksplorasi alam mulai menggedor kembali. Sempat bepergian dengan teman-teman ke Kintamani untuk melihat sunrise menyembul dari balik gunung Batur, blusukan ke hutan dan sungai di Gianyar mencari tanaman, menikmati sunset di pantai, dan akhirnya kembali melaut untuk diving. Ya, saya sangat rindu laut dan isinya. Kerinduan selama berbulan-bulan yang tertahan hingga kadangkala menjadi air mata.
Akhirnya setelah 7 bulan tidak menyelam, dua minggu lalu saya berkesempatan kembali membasahi insang saya yang sudah mulai mengering ini. Sungguh sebuah hal istimewa yang telah lama saya tunggu-tunggu, karena sejak pandemi menyerang negeri ini, seluruh dive operator di Bali tutup dan kegiatan scuba diving sempat dilarang. Namun belakangan mulai ada satu dua dive operator yang mulai buka dan menawarkan dive trip. Saya pun bertolak ke Nusa Penida & Lembongan untuk berburu Mola-mola, ikan istimewa yang hanya mengunjungi perairan Bali di bulan-bulan Agustus & September.
Dan setelah bertahun-tahun pencarian Mola saya tidak membuahkan hasil, tahun ini saya diberi kesempatan berjumpa dengan si ikan fenomenal itu. Tak hanya satu ekor, tapi 5 sekaligus dalam satu hari penyelaman! Luar biasa...
Kini, memasuki bulan ke tujuh pandemi alias bulan ke tujuh saya banyak #dirumahaja, saya melihat masih ada banyak hal yang patut disyukuri di balik situasi ini. Terlepas dari begitu banyaknya rencana yang gagal, harapan yang kandas, cinta yang hilang, perekonomian yang macet, saya bersyukur diberi kesempatan belajar dari tahun 2020 ini.
Belajar untuk legowo, ikhlas, dan berserah diri pada Tuhan yang empunya alam semesta ini. Belajar untuk melihat segala sesuatu dari sisi positif, meski harus susah payah menelan sisi negatifnya. Belajar bersyukur lebih lagi, akan hal-hal kecil yang dimiliki. Belajar merelakan yang tidak dapat dipertahankan. Belajar hidup lebih sehat dengan gaya hidup yang lebih baik. Belajar memahami maksud dari setiap perkara yang saya alami.
Saya percaya, dibalik semua ketidaknyamanan yang kita alami di tahun 2020 ini, Tuhan punya maksud dan rencana. Yang pada akhirnya suatu saat nanti akan kita pahami dan mengerti, “oooh, jadi ini tho maksudnya.”
Tetap semangat dan optimis, kawan! Percaya bahwa tahun 2020 ini adalah tahun pembelajaran untuk kita semua. Di tahun ini kita diminta berproses untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. And trust God, that there’s a hope of a better future. You just need to be grateful. ;)
Cheers,
And stay healthy!
_Fransisca_
Sunset 02-10-2020