Thursday, March 26, 2020

Corona Pause Button

Seperti kita ketahui, saat ini bumi sedang mengalami sebuah krisis yang diakibatkan oleh pandemic virus COVID-19 atau yang lebih dikenal dengan nama Corona. Tiga bulan sudah penjuru dunia digegerkan oleh Corona yang mematikan ini. Penyebarannya yang sangat cepat membuat banyak negara mengambil keputusan lockdown atau menutup sementara negaranya hingga wabah mampu diatasi. Roda perputaran ekonomi dunia pun terganggu, di semua sektor bisnis.

Saya yang berkecimpung di dunia bisnis pariwisata pun sangat merasakan dampaknya. Tanpa kulonuwun atau aba-aba, badai krisis Corona seketika mengguncang stabilitas bisnis pariwisata. Ditutupnya banyak negara mengakibatkan dibatalkannya begitu banyak trip wisata di Indonesia. Praktis kami pun kehilangan rutinitas pekerjaan kami dengan tidak adanya wisatawan yang masuk ke Indonesia. Kami pun dengan berat hati bersedia mengikuti anjuran pemerintah untuk bekerja dari rumah. Jika pemerintah menyarankan Working from Home selama dua minggu, kantor pusat global perusahaan tempat saya bekerja mengharuskan karyawannya untuk di rumah selama empat minggu.

Situasi di Bali, tempat saya tinggal, sejauh ini masih kondusif. Meski sepi wisatawan, kehidupan lokal tetap berlangsung seperti biasa. Memang perekonomian terasa tersendat, namun kami masih positif bahwa Bali akan mampu bangkit dari krisis Corona ini, mengingat kami pernah mengalami krisis-krisis lain yang tak kalah menakutkannya. Sebut saja krisis bom Bali, erupsi Gunung Agung, atau gempa bumi. Kesemuanya memang berdampak buruk pada pariwisata, namun lambat laun denyut perekonomian akan kembali normal. Harapan yang sama pun kami gantungkan untuk krisis Corona yang saat ini tengah merasuki Indonesia.

Good thing is, di Bali tidak terjadi fenomena panic buying seperti yang terjadi di negara-negara lain. Tissue toilet pun masih banyak tersedia di pasaran, ya tentu saja karena orang Indonesia lebih akrab dengan air ketimbang tissue untuk urusan buang hajat! 😛 Saat ini yang langka di pasaran adalah sabun cuci tangan dan hand sanitizer. Masyarakat Bali pun masih tergolong disiplin dan nurut ketika dianjurkan untuk #DiRumahAja. Sementara di daerah lain, contohnya kota metropolitan, masih banyak warganya yang menganggap enteng virus Corona ini dengan masih santainya eksis di acara kumpul-kumpul massal.

Menyinggung mengenai trending hashtag #DiRumahAja yang belakangan marak muncul di sosial media warganet Indonesia, banyak daripada teman-teman yang akhirnya merasakan rasanya working from home alias kerja dari rumah. Termasuk saya tentunya! Berbagai komentar dan cerita saya dapatkan dari teman-teman yang sudah memulai karantina mandiri dan WFH #DiRumahAja satu minggu lebih awal dari saya. Ada yang mampu berdamai dengan rasa bosan, ada yang hampir gila karena bosan, ada yang lebih banyak main-mainnya ketimbang kerjanya, ada yang justru semakin produktif kerjanya, ya macam-macam lah yang mereka rasakan. Saya sendiri baru mengambil langkah karantina mandiri sejak Senin 23 Maret 2020, dua hari menjelang Hari Raya Nyepi.

Dua hari menjelang karantina, saya gunakan untuk mempersiapkan stok bertahan hidup selama dua minggu. Bahan makanan, groceries, lauk pauk, dan sayur mayur telah saya siapkan. Hari-hari pertama karantina saya berjalan dengan mulus. Rutinitas harian saya hanya seputar masak, makan, tidur, nonton serial drama, baca buku, dan sesekali cek email jika ada pekerjaan yang harus ditangani. Bosan? Belum… Hingga masuk ke hari ke-3 karantina yang jatuh pada Hari Raya Nyepi di Bali. Saya yang sudah beberapa tahun belakangan ini selalu kabur dari Bali ketika Nyepi, kurang update bahwa ternyata sekarang pemerintah menutup akses jaringan internet di hari Nyepi. Ulala… saya pikir hanya internet pada simcard saja yang akan diputus jaringannya, ternyata internet di WiFi rumah pun juga diputus. Wah, mau ngapain nih 24jam di rumah tanpa akses internet, TV, bahkan radio? Pikir saya. Hmmm… sempat kecewa juga ketika tahu seluruh jaringan internet tidak berfungsi, namun saya flashback ke masa-masa ketika saya masih aktif dengan kegiatan naik gunung. Kala itu, saya mampu hidup selama berhari-hari tanpa internet, jadi kenapa sekarang harus tidak bisa? Oke baiklah, saya pun akhirnya menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga, membaca buku, menulis blog, dan lain sebagainya. Mungkin ada baiknya juga saya yang sudah addicted dengan internet dan sosial media ini sekali waktu melakukan detox internet. Efek yang saya rasakan 24jam tanpa internet dan #DiRumahAja adalah pikiran jadi lebih relax, aktivitas mengerjakan pekerjaan rumah jadi lebih produktif, dan saya bisa konsen nulis blog lagi. 😊

Pernah tidak terpikirkan oleh kamu, masa-masa lockdown atau karantina ini sebetulnya merupakan kesempatan kita untuk melakukan hal-hal yang selama ini belum sempat kita lakukan? Untuk saya pribadi, dapat kesempatan satu bulan #DiRumahAja begini membuat saya makin semangat untuk mewujudkan hal-hal yang sempat terpending bertahun-tahun lamanya akibat kurangnya waktu yang saya miliki di rumah. Salah satunya ya menulis. Menulis blog atau bahkan sebuah buku, merupakan salah satu passion saya yang sulit saya wujudkan ketika saya sudah bekerja full time di kantor. Kini saatnya jemari saya kembali menari menuangkan kata-kata, merangkai cerita, untuk para pembaca setia blog Travelustory. Syukur-syukur kalau selama sebulan ini saya dihinggapi mood yang luar biasa bagus, sehingga mampu melanjutkan proyek nulis buku saya. Hmmm… kita lihat saja selama sebulan ke depan, apa saja yang bisa saya lakukan ya.

Menengok ke berbagai berita di seluruh dunia mengenai global lockdown dimana warga dianjurkan bahkan diwajibkan untuk tetap di rumah saja, saya melihat beberapa fenomena alam yang memberikan kehangatan di dalam hati saya. Di Italia, negara yang terdampak paling parah dalam wabah Corona ini, melaporkan bahwa tingkat kejernihan air di kanal-kanal kota Venice mengalami peningkatan yang cukup drastis. Jika biasanya air kanal tersebut berwarna hijau keruh, semenjak lockdown air kanal berangsur-angsur menjadi jernih dan berwarna hijau kebiruan dengan ikan-ikan yang mampu terlihat dari permukaan. Menurut warga lokal, hal ini merupakan yang pertama kalinya terjadi sepanjang masa. Tak hanya itu, ikan lumba-lumba pun terlihat berenang dengan bebas di sekitar perairan kota Venice. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya dikarenakan lalu lintas air kota Venice yang selalu sibuk dan tak pernah sepi.

Tak hanya di Italia, di berbagai belahan bumi pun dilaporkan bahwa tingkat karbon emisi dan polusi udara di bumi mengalami penurunan drastis, langit terlihat biru di beberapa kota dengan tingkat polusi terparah, angsa dan burung liar kembali berkeliaran dengan santai di sungai-sungai, dan berbagai fenomena alam lainnya. Keseimbangan alam mulai terlihat di sana-sini. Sungguh alam telah mengambil alih porsinya, yang selama ini telah dikuasai dengan serakah oleh manusia.

Mungkin banyak atau bahkan hampir semua dari kita menganggap wabah Corona ini sebagai momok bagi kelangsungan hidup kita. Dengan macetnya perputaran roda ekonomi, kita pun menjadi khawatir akan nasib kita selanjutnya dalam masa krisis ini, begitu juga dengan saya. Namun setelah menjalani karantina mandiri #DiRumahAja, ditambah dengan Nyepi tanpa akses internet dan berbagai media, saya merenungkan maksud di balik terjadinya wabah ini.

Kita manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling berakal dan berkemampuan, tanpa kita sadari telah mengeksploitasi bumi secara masif. Keserakahan manusia dalam berinovasi, membangun, dan mengembangkan hidup, berujung pada terkikisnya alam dan sumber daya di muka bumi. Planet kita tak lagi hijau, selaput atmosphere pun menipis, dua kutub penyeimbang suhu bumi pun mulai mencair. Tak perlu pura-pura menutup mata, itulah yang tengah terjadi pada bumi kita. Eh, tunggu dulu! Sebelum kamu memutuskan untuk berhenti membaca tulisan ini karena bosan dengan trending topic nya Greta Thunberg mengenai climate change, saya cuma mau bilang kalau tulisan ini nggak akan membahas soal itu koq. Hehehe…

Ada hal-hal positif yang dibawa oleh Corona. Merebaknya wabah ini mengharuskan kita untuk tinggal di rumah, dengan kata lain menjadikan kita kembali dekat dengan keluarga. Jika kamu selama ini sibuk berkarier, menghabiskan sebagian besar waktumu untuk bekerja, hingga sangat sulit berkumpul dengan keluarga, maka kini saatnya kamu bisa kembali dekat dengan keluarga di rumah. Jika kamu selama ini mempercayakan anak-anakmu belajar di sekolah lalu lanjut les kumon atau aktivitas extra kurikuler, kini saatnya kamu menjadi guru sekaligus teman bagi anak-anakmu. Jika kamu selama ini terlalu sibuk berkegiatan di luar rumah hingga tak punya waktu untuk mengurus rumah, maka kini saatnya kamu mengerjakan pekerjaan rumah seperti bersih-bersih, berkebun, memasak, dll. Jika selama ini kamu cukup cuek habis pegang uang langsung ngupil, kini kamu jadi lebih sering cuci tangan dan menjaga kebersihan. Jika selama ini ruang udara dipenuhi asap knalpot dan emisi industri, kini saatnya pepohonan mengambil alih karbon dan menghembuskan oksigen ke penjuru bumi. Jika selama ini planet bumi tersakiti oleh mobilitas kita yang terlalu tinggi, kini di masa global lockdown ini biarlah bumi bernafas kembali. Alam butuh istirahat dari campur tangan manusia. Hendaknya kita tidak lupa, bahwa kekuatan terbesar di muka bumi ini bukanlah di tangan kita, melainkan di tangan alam semesta, dengan Tuhan lah sebagai pemegang kontrolnya. Dan kini, tombol ‘pause’ sedang diaktifkan melalui wabah Corona ini untuk menyeimbangkan kondisi bumi. Dengan harapan, ketika krisis ini berlalu kita mampu hidup dengan tatanan baru yang lebih baik.

Tetap semangat kawan! Krisis ini akan segera berlalu. Tetaplah berkarya meski #DiRumahAja. Harapan saya, setelah kita keluar dari masa karantina ini, banyak ide-ide segar dan kreatif yang tercipta. Dan semoga nantinya, setelah semua kembali normal, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Jadikan Corona ini sebagai pembelajaran untuk membenahi ketidakteraturan hidup kita. Agar kedepannya, bersama kita bisa saling menjaga tak hanya diri sendiri, namun juga sesama manusia dan terlebih lagi, Planet Bumi itu sendiri.
Semoga kita semua tetap sehat, dan jangan lupa cuci tangan!

Social distancing & wash your hands!


Salam,
Fransisca

No comments:

Post a Comment

Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post