Seperti kita ketahui, saat ini bumi sedang mengalami sebuah
krisis yang diakibatkan oleh pandemic virus COVID-19 atau yang lebih dikenal
dengan nama Corona. Tiga bulan sudah penjuru dunia digegerkan oleh Corona yang
mematikan ini. Penyebarannya yang sangat cepat membuat banyak negara mengambil
keputusan lockdown atau menutup sementara negaranya hingga wabah mampu diatasi.
Roda perputaran ekonomi dunia pun terganggu, di semua sektor bisnis.
Saya yang berkecimpung di dunia bisnis pariwisata pun sangat
merasakan dampaknya. Tanpa kulonuwun atau aba-aba, badai krisis Corona seketika
mengguncang stabilitas bisnis pariwisata. Ditutupnya banyak negara
mengakibatkan dibatalkannya begitu banyak trip wisata di Indonesia. Praktis
kami pun kehilangan rutinitas pekerjaan kami dengan tidak adanya wisatawan yang
masuk ke Indonesia. Kami pun dengan berat hati bersedia mengikuti anjuran
pemerintah untuk bekerja dari rumah. Jika pemerintah menyarankan Working
from Home selama dua minggu, kantor pusat global perusahaan tempat saya
bekerja mengharuskan karyawannya untuk di rumah selama empat minggu.
Situasi di Bali, tempat saya tinggal, sejauh ini masih
kondusif. Meski sepi wisatawan, kehidupan lokal tetap berlangsung seperti
biasa. Memang perekonomian terasa tersendat, namun kami masih positif bahwa
Bali akan mampu bangkit dari krisis Corona ini, mengingat kami pernah mengalami
krisis-krisis lain yang tak kalah menakutkannya. Sebut saja krisis bom Bali,
erupsi Gunung Agung, atau gempa bumi. Kesemuanya memang berdampak buruk pada
pariwisata, namun lambat laun denyut perekonomian akan kembali normal. Harapan
yang sama pun kami gantungkan untuk krisis Corona yang saat ini tengah merasuki
Indonesia.
Good thing is, di Bali tidak terjadi fenomena panic
buying seperti yang terjadi di negara-negara lain. Tissue toilet pun masih
banyak tersedia di pasaran, ya tentu saja karena orang Indonesia lebih akrab
dengan air ketimbang tissue untuk urusan buang hajat! 😛 Saat ini yang langka
di pasaran adalah sabun cuci tangan dan hand sanitizer. Masyarakat Bali pun
masih tergolong disiplin dan nurut ketika dianjurkan untuk #DiRumahAja.
Sementara di daerah lain, contohnya kota metropolitan, masih banyak warganya
yang menganggap enteng virus Corona ini dengan masih santainya eksis di acara
kumpul-kumpul massal.
Menyinggung mengenai trending hashtag #DiRumahAja yang
belakangan marak muncul di sosial media warganet Indonesia, banyak daripada
teman-teman yang akhirnya merasakan rasanya working from home alias
kerja dari rumah. Termasuk saya tentunya! Berbagai komentar dan cerita saya
dapatkan dari teman-teman yang sudah memulai karantina mandiri dan WFH
#DiRumahAja satu minggu lebih awal dari saya. Ada yang mampu berdamai dengan
rasa bosan, ada yang hampir gila karena bosan, ada yang lebih banyak
main-mainnya ketimbang kerjanya, ada yang justru semakin produktif kerjanya, ya
macam-macam lah yang mereka rasakan. Saya sendiri baru mengambil langkah
karantina mandiri sejak Senin 23 Maret 2020, dua hari menjelang Hari Raya
Nyepi.
Dua hari menjelang karantina, saya gunakan untuk
mempersiapkan stok bertahan hidup selama dua minggu. Bahan makanan, groceries,
lauk pauk, dan sayur mayur telah saya siapkan. Hari-hari pertama karantina saya
berjalan dengan mulus. Rutinitas harian saya hanya seputar masak, makan, tidur,
nonton serial drama, baca buku, dan sesekali cek email jika ada
pekerjaan yang harus ditangani. Bosan? Belum… Hingga masuk ke hari ke-3
karantina yang jatuh pada Hari Raya Nyepi di Bali. Saya yang sudah beberapa
tahun belakangan ini selalu kabur dari Bali ketika Nyepi, kurang update bahwa
ternyata sekarang pemerintah menutup akses jaringan internet di hari Nyepi.
Ulala… saya pikir hanya internet pada simcard saja yang akan diputus jaringannya,
ternyata internet di WiFi rumah pun juga diputus. Wah, mau ngapain nih 24jam di
rumah tanpa akses internet, TV, bahkan radio? Pikir saya. Hmmm… sempat kecewa
juga ketika tahu seluruh jaringan internet tidak berfungsi, namun saya flashback
ke masa-masa ketika saya masih aktif dengan kegiatan naik gunung. Kala itu,
saya mampu hidup selama berhari-hari tanpa internet, jadi kenapa sekarang harus
tidak bisa? Oke baiklah, saya pun akhirnya menyibukkan diri dengan pekerjaan
rumah tangga, membaca buku, menulis blog, dan lain sebagainya. Mungkin ada baiknya juga saya yang
sudah addicted dengan internet dan sosial media ini sekali waktu melakukan
detox internet. Efek yang saya rasakan 24jam tanpa internet dan #DiRumahAja
adalah pikiran jadi lebih relax, aktivitas mengerjakan pekerjaan rumah jadi
lebih produktif, dan saya bisa konsen nulis blog lagi. 😊
Pernah tidak terpikirkan oleh kamu, masa-masa lockdown
atau karantina ini sebetulnya merupakan kesempatan kita untuk melakukan hal-hal
yang selama ini belum sempat kita lakukan? Untuk saya pribadi, dapat kesempatan
satu bulan #DiRumahAja begini membuat saya makin semangat untuk mewujudkan
hal-hal yang sempat terpending bertahun-tahun lamanya akibat kurangnya waktu
yang saya miliki di rumah. Salah satunya ya menulis. Menulis blog atau bahkan
sebuah buku, merupakan salah satu passion saya yang sulit saya wujudkan ketika
saya sudah bekerja full time di kantor. Kini saatnya jemari saya kembali menari
menuangkan kata-kata, merangkai cerita, untuk para pembaca setia blog Travelustory.
Syukur-syukur kalau selama sebulan ini saya dihinggapi mood yang luar biasa
bagus, sehingga mampu melanjutkan proyek nulis buku saya. Hmmm… kita lihat saja
selama sebulan ke depan, apa saja yang bisa saya lakukan ya.
Menengok ke berbagai berita di seluruh dunia mengenai global
lockdown dimana warga dianjurkan bahkan diwajibkan untuk tetap di rumah
saja, saya melihat beberapa fenomena alam yang memberikan kehangatan di dalam
hati saya. Di Italia, negara yang terdampak paling parah dalam wabah Corona
ini, melaporkan bahwa tingkat kejernihan air di kanal-kanal kota Venice
mengalami peningkatan yang cukup drastis. Jika biasanya air kanal tersebut
berwarna hijau keruh, semenjak lockdown air kanal berangsur-angsur
menjadi jernih dan berwarna hijau kebiruan dengan ikan-ikan yang mampu terlihat
dari permukaan. Menurut warga lokal, hal ini merupakan yang pertama kalinya
terjadi sepanjang masa. Tak hanya itu, ikan lumba-lumba pun terlihat berenang
dengan bebas di sekitar perairan kota Venice. Hal yang tidak pernah terjadi
sebelumnya dikarenakan lalu lintas air kota Venice yang selalu sibuk dan tak
pernah sepi.
Tak hanya di Italia, di berbagai belahan bumi pun dilaporkan
bahwa tingkat karbon emisi dan polusi udara di bumi mengalami penurunan
drastis, langit terlihat biru di beberapa kota dengan tingkat polusi terparah,
angsa dan burung liar kembali berkeliaran dengan santai di sungai-sungai, dan
berbagai fenomena alam lainnya. Keseimbangan alam mulai terlihat di sana-sini. Sungguh
alam telah mengambil alih porsinya, yang selama ini telah dikuasai dengan
serakah oleh manusia.
Mungkin banyak atau bahkan hampir semua dari kita menganggap
wabah Corona ini sebagai momok bagi kelangsungan hidup kita. Dengan macetnya
perputaran roda ekonomi, kita pun menjadi khawatir akan nasib kita selanjutnya
dalam masa krisis ini, begitu juga dengan saya. Namun setelah menjalani
karantina mandiri #DiRumahAja, ditambah dengan Nyepi tanpa akses internet dan
berbagai media, saya merenungkan maksud di balik terjadinya wabah ini.
Kita manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling
berakal dan berkemampuan, tanpa kita sadari telah mengeksploitasi bumi secara
masif. Keserakahan manusia dalam berinovasi, membangun, dan mengembangkan
hidup, berujung pada terkikisnya alam dan sumber daya di muka bumi. Planet kita
tak lagi hijau, selaput atmosphere pun menipis, dua kutub penyeimbang suhu bumi
pun mulai mencair. Tak perlu pura-pura menutup mata, itulah yang tengah terjadi
pada bumi kita. Eh, tunggu dulu! Sebelum kamu memutuskan untuk berhenti membaca
tulisan ini karena bosan dengan trending topic nya Greta Thunberg
mengenai climate change, saya cuma mau bilang kalau tulisan ini nggak
akan membahas soal itu koq. Hehehe…
Ada hal-hal positif yang dibawa oleh Corona. Merebaknya
wabah ini mengharuskan kita untuk tinggal di rumah, dengan kata lain menjadikan
kita kembali dekat dengan keluarga. Jika kamu selama ini sibuk berkarier,
menghabiskan sebagian besar waktumu untuk bekerja, hingga sangat sulit berkumpul
dengan keluarga, maka kini saatnya kamu bisa kembali dekat dengan keluarga di
rumah. Jika kamu selama ini mempercayakan anak-anakmu belajar di sekolah lalu
lanjut les kumon atau aktivitas extra kurikuler, kini saatnya kamu menjadi guru
sekaligus teman bagi anak-anakmu. Jika kamu selama ini terlalu sibuk
berkegiatan di luar rumah hingga tak punya waktu untuk mengurus rumah, maka
kini saatnya kamu mengerjakan pekerjaan rumah seperti bersih-bersih, berkebun,
memasak, dll. Jika selama ini kamu cukup cuek habis pegang uang langsung
ngupil, kini kamu jadi lebih sering cuci tangan dan menjaga kebersihan. Jika
selama ini ruang udara dipenuhi asap knalpot dan emisi industri, kini saatnya
pepohonan mengambil alih karbon dan menghembuskan oksigen ke penjuru bumi. Jika
selama ini planet bumi tersakiti oleh mobilitas kita yang terlalu tinggi, kini
di masa global lockdown ini biarlah bumi bernafas kembali. Alam butuh
istirahat dari campur tangan manusia. Hendaknya kita tidak lupa, bahwa kekuatan
terbesar di muka bumi ini bukanlah di tangan kita, melainkan di tangan alam
semesta, dengan Tuhan lah sebagai pemegang kontrolnya. Dan kini, tombol ‘pause’
sedang diaktifkan melalui wabah Corona ini untuk menyeimbangkan kondisi bumi.
Dengan harapan, ketika krisis ini berlalu kita mampu hidup dengan tatanan baru
yang lebih baik.
Tetap semangat kawan! Krisis ini akan segera berlalu. Tetaplah
berkarya meski #DiRumahAja. Harapan saya, setelah kita keluar dari masa
karantina ini, banyak ide-ide segar dan kreatif yang tercipta. Dan semoga
nantinya, setelah semua kembali normal, kita dapat menjadi pribadi yang lebih
baik dari sebelumnya. Jadikan Corona ini sebagai pembelajaran untuk membenahi
ketidakteraturan hidup kita. Agar kedepannya, bersama kita bisa saling menjaga
tak hanya diri sendiri, namun juga sesama manusia dan terlebih lagi, Planet
Bumi itu sendiri.
Semoga kita semua tetap sehat, dan jangan lupa cuci tangan!
 |
Social distancing & wash your hands! |
Salam,
Fransisca