"Petualangan Hari Keempat"
Jam 5 pagi, terbengong-bengong kami turun dari bus, celingukan kanan
kiri mencoba mencari tahu dimana kami sebenarnya saat ini berada. Para sopir taxi langsung ngerubutin, menawarkan jasa
taxinya. Rupanya, pulasnya tidur didalam sleeper bus malam itu, membuat kami
bertiga kelabasan sampai di tujuan akhir bus, yaitu di pul bus Phuong Trang di
daerah Le Hong Phong - District 5 HCM
City. Harusnya kami turun di De Tham street – District 1, tapi rupanya kami
nggak bangun saat bus menurunkan penumpang tadi disana. Yasudah deh, akhirnya
kami numpang bersih-bersih di toilet kantor Phuong Trang yang besar itu. Toiletnya
cukup bersih, lumayan bisa buat cuci muka-gosok gigi-ganti baju (catet: hari
itu kami nggak mandi). Ini dia seninya backpacking, siap nggak mandi selama 2
hari. Hahaa… Selesai bersih-bersih, kami naik taxi ke De Tham street di kawasan Pham Ngu Lao.
Pakai taxi resmi Phuong Trang, dengan argo normal, VND 40.000 saja. Sampai di
Pham Ngu Lao, bingung mau ngapain secara masih subuh. Akhirnya kami nongkrong
didepan MyMy Arthouse yang pintunya masih tertutup, hostel tempat kami menginap
sebelumnya. Rencananya sih kami mau nitipin ransel kami disana, sementara kami
keliling HCM sampai sore nanti. Dan ternyata pemilik hostelnya baiiiiik banget,
kami diperbolehkan nitip tas di lobby GRATIS! (catet: gratis lhooo, padahal
biasanya kan
ada additional fee untuk left luggage gitu) Kami benar-benar beruntung!
Bingung mau ngapain pagi-pagi begitu, kami gambling saja menyusuri
alleys menuju Bui Vien street.
Jalanan yang selalu ramai padat di malam hari dengan go-go bars nya itu
terlihat sangat lengang di pagi hari. Hanya beberapa kios nasi dan warung kopi
yang sudah buka, dengan beberapa pembeli yang asyik nongkrong sarapan di
dingklik plastik kecil warna warni. Kami masuk ke salah satu kios nasi dengan
menu andalan tetap Com Tam Binh Dan serta Bahn Mie. Kami pesan seporsi Com Tam
dan seporsi Lam Chong, dimakan bertiga. Iseng-iseng aku berniat mau cari
colokan listrik buat ngecharge hape, eh tau-tau aku dipelototin dan diomelin
pakai bahasa dewa oleh nenek yang jaga kios itu. Karena aku nggak ngerti sama
sekali dia ngomong apa, aku dengan polosnya cuma bilang mau nyolok sebentar,
dan dengan cueknya masukin chargeran hape ke colokan listrik yang ada disitu.
Dan disitulah terjadi adegan ‘miskon yang ke-4’ kalinya. Rupanya si nenek ini
ngomel saat tahu aku mau numpang nyolok listrik, dan dia pun memberi tahu semua
orang yang datang ke kios dia, ngomel-ngomel pakai bahasa dewa sambil
nunjuk-nunjuk kearah kami bertiga. Dan salah satu pengunjung yang bisa bahasa
Inggris patah-patah memberi tahu kami bahwa si nenek menganggap kami kurang
sopan karena seenaknya pakai listrik tanpa permisi. Nah lhoo… salah deh numpang
nyolok disini! Karena si nenek terus-terusan ngomel dan melototin kami, aku pun
nyerah dan mencabut charger hape ku, meski indikator baterai masih merah dan
menjerit minta disupplay aliran listrik! Cari aman saja deh, daripada dicincang
ama nenek dan dijadiin Lam Chong. Haha…. Makan pun jadi nggak selera akibat
kejadian itu.
Selesai makan ati di kios nenek (eh? Makan ati? Haha) kami kembali
menyusuri Bui Vien yang sepi. Mampir deh di warung kopi, pesan es susu segar
dan es kopi susu, yang kali ini nggak perlu aku praktekkan ‘susu’nya karena
selain yang jualan adalah mas-mas, dia juga udah ngerti bahasa Inggris. Hehe…
amaaannn…. Trus nyobain jajanan yang lewat, nggak tau ini namanya apa, tapi
bentuknya pisang rebus dipotong kecil-kecil, dicampur kolang-kaling rebus,
disiram vla santan dan wijen. Rasanya? Enak buat sarapan dengan ditemani
segelas kopi Vietnam
itu!
 |
sarapan pagi |
Matahari sudah lumayan terang, kami lanjut berjalan kaki ke arah Nguyen Thi Minh Kai street,
dengan tujuan War
Remnant Museum
yang buka mulai jam 8 pagi. Di halaman depan museum ini, dipajang berbagai
kendaraan tempur dari jaman perang Vietnam dulu. Tank, pesawat tempur,
dan helikopter berjajar rapi dan terawatt bersih. Masuk kedalam museum perang
ini, di lantai 1 kita akan disambut dengan jejeran foto yang bercerita mengenai
revolusi Vietnam.
Naik ke lantai 2, ada galeri yang menceritakan kekejaman perang antara
Amerika-Vietnam, lengkap dengan benda-benda sisa perang. Bagi yang nggak kuat
lihat, mungkin akan mual memandang sebagian besar foto yang memaparkan korban
peperangan, dari yang masih berbentuk hingga yang hanya berupa potongan kepala
yang ditenteng tentara Amerika. Ough! Lanjut di lantai 3, ada gallery yang
memaparkan mengenai korban perang yang menderita cacat fisik akibat terkena
serangan senjata kimia. Membaca sejarah dan melihat betapa kejamnya perang itu
merusak alam-ekosistem-serta manusia itu sendiri, membuatku merinding dan
bersyukur aku hidup di abad 20 dan tidak perlu merasakan dijajah ataupun
perang.
 |
@ War Remnant Museum |
 |
jejeran Tank berbaris rapi di halaman museum |
 |
salah satu contoh foto yang menggambarkan kejamnya peperangan :( |
Selesai kilas balik sejarah di museum perang, kami menuju Cho Ben
Thanh dengan melalui jalan memutar ke arah Taman kota - Notre Dame – Opera House
– Le Loi Avenue. Kenapa memilih jalan memutar yang lebih jauh? Karena kami
masih penasaran dengan pertanyaan yang dari kemarin-kemarin belum bisa
terjawab: “Dimana sih bisa menemukan supermarket di HCM ini?” karena selama
kami disini, belum pernah kami lihat ada supermarket semacam Giant atau
Carefour gitu. Penasaran aja dimana warganya belanja bulanan. Hehe… Otak para
wanita emang isengnya seputaran belanja aja ya!
Pas sampai Cong Xa Pari
Square (taman kota didekat Notre Dame), kami istirahat
sebentar duduk-duduk di kursi taman dengan naungan pepohonan rindang.
Seandainya Jakarta punya taman-taman begini, pasti seru menghabiskan sore
sepulang kantor sambil makan bakso bareng teman! Nah di taman inilah terjadi
‘adegan miskom ke-5’ saat seorang tukang es krim lewat dan menawarkan
dagangannya. Aku memesan 1 cone es krim, tapi dibikinkan 3. padahal aku sudah
dengan nada tinggi bilang “ONE! Only ONE, no more!” (macam lagu Adele saja –
One and Only. Hehe) Tapi tetep aja si abang es krim nya cuek bebek bikin 3
cone. Dasar Ondos! Hiiih, tambah bikin emosi saat dia keukeuh minta bayaran
atas 3 cone itu sebesar VND 60.000. Adu ngotot lah antara bahasa dewa vs bahasa
Inggris. Enak aja nembak harga es krim semahal itu, lagian siapa yang pesan 3
cone coba? Akhirnya tawar menawar setengah marah pun terjadi, sampai cone es
krim nya bolak-balik berpindah tangan dari abang itu ke tangan kami trus ke
abang nya lagi. Hayaaah… nih abang tetep ngotot suruh kami bayar. Akhirnya aku
kasih selembar VND 20.000 dan aku ambil 2 cone es krim itu (setengah maksa sih
ngambilnya! LOL) Bukan bermaksud kejam atau perhitungan, cuma aku sudah sering
dengar warning bahwa di taman ini banyak terjadi kasus scam atau penipuan pada
turis. Makanya lebih baik sedikit galak daripada dipalak.
 |
@ City Hall |
Lanjut keliling District 1 demi menemukan sebuah supermarket, kami
malah nggak sengaja ketemu sama landmark nya HCM City, yaitu City Hall dengan
patung Paman Ho yang sedang memangku anak kecil itu. Landmark inilah yang
sering muncul saat kita googling tentang HCM. Foto-foto lah kami disana,
dibawah sengatan matahari yang ampun-ampunan panasnya hari itu. Lanjut lagi,
gan! Kembali menyusuri Le Loi
Avenue, kami lagi-lagi nggak sengaja ketemu Café
Trung Nguyen. Waaah… ini dia tujuan utama ke Vietnam, apalagi kalau bukan beli
kopi Trung Nguyen yang famous itu. Pilih-pilih berbagai macam kopi, tak terasa
setelah di kasir, angka di monitor menunjukkan hampir SATU JUTA VND! Omaigat,
ini sama artinya dengan setengah juta rupiah kami habiskan buat kopi. Hahaha….
Belanja terbanyak nih sepertinya. Tapi nggak apa-apa, karena memang sudah
diniatin mau beli Trung Nguyen di Vietnam. Dan sukseslah kopi-kopi itu memenuhi
1 travel bag full, yang akhirnya kami titipkan di café itu, sementara kami
pergi ke Cho Ben Thanh.
 |
Trung Nguyen Coffee |
|
|
 |
Patung didepan Ben Thanh |
 |
Cho Ben Thanh |
Dengan sisa Dong didompet, sudah pasti nggak bisa belanja
macem-macem lagi nih di Ben Thanh, hanya cukup untuk makan siang dan ongkos ke
airport nanti sore. Kami menuju bagian belakang pasar, disana terdapat banyak
kios makanan. Kami pesan seporsi nasi goreng dan spring roll, dimakan bertiga.
Jadi backpacker yang nggak kuat iman belanja, harus siap makan seadanya dan
ngirit. Haha…. Sepulang dari Ben Thanh, kami bergantian menggotong tas besar isi
kopi yang lumayan berat itu menuju hostel tempat kami titip barang. Sampai di
hostel, istirahat sebentar sambil ngobrol sama pemilik hostel. Tak lupa kami
meninggalkan kenang-kenangan berupa uang kertas Rp.2000 yang kami tulis-tulisi
nama kami, kemudian memasukkannya kedalam kaca di meja tamu, bersama ratusan kartu
nama-foto-dan uang kertas peninggalan para tamu yang menginap disana. Rupanya
ini sebagai memorable media, tempat para tamu meninggalkan kesan pesan selama
menginap disana. Cukup unik!
 |
daftar menu makanan dengan bahasa dewa :p |
 |
nasi goreng seafood, lumayan enak! |
 |
spring rolls |
 |
rasanya nendang! |
Setelah berpamitan dan berterimakasih pada pemilik hostel yang baik
hati itu, kami kembali berjuang jalan kaki dengan menggendong ransel dan
menyeret tas isi kopi, menuju terminal bus didepan Ben Thanh. Jalan kaki di HCM
harus punya mata ayam, alias kanan kiri harus diperhatikan. Salah-salah
nyebrang jalan bisa ditabrak sepeda motor yang jumlahnya bagai lebah dijalanan.
Jalan kaki tanpa bawaan saja sudah repot saat nyebrang, apalagi dengan bawaan
segambreng begini! Dari Pham Ngu Lao ke Ben Thanh, kami harus jalan kaki sejauh
kurang lebih 1km, dengan 6 kali menyeberang jalan termasuk 1 kali menyeberang
di ‘simpang setan’. Kenapa kami sebut simpang setan? Karena persimpangan ini
adalah muara dari 7 jalan, dengan kondisi jalan yang ampun-ampunan semrawutnya
oleh sepeda motor. Pilihannya hanya ada dua: takut-takut nyebrang atau pasang
badan dengan taruhan nyawa! Haha, bukan mau lebay tapi memang beneran bikin
migrain ini simpang setan. Akhirnya kami bertekad, pasang badan (pasang tas
dipunggung) menyeberang dengan gagah berani melintasi simpang setan ini. Thanks
God, motor-motor itu pandai bermanuver dan ngerem pakem, berusaha menghindari 3
cewek nekat yang nggak takut mati ini. Sayang batere kamera sudah sekarat,
sehingga tak sempat mengabadikan keganasan dari Simpang Setan ini. (-.-“)
 |
peninggalan kami di meja tamu @ Mymy Arthouse :) |
Kami naik bus nomor 152, jurusan Tan Son Naht Airport,
dengan tarif VND 3000 saja (lebih murah dari Kopaja!). Kami sampai di airport
satu jam sebelum boarding. Dan percaya nggak, berapa sisa Dong yang ada di
dompetku saat itu? Hanya VND 2000 alias cuma seribu perak! *LOL* Total aku
hanya menghabiskan $130 saja untuk survive 4 hari di 2 kota di Vietnam Selatan ini. Dan yang selalu
bikin kangen dari Vietnam
adalah: Es Kopi Susu + Com Tam Binh Dan nya! So, see you Ho Chi Minh city, I’ll be back someday! Cam
Eeennn…. (*Cam En: terima kasih)
 |
dan kami pun kelelahan :-Q |
Sip ulasannya... :)
ReplyDelete