Thursday, April 9, 2020

Cerita Lelarian


Bicara tentang kesehatan, tentunya tak lepas dari olahraga. Sebagian besar dari kita tentunya punya olahraga favorit masing-masing. Mungkin sebagian dari kita ada yang suka olahraga indoor seperti Gym atau Yoga, mungkin juga ada yang lebih suka olahraga outdoor, atau ada juga yang suka olahraga rahang saja alias hobi makan. Haha… apapun itu, gaya hidup sehat telah menjadi tren hidup masa kini di segala lapisan masyarakat. Untuk yang mempunyai dedikasi tinggi pada kesehatan tubuh, biasanya diimbangi dengan asupan makanan bergizi. Untuk yang cuek seperti saya, bebas makan apa saja asal masih tetap diimbangi dengan olahraga.

Cerita tentang olahraga favorit, saya sebelumnya tidak punya kesukaan pada salah satu jenis olahraga manapun juga. Bukan berarti saya tidak suka olahraga, saya hanya tidak terlalu memfavoritkan salah satunya. Semasa SD saya suka main Kasti, well itu tergolong olahraga juga kan. Sebut saja softball ala kampung, jika kamu tidak familiar dengan nama Kasti. Lalu SMP saya melahap segala jenis sport pada mata pelajaran olahraga. Ketika SMA serius menekuni olahraga beladiri Tae Kwon Do, tapi hanya sebatas pengisi extra kurikuler saja, bukan hobi jangka panjang. Lalu kuliah dan beranjak dewasa saya mulai belajar berenang, itupun otodidak tanpa di bawah pengarahan pengajar profesional. Saya mulai serius les renang ketika sudah menginjak usia 25 tahun. Itupun karena saya bercita-cita menekuni olahraga ekstrim menyelam. Hahaha… Better late than nothing, ya kan.

Selama 25 tahun saya bernapas, belum pernah sekalipun saya punya inisiatif untuk jogging. Jujur saya tidak pernah suka ketika disuruh berlari dengan kecepatan konstan dalam waktu yang lama. Dulu ketika masih aktif di Tae Kwon Do, pemanasan sebelum latihan adalah berlari beberapa putaran keliling Dojang (tempat latihan), dan itu pun saya selalu yang paling siput di antara yang lainnya. Saya nggak suka ngos-ngosan megap-megap kehabisan napas, itu intinya.

Rutinitas sehat
Namun ketika saya tinggal di Belanda, saya terinspirasi oleh orangtua angkat saya Mr & Mrs M, yang notabene adalah joggers sejati. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk jogging 2-3x seminggu dalam cuaca apapun. Panas, hujan, bahkan salju, hajaaarrr…! Jogging apparels mereka pun tidak main-main, lengkap dan mumpuni menyesuaikan cuaca. Bahkan jika mereka berlari di malam hari, mereka selalu membawa lampu kecil yang bisa berkedip-kedip di tempelkan di topi atau lengan mereka. Agar supaya tidak dilanggar pengendara sepeda di pinggir jalan. Maklum pesepeda di Belanda kadang ugal-ugalannya suka nggak masuk akal!

Kala itu di akhir musim semi, ketika cuaca mulai menghangat, saya mencoba jalan sehat di sepanjang jalur jogging Mr & Mrs M. Melalui jalur sepeda yang dinaungi pepohonan di sepanjang kanal di Hillegersberg, saya pun akhirnya paham kenapa banyak orang bisa betah jogging di kota ini. Ketika cuaca mulai sumringah memasuki musim panas, saya memutuskan untuk mencoba jogging. Saya yang tidak mempunyai sepatu olahraga yang layak saat itu, nekat memakai sepatu Converse yang tidak didesain untuk berlari. Setelah berlari sekitar 3KM, kaki saya mulai merasakan blister. Perih-perih sedap memang, namun saya terus berlari mengikuti rute tram menuju pusat kota Rotterdam. Sesampainya di area Noordsingel, saya hanya bisa terpana dan tersenyum lebar bahagia. Bagaimana tidak, rute jogging di Noordsingel itu cantik sekali. Kanal memanjang yang dihiasi beberapa jembatan, pepohonan rindang, rumput terpangkas rapi, bebek angsa yang bermalas-malasan, dan yang paling saya suka adalah deretan pohon sakura yang berbunga. Oh My God!! Kenapa nggak dari dulu saja sih saya jogging ke sini?

Jogging track di Noordsingel

Jogging track di sepanjang danau Bergse Voorplas

Berlari tanpa apparels yang tepat
Setelah melewati rute jogging yang indah itu, rupanya kaki saya merengek minta lepas sepatu. Dan ya, memang saya salah memaksakan diri berlari dengan sepatu Converse. Tumit saya pun lecet memerah dan pedih. Saya pun menyerah dan memutuskan pulang ke rumah dengan naik tram. Sesampai di rumah, ibu angkat saya bertanya kaki saya kenapa. Setelah mendengar cerita saya, beliau dengan baiknya meminjamkan sepatu joggingnya, meski sedikit sempit di kaki saya. Dan di situlah saya kenal sepatu merk Asics. Saya penasaran, seasik apa sih sepatu lari ini. Beberapa hari kemudian saya mencoba berlari dengan sepatu tersebut dan voila… ternyata empuk sekali! Hmmm, suatu hari nanti saya juga kepingin beli ah sepatu Asics begini, pikir saya. Biar rutinitas jogging makin asik! πŸ˜Š

Akhir musim panas ketika saya sedang cinta-cintanya dengan rute jogging sekitar rumah di Rotterdam, saya harus meninggalkan Belanda dan pindah ke Copenhagen, Denmark. Sesampai di negara baru, yang ternyata jauh lebih dingin dari Belanda, saya tidak pernah lagi jogging. Pertama, karena cuaca Scandinavia yang lebih parah dingin dan unpredictable nya ketimbang Belanda. Kedua, karena saya tidak punya jogging apparels yang memadai. Ketiga, karena rute jogging di Copenhagen tidak sedatar di Rotterdam. Ya, Copenhagen punya lumayan banyak tanjakan dan turunan nya. Dan memang saya anaknya rempong, baru mau jogging asalkan begini dan begitu. Haha… Alhasil saya hanya bersepeda saja selama di Copenhagen, dengan jarak yang lumayan membakar kalori setiap harinya. Well, itu juga kan olahraga, hehe… Terbukti selama hampir dua tahun tinggal di Denmark, saya mampu mempertahankan perut rata saya tanpa gelambir lemak yang berlebihan. Kalau sekarang? Hmmm… jangan ditanya. Anaconda dua ekor akan muncul tiap kali saya duduk! Hahaha…

Jogging track Sanur saat sunset time
Setelah saya pindah ke Bali dan mulai ngantor di area Sanur, saya menemukan rute jogging asik di sepanjang pantai Sanur. Selain itu, ada juga rute jogging di lapangan Bajra Sandhi dekat rumah, yang meskipun monoton tapi lumayan lah sebagai alternatif jika tidak sempat ke pantai. Saya pun mulai rutinitas jogging saya dengan jarak pendek untuk pemula. Masih ingat sekali rasanya awal-awal jogging saya cukup kepayahan di 1-2KM awal. Kala itu kocek hanya mampu membeli sepatu lari kelas bawah, Diadora, yang akhirnya menemani hari-hari lari saya dari yang standar 5K sampai yang terjauh 10K. Setelah hampir setahun lelarian ala-ala seminggu sekali, saya akhirnya tertarik ikut event lomba Trail Running. Saya yang biasanya cuma lari di trek jogging, menjadi sangat penasaran dengan keseruan trail run yang konon katanya lebih asik karena rutenya nggak monoton. Bermodal sepatu trail run New Balance (yang sebetulnya saya beli untuk aktivitas naik gunung), saya pun mengikuti event lelarian Trail Run yang diselenggarakan di Desa Taro, Gianyar. Tanjakan, turunan, sawah, pedesaan, jalanan berlumpur, setapak, hingga deretan kandang babi pun saya lalui di rute lari  sejauh 13K tersebut. 

Ada yang lucu di hari itu, dimana di tengah trek lari di kawasan pedesaan, saya muntah-muntah di pinggir jalan. Tim medis sempat tergopoh-gopoh datang untuk memberikan pertolongan pertama ketika melihat saya muntah. Mereka mengira saya mengalami kelelahan atau sakit. Namun faktanya saya muntah-muntah karena baru saja melewati deretan kandang babi yang baunya ampun-ampunan. Saya pun cengar-cengir bilang yang sebenarnya, dan mereka pun tertawa karena memang betul bau kandang babinya sangat menyengat hingga tercium dari jalur trek lari. Perjuangan 13K naik turun medan yang variatif ditambah tragedi kandang babi hari itu akhirnya tidak sia-sia. Itulah pertama kalinya saya mendapatkan medali dalam hidup saya! Yeaayyy... πŸ˜‚

Run Race pertama saya
Berawal dari medali pertama tersebut, saya akhirnya semakin rajin berlari dan terpacu untuk ikut event lomba lari demi mengoleksi medali. Tidak sering sih, hanya 1-2x setahun saya ikut lomba, itupun dengan jarak kisaran 10K saja. Sepatu lari pun mengalami perkembangan ke beberapa brand lain, untuk merasakan perbandingan kualitas dari masing-masing brand. Hingga akhirnya setelah menekuni olahraga jogging selama 4 tahun, saya mampu membeli sepatu lari idaman Asics, yang menurut saya tidak murah itu. Dan sekaligus menjadi sepatu olahraga termahal yang pernah saya beli. :D Puas rasanya akhirnya bisa mewujudkan mimpi punya Asics setelah sekian tahun berselang sejak pertama kalinya mencoba. haha… Next? Saya ingin mencoba sepatu lari Hoka One One, yang menurut para pelari pro mempunyai kenyamanan yang sangat oke terutama untuk lari jarak jauh seperti marathon. Baiklah, saatnya menabung kembali! 😊


Yang bikin lari makin asik
Ngomongin tentang kompetisi, ada begitu banyak event lomba lari di Bali, namun satu yang bikin saya penasaran adalah event Maybank Bali Marathon. Begitu terkenalnya event lari internasional ini, sampai saya selalu saja kehabisan slot tiap tahunnya. Akhirnya saya mendapatkan slot Half Marathon di 2019, itupun setelah terlebih dahulu menjadi nasabah Maybank (demiiii bisa dapat slot ya…). Saya dan teman saya, Mba Siska (iya, namanya kebetulan sama tanpa rekayasa! πŸ˜…) pun bermantab jiwa ikut event lari yang kami idam-idamkan tersebut. Namun di malam sebelum event, Mba Siska mengalami musibah tersiram air panas kakinya. Alhasil dia tidak bisa ikut lari keesokan harinya. Lalu bagaimana? Sayang sekali donk slot larinya mubazir satu. Hmmm… untungnya saya punya teman baik hati yang mau ditodong menggantikan salah satu dari kami. Setelah berunding sejenak, akhirnya diputuskan bahwa saya akan menggantikan Mba Siska untuk berlari di 10K, dan Duwi akan menggantikan saya di 21K Half Marathon, tanpa persiapan! Pingsan pingsan dah tuh! 😝 (maap ya Duwi, kamu dikorbankan hahaha).


Pada hari H event, kami sudah bersiap di garis start sejak pukul 4 dini hari. Ya, kebanyakan event run race memang selalu mengambil start subuh agar acara dapat dirampungkan sebelum tengah hari. Maklum Indonesia kan negara tropis yang terletak di garis equator, yang mana jam 11 siang saja matahari sudah luar biasa terik. Terlebih di Bali yang matahari nya ada 3 seperti di Planet Namek! 😁
Hari itu, ada sekitar 11.000 peserta yang ambil bagian dalam event lari ternama tersebut. Ya, sebelas ribu manusia! Tidak main-main bukan? Rasanya hari itu saya sedang berlari di pasar senggol, mau ngebut nabrak, giliran santai ditabrak. Hahaha...

Sepanjang trek, saya beberapa kali berpapasan dengan kenalan sesama solo runners. Banyak juga pelari yang mewakili organisasi atau komunitas tertentu. Ada yang memakai baju jersey kelompok atau komunitasnya masing-masing, sembari meneriakkan yel-yel masing-masing. Ada yang berlari sambil menyerukan "I RUN FOR CANCER!!", ada yang "I RUN FOR POLIO!!", dan lain sebagainya. Saya pun tak mau kalah ikut-ikutan berseru "I RUN FOR AIR PANAAASSSS!!" πŸ€£ Sontak beberapa pelari yang ada di sekitaran saya menoleh heran dan tertawa. Mungkin bertanya-tanya 'Mbaknya kurang oksigen atau butuh Aqua kali ya?' Hahaha...

"I Run For Air Panas!!"
1km dari garis finish, Mba Siska mengabari saya bahwa dia sudah siap menunggu di garis finish. Bukan main semangat wanita satu ini, sudah tersiram air panas masih saja nekat datang ke event hanya untuk memberi semangat dan menyambut teman-teman nya di garis finish! Tiba di garis finish, Mba Siska dengan kaki berperban nya telah melambai-lambaikan tangan menyambut saya. Senang juga ya rasanya ada yang menyambut di garis finish! Maklum, ini merupakan yang pertama kalinya buat saya hehe... Dan, medali saya hari itu khusus saya hadiahkan ke Mba Siska yang semangat berlarinya mampu menaklukkan luka air panasnya untuk tetap datang ke race arena meski hanya untuk menonton saja. πŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌ

Pandemi Corona yang saat ini tengah menghantam dunia global pun berdampak pada beberapa run race event di seluruh dunia. Event Tokyo Marathon dengan 30.000 peserta tak luput kena imbasnya. Tak perlu jauh-jauh, event olahraga Bali Triathlon yang seyogyanya diadakan di Bali awal April kemarin pun dibatalkan dan dijadwalkan ulang pada Juni. Slot lari yang sudah saya daftarkan akhirnya dengan terpaksa saya refund, karena Juni saya sudah mendaftar untuk event lari yang lain yaitu Bali Trail Run. Saya pun dengan berat hati harus memilih salah satunya.

Di tengah masa karantina yang sudah masuk di minggu ke-3 ini, saya yang tidak lagi bisa jogging sore-sore di pantai ataupun di lapangan, harus rela hanya jalan pagi bolak-balik sepanjang gang depan rumah sambil berjemur di pagi hari. Yang penting badan tetap bergerak meskipun lockdown di rumah. Toh berjalan di gang depan rumah juga nggak berpapasan dengan orang lain, jadi aman saja untuk mondar-mandir. Selain itu juga jika sedang tidak malas, workout di rumah bisa jadi pilihan alternatif untuk bergerak. Kalau kamu, apa rutinitas olahragamu selama karantina?
Apapun jenis olahraga pilihanmu, tetap jaga kesehatan ya di tengah pandemi ini. Semoga semua tetap sehat dan semoga teror Corona segera berakhir. Amin... πŸ™πŸΌ


Salam,
Fransisca


Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post