Nama kota
Giethoorn sudah lama saya dengar, disebut-sebut sebagai Venice-nya Belanda
karena keunikan tata kotanya yang cantik berkanal-kanal. Namun saya baru
berkesempatan mengunjungi nya pada musim panas tahun ini. Melalui ajakan
seorang teman yang merupakan salah satu member Amsterdam Street Photographer
Community, saya pun ikut serta dalam program day trip ke Giethoorn. Awalnya
sempat ragu, karena saya yang notabene hanya pejalan modal pas-pasan (tampang
pun pas-pasan pula) ini kan tidak punya kamera canggih seperti kawan-kawan
anggota komunitas tersebut. Jangankan kamera DSLR yang berlensa sekian
centimeter panjangnya, kamera pocket pun saya tak punya lantaran satu-satunya
kamera Canon Powershoot saya telah RIP diterjang kedahsyatan angin Belanda
(T_T). Belakangan ini saya hanya traveling bermodalkan kamera handphone. Dan
lumayan minder juga sih membayangkan nantinya akan pergi bersama sekumpulan
orang-orang penggemar fotografi yang tampak keren sekali dengan kamera-kamera
hitam tergantung di leher itu. Tapi hasrat traveling saya sepertinya mampu
menelan rasa minder maupun inferior, maka dengan pede saya pun menyatakan ikut
bergabung dalam acara itu. Dan kemungkinan akan menjadi satu-satunya peserta
tanpa berkalung kamera melainkan menggendong backpack gendut isi laptop &
ayam goreng bekal makan siang!
![]() |
Giethoorn City |
Hari Sabtu
pagi itu, saya bersemangat berangkat melalui jalur timur menuju Zwolle,
kemudian menyambung bus menuju Giethoorn. Letak Giethoorn sendiri ada di dekat Steenwijk,
sebelah utara kota Zwolle, provinsi Overijssel – Netherlands. Namun karena keteledoran kecil yaitu salah naik
shuttle bus antar station, jadilah saya ketinggalan bus no.70 ke Giethoorn. Dan
sialnya, bus itu hanya ada tiap 1 jam sekali saja. Maka saya pun terlambat
sampai di meeting point dimana anggota rombongan telah berkumpul satu jam yang
lalu. Para peserta day trip rupanya telah berangkat duluan menyusuri kanal.
Tapi tak mengapa, toh solo traveling bukan merupakan hal baru bagi saya. Saya
pun membeli sebuah tiket kanal tour seharga €6 untuk menyusuri desa kecil Venice
van Holland dengan menggunakan motor boat umum bersama belasan wisatawan lain plus
ditemani seorang guide.
Menyusuri
kanal-kanal cantik dengan rumah-rumah tua khas Belanda di kanan kiri nya membuat
saya terlena. Memang paling pas mengunjungi tempat ini saat summer, dimana
rerumputan dan pepohonan telah rimbun menghijau, serta bunga-bunga cantik menjuntai
anggun dari teras rumah dan jembatan. Suasana hari itu ramai oleh sampan dan
boat yang hilir mudik di setiap jalur kanal. Mulai dari canoe, sampan
tradisional, hingga motor boat seliweran di sepanjang kanal Giethoorn. Sang
guide sekaligus supir boat dengan gamblang menceritakan sejarah dan detail
setiap sudut tempat yang kami lewati. Ternyata warga Giethoorn tidak bisa
dengan seenaknya membangun rumah dengan model macam-macam disini. Berdasarkan
ketetapan dinas tata kota, rumah-rumah yang dibangun di Giethoorn haruslah
berciri tradisional, dan dibangun dengan dua material yaitu batu bata untuk
rumah bagian depannya (brick house) dan kayu di bagian belakangnya (wooden
house). Dan warna rumah pun tidak jauh dari nuansa hijau tua, coklat gelap, atau
putih. Katanya, itu sudah menjadi standard ketetapan membangun rumah di daerah
ini guna mempertahankan citra Giethoorn itu sendiri.
Ada lagi
yang unik dari rumah-rumah di Giethoorn ini. Di beberapa rumah, khususnya yang
sudah berusia sangat tua, masih ditemukan sebuah pintu depan berwarna hijau tua
yang dibuat lebih tinggi sekitar 30cm dari permukaan tanah. Saya pikir tadinya,
apakah penghuni rumahnya harus selalu lompat setiap kali mau keluar rumah? Apa tidak
kesusahan juga nanti saat mau masuk ke rumah? Namun perkiraan saya tersebut
salah, hehe… Sang guide menjelaskan bahwa pintu utama yang merupakan pintu
ruang tamu tersebut hanya digunakan dalam 2 moment penting saja. Yaitu saat
salah seorang anak gadis penghuni rumah telah menikah, dan secara harfiah
diartikan akan pergi selamanya mengikuti suaminya, maka dia harus keluar rumah
melalui pintu itu setelah upacara pernikahan. Moment yang kedua adalah jika
salah seorang anggota keluarga penghuni rumah itu ada yang meninggal, yang
artinya akan meninggalkan rumah itu selamanya, maka peti matinya akan dibawa
keluar melalui pintu itu juga. Jadi fungsi pintu itu sendiri adalah simbolisasi
gerbang menuju kehidupan baru, dan pintu perpisahan bagi para penghuni rumah.
Apa lagi yang unik dari Giethoorn? Tentu saja kanal-kanal
nya. Perlu diketahui, seluruh warga Giethoorn tidak bisa memarkir mobil mereka
di garasi rumah. Yaiyalah, kan di seluruh penjuru hanya ada kanal, jalan
setapak, dan fietspad (jalur sepeda). Jadi bagi mereka yang memiliki kendaraan
bermotor, dapat memarkir kendaraan mereka di lapangan parkir khusus yang
disediakan di luar desa. Kemudian mereka bisa melanjutkan perjalanan ke rumah
dengan jalan kaki atau naik sepeda. Sedikit ribet ya? Tapi ya itulah Giethoorn, a city without any roads.
Bahkan segala aktifitas per-transportasi-an di Giethoorn semuanya dilakukan
dengan perahu. Seperti arak-arakan pengantin, perarakan jenazah menuju
pemakaman, karnaval, sampai truk sampah pun berupa perahu boat, juga pemadam
kebakaran pun berupa boat. Mungkin juga karena keunikan inilah kota
Giethoorn menjadi special dan diminati para wisatawan. Harga rumah di kawasan
ini pun tidak murah. Menurut guide, rumah paviliun kecil saja (rumah tipe 21) dibanderol
dengan €280.000 alias 3 Milyar 640 Juta Rupiah. Uhuk!! Tersedak saya
mendengarnya.
![]() |
The Church |
![]() |
Rumah unik bak di negeri dongeng :) |
Selesai menyusuri desa kecil berkanal, saya melanjutkan
eksplorasi dengan jalan kaki. Menikmati setiap sudut hijau dan asri sepanjang
kanal, hingga menemukan beberapa spot unik dan klasik. Namun saya tak bisa
berlama-lama disana, karena harus mengejar bus terakhir yang akan lewat jam 6
sore. Bisa bahaya kalau saya ketinggalan bus, masa iya harus pecah celengan
untuk bayar taksi? Akhirnya setelah berpuas diri memanjakan mata dengan
pemandangan kanal klasik dan rumah-rumah unik bak negeri dongeng, saya pun melangkah
menuju halte bus Dominee T O Hylkemaweg. Dan sepanjang perjalanan pulang, saya
pun menuliskan cerita ini di dalam kereta NS-Intercity yang membawa saya ke
Rotterdam.
![]() |
Kereeerrrnnnnnnn
ReplyDeleteThx Ulaaayyyy :D
Deletemantap.
ReplyDelete..
thank you :)
DeleteAnrjritttt ... keren banget. kayak nya damai sekali bisa nongkrong2 disana :)
ReplyDeleteembeerrrr... damai dan bikin ngantuk nongkrong di pinggir kanal ini, duduk di bangku dibawah naungan pepohonan hijau, dengan memandang sampan2 yang seliweran.... dijamin pules! :p hehehe
Deletebtw, thx dh mampir :D
Two thumbs up! buat perjuangan Mba dan buat Kota Giethoorn yang cantik. What a peaceful place..... ^^
ReplyDeleteTerima Kasiiiihhh mba Yanti :)
DeleteOuhh awesome traveling and awesome village ^_^ when am can go there...(T.T)
ReplyDeleteThank you :)
Deletejust dream, believe, and make it happen! ;) You can do it!
Luar biasa cakep!
ReplyDeletethx Om Haryadi :)
DeleteWow, you have a great photo perspective!
ReplyDeleteI hope you could teach me.
Please visit my blog. http://travelshroom.blogspot.com
I hope we could be friends :D
Thank you :)
Deletesure we can befriend
Ingin bgt kesini :)
ReplyDeleteyo wujudkan mimpi :)
DeleteFoto dari hp aja udah keren begini.... saluut mbak sama semangatmu...
ReplyDeleteNggk semua orang punya kesmpatan kyak mbk.kreeen...
ReplyDelete