"Petualangan Hari Kedua"
Pagi hari, aku
segera packing untuk check out nanti sore sepulang dari Cu Chi. Karena sesuai
rencana, malam ini kami akan ke Dalat. Pemilik hostel yang bernama Hahn Tu itu
sangat baik dan ramah, walaupun tiap kali menyebut namanya aku selalu menahan
tawa. Hihihi… Kami diperbolehkan late check out pada jam 5 sore dengan
menambahkan fee sebesar VND 210.000 untuk hitungan sewa setengah hari.
 |
Hostel tempat kami menginap |
Jam 8 pagi, kami
sudah duduk manis di lobby hostel bersama dengan beberapa bule yang rupanya
juga sedang menunggu jemputan tour seperti kami. Ada
yang tujuannya ke Cu Chi, ada pula yang ke Mekong Delta
River. Tak lama datanglah
guide yang akan mengantar kami. Dengan sebuah bus, kami pun menuju Cu Chi
dengan jarak tempuh sekitar 1 jam. Sepanjang jalan, si guide bercerita mengenai
sejarah Ho Chi Minh City.
Menurut si guide, Vietnam
terkenal sebagai negara motor. Disana, hampir setiap orang memiliki sebuah
motor.
Lama-lama
ngantuk juga dengerin guide itu bercerita. Aku mengalihkan perhatianku ke sisi
jalan sepanjang perjalanan. Aku perhatikan, pengendara motor disana tidak ada
yang memakai helm full face ber-SNI lho! Hehehe…. Beda banget sama di Jakarta, yang helmnya
canggih-canggih dengan merk KYT, INK, BMC, MDS, bahkan mungkin ada juga yang
bermerk UUD! *LOL* Di Vietnam ini semua pengendara motor memakai ‘helm cetok’,
yang kalo di Jakarta pasti sudah ditangkep polisi kali ya! Selain berhelm cetok
warna-warni (bahkan yang lagi trend disana saat ini helm motif Angry Bird J)
mereka juga selalu memakai masker hidung, warna-warni juga. Jenis motornya
kebanyakan motor bebek dan matic. Belum pernah lihat ada yang pakai Ninja RR,
Tiger, atau Harley Davidson disana.
 |
Helm Cetok semuaaa.... :D |
Akhirnya
sampailah kami di wilayah Cu Chi. Kami mampir (baca: dimampirkan) ke pusat
kerajinan kulit telur, yang notabene adalah kerajinan khas HCM. Tujuan mampir
kesana sih katanya untuk break sejenak dan sekalian ke toilet jika ada yang mau
pipis. Tapi sebenarnya tujuan utamanya adalah menarik wisatawan untuk melihat
dan membeli souvenir khas HCM tersebut. Oiya, di showroom ini, juga
diperlihatkan proses pembuatan kerajinan kulit telur, dan ajaibnya, semua
pekerja disini adalah (maaf) orang-orang yang cacat akibat perang Vietnam di masa
lampau. Miris melihat para pekerja berkursi roda itu, dengan kondisi fisik yang
tidak utuh lagi, namun punya ketekunan tinggi dalam menghasilkan sebuah karya
seni yang sangat indah. Hmmm… cara yang ampuh untuk bikin bule-bule itu
tersentuh hatinya dan akhirnya memborong souvenir. Tapi kalau bagi aku yang
backpacker kere ini, tetep nggak ngefek!
 |
Hasil kerajinan kulit telur |
Sampai di Chu
Chi Tunnel, didekat pintu masuk ada semacam lobby yang isinya koleksi senjata
api peninggalan perang Vietnam, mulai dari yang paling kecil hingga yang paling
besar. Kemudian di halaman samping, ada dua pohon nangka yang luar biasa banyak
buahnya. Bagi aku yang sudah sering lihat pohon nangka di kampung sih ya nggak
heran lagi. Tapi bagi bule-bule pirang itu, pohon nangka berbuah banyak itu
benar-benar sebuah fenomena alam! Foto-foto lah akhirnya mereka. Mmm…. Aku juga
sih! Hehe…. Gak mau kalah narsis dooonk….
 |
Si Nangka yang fenomenal :p |
 |
Masuk ke lubang sekecil ini :D |
Pertama-tama
kami diajak menyusuri hutan bambu menuju sebuah pendopo berisi jejeran kursi
dan layar lebar. Kami menonton film dokumenter singkat yang bercerita tentang
sejarah perang Vietnam
dan asal muasal terowongan Cu Chi dibuat. Setelah itu kami diajak menyusuri
jalur terowongan dengan diameter tidak sampai 1 meter. Panjang terowongan itu
hanya sekitar 20-50m, dengan penerangan lampu temaram didalamnya. Kami sudah
diperingatkan sebelumnya, jika memiliki penyakit claustrophobia (rasa takut
pada ruang sempit) sebaiknya jangan mencoba ikut trek ini. Karena terowongan
ini sangat sempit dan pengap. Kami hanya bisa berjalan jongkok sepanjang trek. Saya yang awalnya santai-santai saja jalan jongkok separuh perjalanan, mulai
merasa kehabisan oksigen dan panik!! Wow…. Jadi begini ya rasanya takut dalam
ruang sempit? Sumpah beneran nggak nyaman deh, secara harus jalan dengan
jongkok gitu didalam terowongan sempit pengap, plus nggak ada pemandangan lain
didepan selain pantat teman, dan nengok kebelakang pun mata ini bersiborok
dengan wajah hitam seorang wisatawan India! Alamaaak…. Panik lah aku
minta keluar terowongan segera.
 |
Didalam Cu Chi Tunnel |
Selain mencoba
berjalan (baca: berjongkok!) ddlm Cu Chi Tunnel, kami diajak melihat berbagai
jenis jebakan dan senjata perang Vietnam. Ih, ngeri deh membayangkan
sudah berapa banyak tubuh manusia yang menancap secara tidak manusiawi di
jebakan-jebakan maut itu! *tutup mata* Selesai berkeliling di hutan bambu itu,
kami break sebentar di area Shooting
Range atau area untuk
menjajal kemampuan menembak jarak jauh. Jadi bagi yang berminat menjajal nembak
pakai senjata laras panjang beneran, boleh deh cobain games ini dengan biaya
VND60.000 untuk 5 peluru tembak. Di area Shootiing Range
ini, pengunjung bisa istirahat sejenak sambil jajan jagung rebus dan sosis
goreng. Ada juga toko souvenir yang
menjual cenderamata khas Cu Chi. Menurutku sih range harga souvenir disini agak
mahal dibanding diluaran. Jadi mending beli di luar Cu Chi aja deh kalau mau
beli oleh-oleh.
 |
Lebar terowongan yg asli hanya selebar telapak kaki |
 |
Berbagai macam BOMB! |
 |
Salah satu contoh jebakan maut *sereemmm* |
 |
Ciyeee... ada yg dapet gebetan bule Swiss neh! :)) |
 |
Com Tam Binh Dan & Pho |
Tour hari itu selesai jam 2 siang, kami serombongan
kembali diantar ke Distric 1 HCM City. Oiya, setengah hari di Cu Chi ini, kami
bertiga mendapat teman baru dari Swiss, namanya Fabrice (kalo gak salah).
Sebenarnya sih, Angel yang ketiban rejeki dideketin sama si bule cute ini.
Hehe.... Sesampai di District 1, kami berpisah dengan si bule Swiss itu.
Kami kembali menuju Pham Ngu Lao untuk makan siang (telat) dan check out. Kami
melewati sebuah gang dengan banyak restoran pinggir jalan yang baunya menggoda
hidung dan lidah. Mampirlah kami di sebuah resto dan memesan makan siang
pertama kami di Vietnam
hari itu. Kepala sudah keliyengan akibat menahan lapar sampai jam 3 sore. Kali
itu kami pesan Pho Ayam dan Sapi, serta Com Tam Binh Dan (lagi). Pho adalah
salah satu menu khas Vietnam,
mie beras berbentuk pipih ini mirip kwetiaw kuah, dengan campuran tauge dan
daging. Aku sih nggak suka Pho, karna menurutku rasanya aneh seperti Walang
Sangit, akibat campuran sejenis daun entah apa namanya yang dimasukkan kedalam
kuahnya. Range harga di resto ini lumayan, lumayan nggak murah untuk kantong
backpacker maksudnya. Tapi rasa Com Tam nya tetep ajiiiib…. Entah bumbunya atau
dagingnya ya yang bikin enak! (^,^)
 |
Jalan kaki di District 1 itu nyaman lhoo... |
Selesai makan,
kami kembali ke hostel, mandi, dan check out. Kami diperbolehkan meninggalkan
ransel kami di ruang tamu hostel, bersama dengan tumpukan carrier segede-gede
bagong milik para bule lainnya. Hahn Tu berbaik hati memberikan kami selembar
fotocopyan peta jalanan District 1 yang akan kami jelajahi sore itu. Berbekal
selembar peta, kami mulai berjalan menuju Nguyen Thi Minh Kai street, dengan
tujuan Reunification Palace dan Notre Dame Cathedral. Berhubung sudah jam 5
sore, kami tidak bisa masuk ke Reunification
Palace (buka jam 07:00 –
16:00). Gedung ini dulunya merupakan istana kepresidenan saat HCM masih bernama
Saigon. Bagi pecinta sejarah, wajib datang ke
gedung yang isinya sarat akan sejarah Vietnam ini. Tiket masuknya seharga
VND 15.000. Namun sore itu kami beruntung diperbolehkan masuk ke halaman
depannya untuk foto-foto tanpa dipungut biaya, walau hanya sekitar 15 menitan,
lumayan lah buat jeprat-jepret narsis! Hihihi…
 |
Reunification Palace |
 |
Taman di depan Reunification Palace |
 |
Notre Dame Cathedral |
Diseberang Reunification Palace
ini ada sebuah taman/park yang luas dan teduh banget dengan pepohonan, hamparan
rumput, kursi-kursi taman, dan beberapa spot petak berbunga. Sore itu banyak
terlihat pasangan muda-mudi dan gerombolan anak muda yang nongkrong di taman.
Kami berjalan kaki disepanjang taman ini menuju Saigon Notre Dame Cathedral yang
berjarak sekitar setengah kilo dari Reunification
Palace. Gereja yang
dibangun sekitar abad ke-18 ini tampak begitu mencolok diantara gedung-gedung
disekitarnya. Mencolok karena arsitekturnya yang klasik dan warna bata merahnya
yang hangat, menarik mata siapa saja yang lewat disana. Gereja tua ini masih
berfungsi sampai sekarang. Pada saat aku kesana, sedang ada misa yang
berlangsung sehingga aku tidak bisa masuk dan melihat arsitektur didalam gereja
ini. Namun duduk-duduk menghabiskan sore hari di taman depan gereja sambil
foto-foto pun tak kalah asyik. Bagian depan gereja ini dihiasi dengan taman
kecil berbunga kuning, dengan patung Bunda Maria berdiri anggun ditengah taman.
Salah satu spot foto wajib di HCM adalah didepan Notre Dame tua ini lho….
 |
Saigon Central Post Office |
 |
Deretan loket pos |
Mata ini beredar
ke sekeliling Notre Dame dan menangkap sebuah bangunan klasik lainnya disebelah
kanan gereja. Ya, Saigon Central Post Office berwarna pink salem itu berdiri kokoh dengan jam dinding
besar diatas pintu masuknya. Jam 6 kurang 10 menit! Berarti hanya tersisa waktu
10 menit untuk berkunjung kesana sebelum kantor pos tua nan klasik ini tertutup
bagi pengunjung. Cepat-cepat kami memasuki Central Post Office dan menelusuri
sepintas bagian dalamnya. Bagian dalam gedung ini sangat berbau Eropa klasik,
dengan langit-langit tinggi. Ditengah- tengah ruangan, tergantung lukisan foto
Paman Ho Chi Minh berukuran besar. Kantor pos ini masih berfungsi hingga saat
ini. Dengan jejeran loket pengeposan, yang ketika aku melongok kedalamnya,
masih terlihat tumpukan amplop berperangko yang siap dikirim. Hmmm…. Rasanya
terakhir kali aku mengeposkan surat
melalui kantor pos adalah saat aku kelas 2 SMP, itupun dalam rangka tugas
praktek korespondensi Bahasa Indonesia. Haha…. Memang yang namanya teknologi kini dapat mengalahkan metode
konvensional ya!
 |
Gedung pertunjukan Opera House |
 |
Le Loi Boulevard |
Selesai
foto-foto di Saigon Central Post Office, kami melanjutkan langkah menuju Dong Khoi street.
Sebenarnya tujuan utama adalah mencari kedai es krim di daerah Pasteur, tapi
malah tanpa sengaja melewati Opera House yang terang benderang dan bergaya
Perancis nan mewah. Spot foto paling oke adalah dari seberang Opera House itu
sendiri. Di sebuah taman cantik dengan deretan bunga Poinsettia merah, kita
bisa foto-foto sambil bersantai sore disekitar air mancur.
Lanjut menyusuri
trotoar Pasteur, kami belum juga menemukan café kopi maupun kedai es krim. Akhirnya
kami memutuskan untuk ganti arah ke Ben Tanh Market. Katanya, suasana pasar
malam di Ben Tanh cukup ramai. Kamipun tiba di simpang enam depan Ben Tanh
Market. Riuhnya lalu lintas sempat bikin jiper saat mau menyeberang. Akhirnya
nekat saja nebeng sama mas-mas minta tolong disebrangin!. Hihihi….
Sudah jam 8
malam saat kami masuk ke dalam Ben Tanh Market ini. Hampir semua kios dan toko sudah tutup. Sempat
nanya-nanya harga kopi Trung Nguyen kiloan disana, tapi nggak beli karena kami
malas bawa-bawa kopi ke Dalat. Mampir di kios kaos juga, karna kebetulan aku
juga pas lagi pengen banget beli kaos khas Vietnam warna merah dengan gambar
bintang kuning. Niat nya sih beli yang lambang palu arit khas nya komunis
Vietnam, tapi ngeri nanti dikira PKI, makanya ga berani beli. *LOL* Di pasar ini, harus tega nawar biar dapat
harga murah. Kami beli kaos selusin, dapat harga VND 54.000/pcs nya.
Lanjut ke pasar
malam BenTanh di area luar gedung, banyak penjual souvenir, baju, dan makanan
disini. Niat hati sih nggak belanja, tapi apa daya insting wanita mengalahkan
logika! Lagi-lagi kami memborong selusin lebih dompet bordir warna-warni untuk
oleh-oleh seharga VND 32.000/pcs. Juga beberapa accessories lucu ala ala Korea
pun tak luput dari jarahan kami.
Kekhilafan kami
terhenti saat waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kami sadar harus segera
makan malam dan berangkat ke Dalat jam 11 nanti. Oiya, ada kejadian lucu di
depan toko accessories ini. Angel yang penasaran sama es kopi susu Vietnam
yang kondang itu, mampir ke sebuah kedai pinggir jalan. Kami pesan Ice Coffee
Milk ke ibu yang jagain warung. Tapi ibunya nggak ngerti kami ngomong apa.
Berbekal buku panduan, aku mencari terjemahan Es Kopi Susu dalam bahasa Vietnam.
Ketemu, tapi hanya arti Kopinya saja. Aku pun mengucapkan Ka Fi (coffee)
pelan-pelan sambil menambahkan kata “Milk” dibelakang nya. Namun si ibu tetap
memasang muka bingung. Kehabisan akal, aku akhirnya dengan gemas mengucapkan
“Ais Ka Fi Milk” sambil memeras (sorry) susu sendiri! *LOL* Memalukan!!! Tapi
ternyata cara memalukan ini terbukti ampuh, karna akhirnya si ibu tertawa
terbahak-bahak sambil mengangguk-angguk tanda dia mengerti. Tak lama dua gelas
es kopi susu ‘memalukan’ itu pun kami dapatkan, dengan harga VND13.000/gelas.
Dan kekonyolan tadi pun terbayar lunas dengan kenikmatan es kopi susu yang
sukses bikin mata ngejedar dan cerah semalaman itu! Haha….
Cepat-cepat kami
menyusuri Pham Hong Thai Si street,
menuju ke sebuah KFC di persimpangan jalan dekat New World Hotel. Tujuan ke
KFC? Utamanya ya numpang ngecharge hp masing-masing dan cari gratisan wifi!
Malam itu sepertinya hanya aku yang merasa lapar. Akupun memesan sebuah Big
Spicy Chicken Burger (note: di KFC sana
nggak ada menu beef, entah kenapa) seharga VND 48.000. Selesai makan dan ngecharge
sambil bbman, kami tergesa menuju hostel. Setelah packing kilat menjejalkan
belanjaan ke ransel masing-masing dan berpamitan pada penjaga hostel, kami
meluncur ke kantor Phuong Trang
Bus di De Tham street.
 |
didalam Sleeper Bus, diranjang tingkat atas |
Jam 10:45 kami
dijemput bus pengantar untuk menuju ke Terminal bus luar kota di kawasan District 5. Setelah menunggu
selama 1 jam di terminal, Sleeper Bus yang ditunggu pun datang. Peraturan
menaiki sleeper bus ini adalah, wajib membuka alas kaki sebelum naik ke bus.
Setiap penumpang yang naik akan diberikan sebuah kantong kresek hitam untuk
menyimpan alas kaki. Kemudian, voila…!!! Kami masuk kedalam sebuah bus dengan 3
deretan ranjang tingkat didalamnya! Waaah…. Ini pertama kalinya aku merasakan
sleeper bus. Tempat tidurnya tingkat dua, dengan reclining hampir flat,
lengkap dengan selimut – safety belt – dan loker kecil tempat naruh kresek
sandal dibawah kepala kita plus air minum dan tissue basah pula! Hmm….
Benar-benar bus yang nyaman dan murah! Seandainya Indonesia punya bus semacam ini….
 |
Phuong Trang Sleeper Bus |
Akibat es kopi susu tadi, mataku benar-benar susah
tidur sepanjang perjalanan ke Dalat. Sepanjang jalan aku hanya memandangi
jalanan perbukitan yang berkelok-kelok tajam layaknya jalan Irung Petruk di
Gunung Kidul – Jogja. Dengan pemandangan
deretan hutan pinus di satu sisi dan jurang menganga di sisi lainnya. Lama
kelamaan jalanan makin menanjak dan kabut pun makin tebal menutupi pandanganku
di jendela. Aku pun tertidur dengan goncangan-goncangan kecil mewarnai tidurku
di ranjang berjalan ini.
(to be continue....)