Saturday, June 30, 2012

A Lil' Step to.... Ho Chi Minh - Vietnam (Day 4)


 "Petualangan Hari Keempat"

Jam 5 pagi, terbengong-bengong kami turun dari bus, celingukan kanan kiri mencoba mencari tahu dimana kami sebenarnya saat ini berada. Para sopir taxi langsung ngerubutin, menawarkan jasa taxinya. Rupanya, pulasnya tidur didalam sleeper bus malam itu, membuat kami bertiga kelabasan sampai di tujuan akhir bus, yaitu di pul bus Phuong Trang di daerah Le Hong Phong -  District 5 HCM City. Harusnya kami turun di De Tham street – District 1, tapi rupanya kami nggak bangun saat bus menurunkan penumpang tadi disana. Yasudah deh, akhirnya kami numpang bersih-bersih di toilet kantor Phuong Trang yang besar itu. Toiletnya cukup bersih, lumayan bisa buat cuci muka-gosok gigi-ganti baju (catet: hari itu kami nggak mandi). Ini dia seninya backpacking, siap nggak mandi selama 2 hari. Hahaa… Selesai bersih-bersih, kami naik taxi ke De Tham street di kawasan Pham Ngu Lao. Pakai taxi resmi Phuong Trang, dengan argo normal, VND 40.000 saja. Sampai di Pham Ngu Lao, bingung mau ngapain secara masih subuh. Akhirnya kami nongkrong didepan MyMy Arthouse yang pintunya masih tertutup, hostel tempat kami menginap sebelumnya. Rencananya sih kami mau nitipin ransel kami disana, sementara kami keliling HCM sampai sore nanti. Dan ternyata pemilik hostelnya baiiiiik banget, kami diperbolehkan nitip tas di lobby GRATIS! (catet: gratis lhooo, padahal biasanya kan ada additional fee untuk left luggage gitu) Kami benar-benar beruntung! 
Bingung mau ngapain pagi-pagi begitu, kami gambling saja menyusuri alleys menuju Bui Vien street. Jalanan yang selalu ramai padat di malam hari dengan go-go bars nya itu terlihat sangat lengang di pagi hari. Hanya beberapa kios nasi dan warung kopi yang sudah buka, dengan beberapa pembeli yang asyik nongkrong sarapan di dingklik plastik kecil warna warni. Kami masuk ke salah satu kios nasi dengan menu andalan tetap Com Tam Binh Dan serta Bahn Mie. Kami pesan seporsi Com Tam dan seporsi Lam Chong, dimakan bertiga. Iseng-iseng aku berniat mau cari colokan listrik buat ngecharge hape, eh tau-tau aku dipelototin dan diomelin pakai bahasa dewa oleh nenek yang jaga kios itu. Karena aku nggak ngerti sama sekali dia ngomong apa, aku dengan polosnya cuma bilang mau nyolok sebentar, dan dengan cueknya masukin chargeran hape ke colokan listrik yang ada disitu. Dan disitulah terjadi adegan ‘miskon yang ke-4’ kalinya. Rupanya si nenek ini ngomel saat tahu aku mau numpang nyolok listrik, dan dia pun memberi tahu semua orang yang datang ke kios dia, ngomel-ngomel pakai bahasa dewa sambil nunjuk-nunjuk kearah kami bertiga. Dan salah satu pengunjung yang bisa bahasa Inggris patah-patah memberi tahu kami bahwa si nenek menganggap kami kurang sopan karena seenaknya pakai listrik tanpa permisi. Nah lhoo… salah deh numpang nyolok disini! Karena si nenek terus-terusan ngomel dan melototin kami, aku pun nyerah dan mencabut charger hape ku, meski indikator baterai masih merah dan menjerit minta disupplay aliran listrik! Cari aman saja deh, daripada dicincang ama nenek dan dijadiin Lam Chong. Haha…. Makan pun jadi nggak selera akibat kejadian itu.
Selesai makan ati di kios nenek (eh? Makan ati? Haha) kami kembali menyusuri Bui Vien yang sepi. Mampir deh di warung kopi, pesan es susu segar dan es kopi susu, yang kali ini nggak perlu aku praktekkan ‘susu’nya karena selain yang jualan adalah mas-mas, dia juga udah ngerti bahasa Inggris. Hehe… amaaannn…. Trus nyobain jajanan yang lewat, nggak tau ini namanya apa, tapi bentuknya pisang rebus dipotong kecil-kecil, dicampur kolang-kaling rebus, disiram vla santan dan wijen. Rasanya? Enak buat sarapan dengan ditemani segelas kopi Vietnam itu!
sarapan pagi
Matahari sudah lumayan terang, kami lanjut berjalan kaki ke arah Nguyen Thi Minh Kai street, dengan tujuan War Remnant Museum yang buka mulai jam 8 pagi. Di halaman depan museum ini, dipajang berbagai kendaraan tempur dari jaman perang Vietnam dulu. Tank, pesawat tempur, dan helikopter berjajar rapi dan terawatt bersih. Masuk kedalam museum perang ini, di lantai 1 kita akan disambut dengan jejeran foto yang bercerita mengenai revolusi Vietnam. Naik ke lantai 2, ada galeri yang menceritakan kekejaman perang antara Amerika-Vietnam, lengkap dengan benda-benda sisa perang. Bagi yang nggak kuat lihat, mungkin akan mual memandang sebagian besar foto yang memaparkan korban peperangan, dari yang masih berbentuk hingga yang hanya berupa potongan kepala yang ditenteng tentara Amerika. Ough! Lanjut di lantai 3, ada gallery yang memaparkan mengenai korban perang yang menderita cacat fisik akibat terkena serangan senjata kimia. Membaca sejarah dan melihat betapa kejamnya perang itu merusak alam-ekosistem-serta manusia itu sendiri, membuatku merinding dan bersyukur aku hidup di abad 20 dan tidak perlu merasakan dijajah ataupun perang.
@ War Remnant Museum
jejeran Tank berbaris rapi di halaman museum
salah satu contoh foto yang menggambarkan kejamnya peperangan :(

Selesai kilas balik sejarah di museum perang, kami menuju Cho Ben Thanh dengan melalui jalan memutar ke arah Taman kota - Notre Dame – Opera House – Le Loi Avenue. Kenapa memilih jalan memutar yang lebih jauh? Karena kami masih penasaran dengan pertanyaan yang dari kemarin-kemarin belum bisa terjawab: “Dimana sih bisa menemukan supermarket di HCM ini?” karena selama kami disini, belum pernah kami lihat ada supermarket semacam Giant atau Carefour gitu. Penasaran aja dimana warganya belanja bulanan. Hehe… Otak para wanita emang isengnya seputaran belanja aja ya!
Pas sampai Cong Xa Pari Square (taman kota didekat Notre Dame), kami istirahat sebentar duduk-duduk di kursi taman dengan naungan pepohonan rindang. Seandainya Jakarta punya taman-taman begini, pasti seru menghabiskan sore sepulang kantor sambil makan bakso bareng teman! Nah di taman inilah terjadi ‘adegan miskom ke-5’ saat seorang tukang es krim lewat dan menawarkan dagangannya. Aku memesan 1 cone es krim, tapi dibikinkan 3. padahal aku sudah dengan nada tinggi bilang “ONE! Only ONE, no more!” (macam lagu Adele saja – One and Only. Hehe) Tapi tetep aja si abang es krim nya cuek bebek bikin 3 cone. Dasar Ondos! Hiiih, tambah bikin emosi saat dia keukeuh minta bayaran atas 3 cone itu sebesar VND 60.000. Adu ngotot lah antara bahasa dewa vs bahasa Inggris. Enak aja nembak harga es krim semahal itu, lagian siapa yang pesan 3 cone coba? Akhirnya tawar menawar setengah marah pun terjadi, sampai cone es krim nya bolak-balik berpindah tangan dari abang itu ke tangan kami trus ke abang nya lagi. Hayaaah… nih abang tetep ngotot suruh kami bayar. Akhirnya aku kasih selembar VND 20.000 dan aku ambil 2 cone es krim itu (setengah maksa sih ngambilnya! LOL) Bukan bermaksud kejam atau perhitungan, cuma aku sudah sering dengar warning bahwa di taman ini banyak terjadi kasus scam atau penipuan pada turis. Makanya lebih baik sedikit galak daripada dipalak. 
@ City Hall

Lanjut keliling District 1 demi menemukan sebuah supermarket, kami malah nggak sengaja ketemu sama landmark nya HCM City, yaitu City Hall dengan patung Paman Ho yang sedang memangku anak kecil itu. Landmark inilah yang sering muncul saat kita googling tentang HCM. Foto-foto lah kami disana, dibawah sengatan matahari yang ampun-ampunan panasnya hari itu. Lanjut lagi, gan! Kembali menyusuri Le Loi Avenue, kami lagi-lagi nggak sengaja ketemu Café Trung Nguyen. Waaah… ini dia tujuan utama ke Vietnam, apalagi kalau bukan beli kopi Trung Nguyen yang famous itu. Pilih-pilih berbagai macam kopi, tak terasa setelah di kasir, angka di monitor menunjukkan hampir SATU JUTA VND! Omaigat, ini sama artinya dengan setengah juta rupiah kami habiskan buat kopi. Hahaha…. Belanja terbanyak nih sepertinya. Tapi nggak apa-apa, karena memang sudah diniatin mau beli Trung Nguyen di Vietnam. Dan sukseslah kopi-kopi itu memenuhi 1 travel bag full, yang akhirnya kami titipkan di café itu, sementara kami pergi ke Cho Ben Thanh. 
Trung Nguyen Coffee

Patung didepan Ben Thanh
Cho Ben Thanh

Dengan sisa Dong didompet, sudah pasti nggak bisa belanja macem-macem lagi nih di Ben Thanh, hanya cukup untuk makan siang dan ongkos ke airport nanti sore. Kami menuju bagian belakang pasar, disana terdapat banyak kios makanan. Kami pesan seporsi nasi goreng dan spring roll, dimakan bertiga. Jadi backpacker yang nggak kuat iman belanja, harus siap makan seadanya dan ngirit. Haha…. Sepulang dari Ben Thanh, kami bergantian menggotong tas besar isi kopi yang lumayan berat itu menuju hostel tempat kami titip barang. Sampai di hostel, istirahat sebentar sambil ngobrol sama pemilik hostel. Tak lupa kami meninggalkan kenang-kenangan berupa uang kertas Rp.2000 yang kami tulis-tulisi nama kami, kemudian memasukkannya kedalam kaca di meja tamu, bersama ratusan kartu nama-foto-dan uang kertas peninggalan para tamu yang menginap disana. Rupanya ini sebagai memorable media, tempat para tamu meninggalkan kesan pesan selama menginap disana. Cukup unik! 
daftar menu makanan dengan bahasa dewa :p
nasi goreng seafood, lumayan enak!
spring rolls
rasanya nendang!
 
Setelah berpamitan dan berterimakasih pada pemilik hostel yang baik hati itu, kami kembali berjuang jalan kaki dengan menggendong ransel dan menyeret tas isi kopi, menuju terminal bus didepan Ben Thanh. Jalan kaki di HCM harus punya mata ayam, alias kanan kiri harus diperhatikan. Salah-salah nyebrang jalan bisa ditabrak sepeda motor yang jumlahnya bagai lebah dijalanan. Jalan kaki tanpa bawaan saja sudah repot saat nyebrang, apalagi dengan bawaan segambreng begini! Dari Pham Ngu Lao ke Ben Thanh, kami harus jalan kaki sejauh kurang lebih 1km, dengan 6 kali menyeberang jalan termasuk 1 kali menyeberang di ‘simpang setan’. Kenapa kami sebut simpang setan? Karena persimpangan ini adalah muara dari 7 jalan, dengan kondisi jalan yang ampun-ampunan semrawutnya oleh sepeda motor. Pilihannya hanya ada dua: takut-takut nyebrang atau pasang badan dengan taruhan nyawa! Haha, bukan mau lebay tapi memang beneran bikin migrain ini simpang setan. Akhirnya kami bertekad, pasang badan (pasang tas dipunggung) menyeberang dengan gagah berani melintasi simpang setan ini. Thanks God, motor-motor itu pandai bermanuver dan ngerem pakem, berusaha menghindari 3 cewek nekat yang nggak takut mati ini. Sayang batere kamera sudah sekarat, sehingga tak sempat mengabadikan keganasan dari Simpang Setan ini. (-.-“)
peninggalan kami di meja tamu @ Mymy Arthouse :)

Kami naik bus nomor 152, jurusan Tan Son Naht Airport, dengan tarif VND 3000 saja (lebih murah dari Kopaja!). Kami sampai di airport satu jam sebelum boarding. Dan percaya nggak, berapa sisa Dong yang ada di dompetku saat itu? Hanya VND 2000 alias cuma seribu perak! *LOL* Total aku hanya menghabiskan $130 saja untuk survive 4 hari di 2 kota di Vietnam Selatan ini. Dan yang selalu bikin kangen dari Vietnam adalah: Es Kopi Susu + Com Tam Binh Dan nya! So, see you Ho Chi Minh city, I’ll be back someday! Cam Eeennn…. (*Cam En: terima kasih)
dan kami pun kelelahan :-Q

A Lil' Step to.... Ho Chi Minh - Vietnam (Day 3)


"Petualangan Hari Ketiga"
Bahasa dewa dengan nada memerintah itu lamat-lamat terdengar disela-sela tidurku. ‘‘Dalat... Dalat... kongplengyuyengomengye Dalat !’’ Oh, rupanya pemberitahuan bahwa bus sudah sampai Dalat, tepat Pukul 5 dini hari. Kami bertiga menjadi penumpang terakhir yang turun dari bus dengan terkantuk-kantuk. Begitu menginjakkan kaki di pelataran terminal, DAMN!! Aku salah kostum! Dingiiiiinnnn mameeeennnnn…… Sumpah celana pendek ini beneran sukses bikin sekujur paha sampai kaki merinding disko! Salah sendiri sih kemarin pas packing nggak bawa jaket dan celana panjang, padahal udah tau mau ke Dalat yang notabene daerah pegunungan ini. Yah, maklumlah, aku kan biasa backpacking dengan membawa baju seminim dan seringan mungkin. Paling muales deh tuh bawa-bawa jeans, sweater, apalagi wind breaker jacket. Yasudahlah, akhirnya nikmati saja dinginnya subuh di negeri antah berantah ini.
Kami langsung ditransfer dengan sebuah mobil minivan ke alamat hotel Trung Nghia, yang merupakan hotel dibawah jaringan Phuong Trang Group. Sepanjang perjalanan, aku melihat suasana sepi kota kecil Dalat ini mirip seperti di Eropa. Jejeran rumah-rumah sebesar villa bergaya Perancis berdiri manis disepanjang jalan yang naik turun. Dalat yang merupakan ibukota provinsi Lam Dong ini, berdiri diatas kontur tanah yang berbukit-bukit, dengan tata kota yang rapi khas Eropa. Mengingat Dalat ini dulunya merupakan daerah elit tempat tinggal para petinggi Perancis pada masa penjajahan Perancis atas Vietnam.
suasana jalanan di Dalat, jauh dari kata 'ramai' :)

Tiba di Trung Nghia Hotel yang masih tutup, kami disambut seorang bapak tua penjaga hotel yang berbicara dengan bahasa dewa sambil terkantuk-kantuk. Saat aku bilang “Sorry, we speak in English” si bapak ini malah masuk kedalam membiarkan kami melongo bengong di lobby hotel. Kirain si bapak mau lanjut tidur, ternyata dia memanggilkan seorang mbak-mbak yang ngerti bahasa Inggris patah-patah (dangdut kali patah-patah! Hehe). Si mbak resepsionis melayani kami dengan ramah. Kami singgah di hotel ini hanya untuk transit beberapa jam sekalian mandi dan recharge hape. Tawar menawar tak berlangsung lama. Kami mendapatkan kamar Twin Bed AC dan kamar mandi dalam dengan harga VND 160.000 untuk transit hingga jam 9. Kami diantar ke lantai 2, dan Voilaaa…. Kami dapat kamar dengan dua tempat tidur ukuran Queen dengan kelambu! Kontan kami ngakak berbarengan dan langsung iseng foto-foto di tempat tidur berkelambu biru itu. Hahaha…. Sumpah ini kamar nuansanya kuno banget, mirip kayak kamar nenek di Jogja. Hihihi…. But it’s worthy lho, dengan AC, free wifi, dan shower air panas, murah pula cuma seharga Rp.80.000 yang dibagi bertiga.
baru kali ini nemu hotel berkelambu begini :))

Selesai mandi dan siap-siap, kami turun ke lobby untuk beli tiket bus ke HCM nanti malam, sekaligus menunggu jemputan city tour yang telah kami booking kemarin di HCM. Sambil nunggu, kami jajan Bahn Mi yang mangkal nggak jauh dari hotel. Bahn Mi nya lebih murah disini ketimbang di HCM. Cuma VND 10.000 saja, isinya daging ‘kau tau apa’, acar timun dan dedaunan, yang belakangan malah repot aku cabutin daunnya karna rasanya yang ‘Walang Sangit’ banget. Sengiiiirrrr….
Tunggu punya tunggu sampai jam 9 ternyata tour nya nggak nongol juga. Mulai gelisah deh, sampai minta tolong ke resepsionisnya untuk telpon ke Travel Agent di HCM itu. Dan ternyata, terjadi kesalah pahaman antara kami dan si operator tour itu kemarin. Missunderstanding ini terjadi karena kendala bahasa (sebut saja ini ‘adegan miskom ke-2’. Yang pertama adalah pas aku beli es kopi susu kemarin. Hehe). Jadi kemarin kami sudah membooking paket one day tour Dalat sehargaVND 936.000 untuk bertiga, dengan meeting point di hotel Trung Nghia ini. Dan kami juga sudah menjelaskan ke tour operatornya kalau kami tuh hanya transit doank di hotel ini. Tapi rupanya si ibu tour operator itu mengira kami menginap di Trung Nghia. Dan semalam, ternyata si ibu ngecek via telpon ke hotel, menanyakan apakah ada 3 tamu menginap dari Indonesia yang telah membooking tournya. Ya jelas saja resepsionis menjawab tidak ada, lha wong kami memang belum sampai di Dalat kan malam itu, kami kan baru tiba pagi harinya. Dan alhasil berdasarkan keterangan resepsionis itu, si ibu operator menarik kesimpulan bahwa kami batal ikut tournya, makanya kami tidak dijemput. Whoaaa….. kontan saja aku yang emosi labil ini marah-marah di telpon, adu otot sama si ibu yang bicara Inggris patah-patah itu, perihal refund biaya tour kami. Setelah adu argumen, akhirnya si ibu bersedia mengembalikan biaya tour kami full sekembalinya kami ke HCM besok. Lega deh…. Eh, tapi trus gimana nasib kami ini? Masa nggak jadi keliling Dalat?
Untungnya mbak resepsionis hotel ini baik banget mau kasih alternative tour keliling Dalat. Dia menyarankan kami untuk sewa mobil+sopir untuk diantar ke tempat-tempat wisata di Dalat. Kami diminta menulis list tujuan tempat wisata mana saja yang kami mau, kemudian dia menghitungkan harganya untuk kami. Dan akhirnya terjadi kesepakatan harga di angka VND 885.000 yang sudah termasuk tiket masuk ke 8 tempat wisata. Sedikit lebih murah dibanding tour yang kami booking dari HCM. Dan tentunya lebih private pula, karena kami menyewa mobil+sopir khusus untuk kami bertiga, tidak dicampur dengan peserta lain. Ini merupakan ‘Sengsara Membawa Nikmat’ dimana saat kami kehilangan bookingan tour kami, namun kami malah dapat pengganti yang jauh lebih baik. Yippieee…. \(^^,)/
Crazy House entrance gate
salah satu bentuk 'aneh' di Crazy House
Jam 9 lewat sedikit, datanglah sebuah mobil semacam mitzubishi kuda menjemput kami dengan seorang sopir yang merangkap sebagai guide. Tujuan pertama di list kami adalah Crazy House, sebuah rumah unik dengan arsitektur yang dramatis, tujuan wisata wajib di Dalat City. Bangunan di Crazy House ini memiliki bentuk yang aneh, asimetris, unik, bahkan cenderung menyeramkan. Selesai foto-foto disini, kami lanjut ke Robin Hill, sebuah puncak bukit dimana kami melihat pemandangan seluruh kota Dalat dan bisa naik Cable Car menyeberangi perbukitan pinus menuju destinasi berikutnya di Monastery Pagoda. Untuk naik cable car ini, kami dikenakan biaya VND 50.000 (exclude harga paket tour). Kamipun menikmati hamparan hutan pinus dari dalam cable car di ketinggian beberapa ratus meter selama 15 menit. Dalat memang indah dilihat dari atas sini !
kota Dalat dilihat dari atas bukit Robin Hill
pemandangan hutan Dalat dari atas cable car

Tak lama kami sudah tiba di destinasi berikutnya yaitu Buddhist Monastery Pagoda. Guide kami yang belakangan diketahui bernama Ting itu sudah menunggu kami di pintu masuk Pagoda. Kami tak perlu lagi membayar entrance fee karena sudah include dalam harga paket. Di Monastery Pagoda ini, banyak terdapat hamparan bunga. Suasana tamannya romantis dengan kursi-kursi taman dibawah naungan pinus yang menghadap kearah birunya danau dikejauhan. Oh… Memanglah pantas jika Dalat ini dijadikan kota tujuan wajib bagi para honeymooners dan newly weds. Puas foto-foto, kami lanjut ke destinasi berikutnya yang paling kami tunggu-tunggu, yaitu Datanla Waterfall.
in front of Buddhist Monastery Pagoda
taman romantis yang menghadap ke Paradise Lake dan hutan pinus

Kenapa kami sangat kepingin ke Datanla Waterfall? Karena menurut survey di internet, di Datanla ini kita bisa menjajal adrenalin di trek mono roller coaster dari atas bukit. Jadi disana kita bisa naik roller coaster perorangan yang bisa kita kendalikan sendiri tingkat kecepatannya dengan tuas ditangan kita. Jadi, mau ngebut atau pelan, terserah kita. Seru banget naik coaster ini, apalagi saat ngebut diturunan curam dan tikungan tajam. Tak jarang kami saling menabrak sambil jejeritan ! Hohohooo.... Air terjunnya sendiri sih biasa ya, masih jauh lebih bagus air terjun di Indonesia pastinya. Namun pengalaman meluncur di atas coaster itulah yang kami cari. 
single roller coaster
Datanla Waterfall
 
Dari Datanla, kami menuruni bukit menuju Xuan Hong Lake atau lebih dikenal dengan sebutan Paradise Lake, sebuah danau berair biru dengan latar belakang hutan pinus. Wow ! Bukan mau lebay, tapi sepintas beneran mirip seperti di New Zealand lho.... It’s Amazing! Puas foto-foto tak terasa sudah jam makan siang. Kami diantar ke pusat kota Dalat, ke sebuah restoran yang entah apa namanya aku lupa. Ke'kere'an kami terasa saat kami memelototi menu makanan yang harganya sih diatas kocek backpacker kami. Akhirnya kami pesan nasi goreng, mie goreng, dan soup , tanpa pesan minum. Hehe…. Ngirit judulnya!
Xuan Hong Lake / Paradise Lake, bener2 bagus viewnya


Selesai makan, lanjut lagi ke destinasi berikutnya yaitu Valley of Love. Sebuah lembah dengan danau cantik dan taman bunga serta patung-patung yang melambangkan cinta. Tempat ini cocok buat yang sedang berbulan madu atau kencan. Di bagian tengah taman, ada sebuah kolam dengan besi berbentuk love besar dipinggirnya. Konon katanya, jika pasangan kekasih memasang gembok di besi love itu dan membuang kuncinya kedalam kolam, maka cinta mereka akan abadi dan langgeng. Percaya atau tidak? Hmm…. Monggo dicoba sendiri. 
hamparan bunga @ Valley of Love
indahnya Valley of Love
Besi tempat mengaitkan gembok cinta :D

Tak jauh dari Valley of Love ini, kami mampir ke sebuah pusat kerajinan bordir Vietnam, atau yang sering disebut Vietnamese Embroidery. Di galeri X.O Embroidery Village ini, kita diajak melihat proses pembuatan lukisan bordir yang indah. Bisa juga membeli hasil sulam bordirnya. Namun jangan tanya berapa harganya, yang pasti jauh dari jangkauan kantong backpacker kami. Kami cukup jalan-jalan didalam kompleks galeri ini, lalu leyeh-leyeh di cafe menikmati es susu segar dan es kopi yang maknyusss.... Iseng-iseng kami beli jajanan tradisional semacam kerak telor dengan topping taburan daun bawang. Tapi rasanya masih kalah jauh dari kerak telornya Betawi deeh…
Halaman gallery X.O Embroidery Village
Bagian dalam gallery
susu vs kopi
Kerak telor a la Vietnam
Dari X.O Embroidery, kami dimampirkan ke toko cemilan. Disini menjual berbagai macam makanan khas Vietnam untuk oleh-oleh. Mulai dari berbagai manisan, keripik, sampai yang paling terkenal adalah Wine Vang Dalat. Baik Red maupun White Wine, dijual dengan harga hanya VND120.000 saja, alias Rp.60.000 per botol! Muraaahhh sekaliiii…. Tapi sayaaaaang, kemasannya nggak proper buat dibawa ke Indo. Tidak ada kotak maupun kemasan yang aman buat masuk bagasi pesawat. Akhirnya Cuma beli sebotol saja, dengan asumsi bisa dicover pakai gulungan baju, handuk, dan sweater saat dimasukkan ke koper nanti.
Flower Swan

Flower Park Gate

Lanjut lagi menuju Dalat Flower Park, sebuah taman bunga terbesar di kota Dalat. Dengan pintu gerbang besar berupa tanaman yang melengkung, kami langsung disambut dengan hamparan bunga-bunga, dengan berbagai karangan bunga berbentuk binatang yang cantik. Dalat memang terkenal dengan sebutan Kota Bunga, dan merupakan kota pemasok bunga di pasar Vietnam. Maka tak heran jika di Dalat ini, banyak sekali terdapat taman bunga, dengan berbagai macam jenis bunga. 
bendera Vietnam pun dibentuk dari bunga
mau pamer hasil jepretan nya Canon :p
diantara bunga-bunga :))

Puas foto-foto di Flower Park, kami lanjut menuju ke Bao Dai Summer Palace. Aku sebenarnya juga nggak gitu paham ini tempat apa, menurut info yang aku baca sih katanya ini semacam tempat peristirahatan musim panas bagi raja gitu. Eh? Emangnya Vietnam punya raja ya? Ah, nggak tau lah, datengin aja pokoknya. *LOL* Tapi karena sudah terlalu sore, Palace nya sudah tutup pas kami sampai. Jam operasionalnya hanya sampai jam5 sore ternyata. Yasudah deeeh, kami bablas saja ke Cho Dalat (Dalat Market). Dijalan menuju Cho Dalat, kami melewati Dalat Cathedral dan Little Eiffel yang terkenal itu. Aku sudah sering baca di blog-blog traveler mengenai si Little Eiffel ini, yang notabene adalah sebuah menara BTS yang bentuknya mirip Eiffel, dan baru kelihatan indahnya pada malam hari.
Dalat Cathedral
Little Eiffel dikejauhan (baru keliatan kaya Eiffel kalau malam)
Mobil sewaan kami
Sampai di Cho Dalat, kami berpisah dengan Ting si sopir guide kami, karena tugasnya mengantar kami sudah selesai. Begitu turun dari mobil, walaaahhhh…… sepanjang paha-betis-kaki merinding! Duinginnya beneran melebihi Lembang deh. Di pasar tradisional ini, kami hanya keliling sebentar, karena sebagian besar kios sudah tutup. Sempat nanya-nanya harga wine juga, yang ternyata malah lebih murah di pasar ini ketimbang di toko yang tadi. Di pasar ini, banyak dijual pakaian musim dingin, atau mungkin karena Dalat selalu dingin sepanjang tahun kali ya, makanya baju-baju yang dijual pun nggak jauh-jauh dari sweater, jaket, winter coat, kupluk, dll. Dan aku perhatikan, warga Dalat ini khususnya yang cewek-cewek, berpakaian cukup modis lho! Ala ala di Eropa gitu deh, pakai jeans yang dicombine dengan long coat plus asesoris syal dan ear band. Wow... eye catching juga ternyata penampilan mereka.
Niatnya, dipasar ini kami mau cari susu sapi segar yang dihidangkan hangat-hangat gitu, kan lumayan bisa menghangatkan kaki yang sudah hampir beku ini. Tapi ternyata setelah cari mencari, nggak ketemu juga tuh tukang susu, kami malah jajan kue-kue pastry di salah satu toko kue disana, kemudian makan Com Tam Binh Dan lagi (aku sih nggak pernah bosan makan ini). Nah pas di warung nasi inilah terjadi ‘adegan miskom’ yang ke-3. Saat temanku minta air putih ke bapak yang jaga warung, dia bilang “Water please”, yang keluar malah soft drink. Trus diralat deh, “We want mineral water sir”, eh yang keluar malah air putih berkarbonasi alias sparkling water. Haiyaaah, yasudahlah minum saja daripada dikasih air keran dikobokan. Hahaha….
Malam itu kami kembali ke Trung Nghia Hotel, karena disanalah nantinya kami akan dijemput untuk kembali ke HCM. Berbekal peta ditangan, kami menyusuri jalanan menuju Phan Dinh Phung street, tempat hotel itu berada. Jalan kaki sih nggak pernah jadi masalah buatku, tapi udara dinginnya ini lho…. Ditambah lagi aku yang saltum habis-habisan dengan celana pendek dan t-shirt, sukses bikin menggigil sepanjang jalan. Lucu aja gitu, semua orang di Dalat pakai baju panjang tertutup jaket tebal, aku malah dengan cueknya jalan dengan baju kurang bahan ini. Hadeeeh…. Orang sih pasti mengira aku ini sinting kali ya!
jejeran butik di Phan Dinh Phung street
Sepanjang perjalanan itu, aku perhatikan banyak muda-mudi yang sadar fashion. Anak muda disana cukup oke cara berpakaiannya, mirip-mirip Korean style gitu. bahkan aku juga melihat serombongan cowok-cowok abege yang belanja baju di butik (catet: Butik lho ya, bukan toko). Wah, berarti kan mereka memang sadar fashion sekali sampai belanja pun bukan di Cho Dalat tadi, melainkan di butik-butik yang banyak berjejer di jalanan Dalat ini.
Sampai hotel jam 9 malam, kami langsung rebutan colokan buat ngecharge hape masing-masing. Sambil tunggu jemputan, kami asyik wifi-an dan goler-goler di sofa lobby hotel. Sempat tidur juga sih sebentar, sampai jemputan tiba jam 10.30 dan mengantarkan kami ke terminal. Dinginnya udara malam Dalat kembali mengantarku menikmati tidur bergoyang didalam sleeper bus Phuong Trang, dengan pemandangan hutan pinus berkabut di sepanjang jalan berkelok yang menurun curam itu. Hmmm…. Dalat, ingin rasanya aku kembali datang dan tinggal lebih lama disana, untuk menikmati indahnya pegunungan dingin dan ramahnya penduduk desa. Semoga suatu hari nanti aku bisa kembali lagi ke Dalat, untuk honeymoon tentunya! Hehe…. (to be continue…)
daftar harga tiket bus Phuong Trang

Sunday, June 24, 2012

A Lil' Step to.... Ho Chi Minh - Vietnam (Day 2)


 "Petualangan Hari Kedua"

Pagi hari, aku segera packing untuk check out nanti sore sepulang dari Cu Chi. Karena sesuai rencana, malam ini kami akan ke Dalat. Pemilik hostel yang bernama Hahn Tu itu sangat baik dan ramah, walaupun tiap kali menyebut namanya aku selalu menahan tawa. Hihihi… Kami diperbolehkan late check out pada jam 5 sore dengan menambahkan fee sebesar VND 210.000 untuk hitungan sewa setengah hari.
Hostel tempat kami menginap
Jam 8 pagi, kami sudah duduk manis di lobby hostel bersama dengan beberapa bule yang rupanya juga sedang menunggu jemputan tour seperti kami. Ada yang tujuannya ke Cu Chi, ada pula yang ke Mekong Delta River. Tak lama datanglah guide yang akan mengantar kami. Dengan sebuah bus, kami pun menuju Cu Chi dengan jarak tempuh sekitar 1 jam. Sepanjang jalan, si guide bercerita mengenai sejarah Ho Chi Minh City. Menurut si guide, Vietnam terkenal sebagai negara motor. Disana, hampir setiap orang memiliki sebuah motor.
Lama-lama ngantuk juga dengerin guide itu bercerita. Aku mengalihkan perhatianku ke sisi jalan sepanjang perjalanan. Aku perhatikan, pengendara motor disana tidak ada yang memakai helm full face ber-SNI lho! Hehehe…. Beda banget sama di Jakarta, yang helmnya canggih-canggih dengan merk KYT, INK, BMC, MDS, bahkan mungkin ada juga yang bermerk UUD! *LOL* Di Vietnam ini semua pengendara motor memakai ‘helm cetok’, yang kalo di Jakarta pasti sudah ditangkep polisi kali ya! Selain berhelm cetok warna-warni (bahkan yang lagi trend disana saat ini helm motif Angry Bird J) mereka juga selalu memakai masker hidung, warna-warni juga. Jenis motornya kebanyakan motor bebek dan matic. Belum pernah lihat ada yang pakai Ninja RR, Tiger, atau Harley Davidson disana.
Helm Cetok semuaaa.... :D
Akhirnya sampailah kami di wilayah Cu Chi. Kami mampir (baca: dimampirkan) ke pusat kerajinan kulit telur, yang notabene adalah kerajinan khas HCM. Tujuan mampir kesana sih katanya untuk break sejenak dan sekalian ke toilet jika ada yang mau pipis. Tapi sebenarnya tujuan utamanya adalah menarik wisatawan untuk melihat dan membeli souvenir khas HCM tersebut. Oiya, di showroom ini, juga diperlihatkan proses pembuatan kerajinan kulit telur, dan ajaibnya, semua pekerja disini adalah (maaf) orang-orang yang cacat akibat perang Vietnam di masa lampau. Miris melihat para pekerja berkursi roda itu, dengan kondisi fisik yang tidak utuh lagi, namun punya ketekunan tinggi dalam menghasilkan sebuah karya seni yang sangat indah. Hmmm… cara yang ampuh untuk bikin bule-bule itu tersentuh hatinya dan akhirnya memborong souvenir. Tapi kalau bagi aku yang backpacker kere ini, tetep nggak ngefek! 
Hasil kerajinan kulit telur
Sampai di Chu Chi Tunnel, didekat pintu masuk ada semacam lobby yang isinya koleksi senjata api peninggalan perang Vietnam, mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Kemudian di halaman samping, ada dua pohon nangka yang luar biasa banyak buahnya. Bagi aku yang sudah sering lihat pohon nangka di kampung sih ya nggak heran lagi. Tapi bagi bule-bule pirang itu, pohon nangka berbuah banyak itu benar-benar sebuah fenomena alam! Foto-foto lah akhirnya mereka. Mmm…. Aku juga sih! Hehe…. Gak mau kalah narsis dooonk….
Si Nangka yang fenomenal :p

Masuk ke lubang sekecil ini :D
Pertama-tama kami diajak menyusuri hutan bambu menuju sebuah pendopo berisi jejeran kursi dan layar lebar. Kami menonton film dokumenter singkat yang bercerita tentang sejarah perang Vietnam dan asal muasal terowongan Cu Chi dibuat. Setelah itu kami diajak menyusuri jalur terowongan dengan diameter tidak sampai 1 meter. Panjang terowongan itu hanya sekitar 20-50m, dengan penerangan lampu temaram didalamnya. Kami sudah diperingatkan sebelumnya, jika memiliki penyakit claustrophobia (rasa takut pada ruang sempit) sebaiknya jangan mencoba ikut trek ini. Karena terowongan ini sangat sempit dan pengap. Kami hanya bisa berjalan jongkok sepanjang trek. Saya yang awalnya santai-santai saja jalan jongkok separuh perjalanan, mulai merasa kehabisan oksigen dan panik!! Wow…. Jadi begini ya rasanya takut dalam ruang sempit? Sumpah beneran nggak nyaman deh, secara harus jalan dengan jongkok gitu didalam terowongan sempit pengap, plus nggak ada pemandangan lain didepan selain pantat teman, dan nengok kebelakang pun mata ini bersiborok dengan wajah hitam seorang wisatawan India! Alamaaak…. Panik lah aku minta keluar terowongan segera.
Didalam Cu Chi Tunnel

Selain mencoba berjalan (baca: berjongkok!) ddlm Cu Chi Tunnel, kami diajak melihat berbagai jenis jebakan dan senjata perang Vietnam. Ih, ngeri deh membayangkan sudah berapa banyak tubuh manusia yang menancap secara tidak manusiawi di jebakan-jebakan maut itu! *tutup mata* Selesai berkeliling di hutan bambu itu, kami break sebentar di area Shooting Range atau area untuk menjajal kemampuan menembak jarak jauh. Jadi bagi yang berminat menjajal nembak pakai senjata laras panjang beneran, boleh deh cobain games ini dengan biaya VND60.000 untuk 5 peluru tembak. Di area Shootiing Range ini, pengunjung bisa istirahat sejenak sambil jajan jagung rebus dan sosis goreng. Ada juga toko souvenir yang menjual cenderamata khas Cu Chi. Menurutku sih range harga souvenir disini agak mahal dibanding diluaran. Jadi mending beli di luar Cu Chi aja deh kalau mau beli oleh-oleh.
Lebar terowongan yg asli hanya selebar telapak kaki
Berbagai macam BOMB!
Salah satu contoh jebakan maut *sereemmm*
Ciyeee... ada yg dapet gebetan bule Swiss neh! :))

Com Tam Binh Dan & Pho
Tour hari itu selesai jam 2 siang, kami serombongan kembali diantar ke Distric 1 HCM City. Oiya, setengah hari di Cu Chi ini, kami bertiga mendapat teman baru dari Swiss, namanya Fabrice (kalo gak salah). Sebenarnya sih, Angel yang ketiban rejeki dideketin sama si bule cute ini. Hehe.... Sesampai di District 1, kami berpisah dengan si bule Swiss itu. Kami kembali menuju Pham Ngu Lao untuk makan siang (telat) dan check out. Kami melewati sebuah gang dengan banyak restoran pinggir jalan yang baunya menggoda hidung dan lidah. Mampirlah kami di sebuah resto dan memesan makan siang pertama kami di Vietnam hari itu. Kepala sudah keliyengan akibat menahan lapar sampai jam 3 sore. Kali itu kami pesan Pho Ayam dan Sapi, serta Com Tam Binh Dan (lagi). Pho adalah salah satu menu khas Vietnam, mie beras berbentuk pipih ini mirip kwetiaw kuah, dengan campuran tauge dan daging. Aku sih nggak suka Pho, karna menurutku rasanya aneh seperti Walang Sangit, akibat campuran sejenis daun entah apa namanya yang dimasukkan kedalam kuahnya. Range harga di resto ini lumayan, lumayan nggak murah untuk kantong backpacker maksudnya. Tapi rasa Com Tam nya tetep ajiiiib…. Entah bumbunya atau dagingnya ya yang bikin enak! (^,^)
Jalan kaki di District 1 itu nyaman lhoo...

Selesai makan, kami kembali ke hostel, mandi, dan check out. Kami diperbolehkan meninggalkan ransel kami di ruang tamu hostel, bersama dengan tumpukan carrier segede-gede bagong milik para bule lainnya. Hahn Tu berbaik hati memberikan kami selembar fotocopyan peta jalanan District 1 yang akan kami jelajahi sore itu. Berbekal selembar peta, kami mulai berjalan menuju Nguyen Thi Minh Kai street, dengan tujuan Reunification Palace dan Notre Dame Cathedral. Berhubung sudah jam 5 sore, kami tidak bisa masuk ke Reunification Palace (buka jam 07:00 – 16:00). Gedung ini dulunya merupakan istana kepresidenan saat HCM masih bernama Saigon. Bagi pecinta sejarah, wajib datang ke gedung yang isinya sarat akan sejarah Vietnam ini. Tiket masuknya seharga VND 15.000. Namun sore itu kami beruntung diperbolehkan masuk ke halaman depannya untuk foto-foto tanpa dipungut biaya, walau hanya sekitar 15 menitan, lumayan lah buat jeprat-jepret narsis! Hihihi… 
Reunification Palace

Taman di depan Reunification Palace
Notre Dame Cathedral
Diseberang Reunification Palace ini ada sebuah taman/park yang luas dan teduh banget dengan pepohonan, hamparan rumput, kursi-kursi taman, dan beberapa spot petak berbunga. Sore itu banyak terlihat pasangan muda-mudi dan gerombolan anak muda yang nongkrong di taman. Kami berjalan kaki disepanjang taman ini menuju Saigon Notre Dame Cathedral yang berjarak sekitar setengah kilo dari Reunification Palace. Gereja yang dibangun sekitar abad ke-18 ini tampak begitu mencolok diantara gedung-gedung disekitarnya. Mencolok karena arsitekturnya yang klasik dan warna bata merahnya yang hangat, menarik mata siapa saja yang lewat disana. Gereja tua ini masih berfungsi sampai sekarang. Pada saat aku kesana, sedang ada misa yang berlangsung sehingga aku tidak bisa masuk dan melihat arsitektur didalam gereja ini. Namun duduk-duduk menghabiskan sore hari di taman depan gereja sambil foto-foto pun tak kalah asyik. Bagian depan gereja ini dihiasi dengan taman kecil berbunga kuning, dengan patung Bunda Maria berdiri anggun ditengah taman. Salah satu spot foto wajib di HCM adalah didepan Notre Dame tua ini lho…. 
Saigon Central Post Office
Deretan loket pos

Mata ini beredar ke sekeliling Notre Dame dan menangkap sebuah bangunan klasik lainnya disebelah kanan gereja. Ya, Saigon Central Post Office berwarna pink salem itu berdiri kokoh dengan jam dinding besar diatas pintu masuknya. Jam 6 kurang 10 menit! Berarti hanya tersisa waktu 10 menit untuk berkunjung kesana sebelum kantor pos tua nan klasik ini tertutup bagi pengunjung. Cepat-cepat kami memasuki Central Post Office dan menelusuri sepintas bagian dalamnya. Bagian dalam gedung ini sangat berbau Eropa klasik, dengan langit-langit tinggi. Ditengah- tengah ruangan, tergantung lukisan foto Paman Ho Chi Minh berukuran besar. Kantor pos ini masih berfungsi hingga saat ini. Dengan jejeran loket pengeposan, yang ketika aku melongok kedalamnya, masih terlihat tumpukan amplop berperangko yang siap dikirim. Hmmm…. Rasanya terakhir kali aku mengeposkan surat melalui kantor pos adalah saat aku kelas 2 SMP, itupun dalam rangka tugas praktek korespondensi Bahasa Indonesia. Haha…. Memang yang namanya teknologi kini dapat mengalahkan metode konvensional ya!
Gedung pertunjukan Opera House

Le Loi Boulevard
Selesai foto-foto di Saigon Central Post Office, kami melanjutkan langkah menuju Dong Khoi street. Sebenarnya tujuan utama adalah mencari kedai es krim di daerah Pasteur, tapi malah tanpa sengaja melewati Opera House yang terang benderang dan bergaya Perancis nan mewah. Spot foto paling oke adalah dari seberang Opera House itu sendiri. Di sebuah taman cantik dengan deretan bunga Poinsettia merah, kita bisa foto-foto sambil bersantai sore disekitar air mancur.
Lanjut menyusuri trotoar Pasteur, kami belum juga menemukan café kopi maupun kedai es krim. Akhirnya kami memutuskan untuk ganti arah ke Ben Tanh Market. Katanya, suasana pasar malam di Ben Tanh cukup ramai. Kamipun tiba di simpang enam depan Ben Tanh Market. Riuhnya lalu lintas sempat bikin jiper saat mau menyeberang. Akhirnya nekat saja nebeng sama mas-mas minta tolong disebrangin!. Hihihi….
Sudah jam 8 malam saat kami masuk ke dalam Ben Tanh Market ini. Hampir semua kios dan toko sudah tutup. Sempat nanya-nanya harga kopi Trung Nguyen kiloan disana, tapi nggak beli karena kami malas bawa-bawa kopi ke Dalat. Mampir di kios kaos juga, karna kebetulan aku juga pas lagi pengen banget beli kaos khas Vietnam warna merah dengan gambar bintang kuning. Niat nya sih beli yang lambang palu arit khas nya komunis Vietnam, tapi ngeri nanti dikira PKI, makanya ga berani beli. *LOL*  Di pasar ini, harus tega nawar biar dapat harga murah. Kami beli kaos selusin, dapat harga VND 54.000/pcs nya.
Lanjut ke pasar malam BenTanh di area luar gedung, banyak penjual souvenir, baju, dan makanan disini. Niat hati sih nggak belanja, tapi apa daya insting wanita mengalahkan logika! Lagi-lagi kami memborong selusin lebih dompet bordir warna-warni untuk oleh-oleh seharga VND 32.000/pcs. Juga beberapa accessories lucu ala ala Korea pun tak luput dari jarahan kami.
Kekhilafan kami terhenti saat waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kami sadar harus segera makan malam dan berangkat ke Dalat jam 11 nanti. Oiya, ada kejadian lucu di depan toko accessories ini. Angel yang penasaran sama es kopi susu Vietnam yang kondang itu, mampir ke sebuah kedai pinggir jalan. Kami pesan Ice Coffee Milk ke ibu yang jagain warung. Tapi ibunya nggak ngerti kami ngomong apa. Berbekal buku panduan, aku mencari terjemahan Es Kopi Susu dalam bahasa Vietnam. Ketemu, tapi hanya arti Kopinya saja. Aku pun mengucapkan Ka Fi (coffee) pelan-pelan sambil menambahkan kata “Milk” dibelakang nya. Namun si ibu tetap memasang muka bingung. Kehabisan akal, aku akhirnya dengan gemas mengucapkan “Ais Ka Fi Milk” sambil memeras (sorry) susu sendiri! *LOL* Memalukan!!! Tapi ternyata cara memalukan ini terbukti ampuh, karna akhirnya si ibu tertawa terbahak-bahak sambil mengangguk-angguk tanda dia mengerti. Tak lama dua gelas es kopi susu ‘memalukan’ itu pun kami dapatkan, dengan harga VND13.000/gelas. Dan kekonyolan tadi pun terbayar lunas dengan kenikmatan es kopi susu yang sukses bikin mata ngejedar dan cerah semalaman itu! Haha….
Cepat-cepat kami menyusuri Pham Hong Thai Si street, menuju ke sebuah KFC di persimpangan jalan dekat New World Hotel. Tujuan ke KFC? Utamanya ya numpang ngecharge hp masing-masing dan cari gratisan wifi! Malam itu sepertinya hanya aku yang merasa lapar. Akupun memesan sebuah Big Spicy Chicken Burger (note: di KFC sana nggak ada menu beef, entah kenapa) seharga VND 48.000. Selesai makan dan ngecharge sambil bbman, kami tergesa menuju hostel. Setelah packing kilat menjejalkan belanjaan ke ransel masing-masing dan berpamitan pada penjaga hostel, kami meluncur ke kantor Phuong Trang Bus di De Tham street.
didalam Sleeper Bus, diranjang tingkat atas
Jam 10:45 kami dijemput bus pengantar untuk menuju ke Terminal bus luar kota di kawasan District 5. Setelah menunggu selama 1 jam di terminal, Sleeper Bus yang ditunggu pun datang. Peraturan menaiki sleeper bus ini adalah, wajib membuka alas kaki sebelum naik ke bus. Setiap penumpang yang naik akan diberikan sebuah kantong kresek hitam untuk menyimpan alas kaki. Kemudian, voila…!!! Kami masuk kedalam sebuah bus dengan 3 deretan ranjang tingkat didalamnya! Waaah…. Ini pertama kalinya aku merasakan sleeper bus. Tempat tidurnya tingkat dua, dengan reclining hampir flat, lengkap dengan selimut – safety belt – dan loker kecil tempat naruh kresek sandal dibawah kepala kita plus air minum dan tissue basah pula! Hmm…. Benar-benar bus yang nyaman dan murah! Seandainya Indonesia punya bus semacam ini….
Phuong Trang Sleeper Bus

Akibat es kopi susu tadi, mataku benar-benar susah tidur sepanjang perjalanan ke Dalat. Sepanjang jalan aku hanya memandangi jalanan perbukitan yang berkelok-kelok tajam layaknya jalan Irung Petruk di Gunung Kidul – Jogja. Dengan pemandangan deretan hutan pinus di satu sisi dan jurang menganga di sisi lainnya. Lama kelamaan jalanan makin menanjak dan kabut pun makin tebal menutupi pandanganku di jendela. Aku pun tertidur dengan goncangan-goncangan kecil mewarnai tidurku di ranjang berjalan ini.
(to be continue....)

Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post