Thursday, October 10, 2024

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk...

Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame amat ini Kathmandu subuh-subuh! Baru juga bisa tidur 4 jam, sudah terusik dengan keramaian suara kendaraan bermotor yang seliweran dengan klakson nya.

Ya nasib lah... namanya juga nginap di hotel murah meriah 350an ribu semalam. Sekarang aku kalau traveling memang begini, suka mengkombinasikan antara seni backpackeran dan traveling comfort. Kenapa? Supaya gak lupa sama masa-masa dulu ketika masih muda dengan dana terbatas, menjelajahi puluhan negara dengan cara backpacking. Sekarang sudah lumayan tua, dengan dana yg meski masih terbatas tapi gak semengenaskan dulu, udah bisa lah afford yang comfort dikit. Meski tetap saja kaum mendang-mending ini memilih mengalokasikan dana untuk kuliner atau experience lainnya ketimbang buat tidur saja.

Anyway, ini hotel dindingnya tipis, jadi kedengaran jelas bunyi lalu lalang di jalan. Suara motor, bajaj, kereta kuda, kereta kencana, kereta Sinterklas, sampai bunyi orang buka gerbang pun jelas terdengar. Meriah sekali pokoknya. Jadi ya sesuai konsep, penginapan murah meriah. Dapet bobok murahnya, dapet alarm pagi meriahnya. Pas!

Kamarku ada di lantai 5, yang kejutannya adalah... GAK ADA LIFT!!! Hayo lho... mateng gak tuh! Untungnya tadi malam pas check in ada bell boy yang bantu angkut koper ke kamar. Dengan entengnya dia pikul koper ijo bobot 22kg itu ke lantai 5 dengan lincah tanpa berhenti ambil napas. Aku yang ngekor di belakangnya saja ngos-ngosan. Dia seperti gak butuh effort! Memang orang-orang Nepal ini tercipta dengan spek 4 paru-paru! Jadi, kebayang kan kalo nginap di sini tuh sekalian latihan fisik buat trekking everest. Tiap hari naik turun tangga 5 lantai. Menyalaaaa HRku!!

Fasilitas latihan fisik sebelum trekking

Balik lagi ke pagi ini, aku request breakfast nya di teras lantai 5. Karena cuaca sedang sangat cantik, matahari bersinar cerah dan angin sejuk sepoi-sepoi. Sayang kalau cuma sarapan di lobby! Menu breakfast nya ya standard rata-rata hotel melati lah. Toast, omelete, rosti (dadar kentang), dan buah. Minuman panas nya bisa pilih kopi atau teh. Tehnya pun ada berbagai opsi, mau yang teh biasa atau chai/masala tea. Aku pilih Masala Tea, supaya terhindar dari masalah selama trip. Haha... Canda sayaaaang...

menu sarapan hotel melati di sini

Duduk di teras pagi ini, sarapan ditemani mentari pagi dan angin sepoi, sambil menikmati suara hiruk pikuk kemeriahan lalu lintas din-din Kathmandu yang diselingi musik lagu hindi sayup-sayup. Burung merpati terbang bolak balik seolah minta dilempar sisa-sisa roti. Dan bau semerbak masakan kari yang tercium di udara sesekali.

Oh Selamat Pagi, Nepal!

my humble breakie spot

Agenda hari ini cuma mau hunting printilan trekking gears untuk suhu dingin. Karena gears ku cuma mumpuni buat gunung-gunung tropis Indonesia saja. Jadi, daripada nanti repot kedinginan di atas sana, lebih baik bawa persiapan yang memadai. Supaya tidak merepotkan orang lain dan diri sendiri.

Lalu... Durbar Square dan lain-lain? Hmmmm... ikutin mood hari ini saja nanti. Kalau mood oke ya bisa melipir ke sana. Kalau gak mood ya bisa dikeep agenda nya buat sesudah pendakian saja. Toh masih 3 minggu di sini, jadi masih banyak waktu. Maklum, beberapa hari ini cuma tidur 3-4 jam saja tiap malamnya, jadi bikin mood swing menari-nari setiap harinya. :)

So, Stay Tune! Ku pergi belanja dulu ya! ^,^

view dari teras lantai 5


Mimpi Ketinggian

 Mimpi...

Tentunya kita semua pernah bermimpi dan setiap orang pasti punya mimpi. Baik itu mimpi ketika tidur, mimpi berkhayal, maupun mimpi berangan-angan atau bercita-cita. Semuanya adalah mimpi, meski kategorinya berbeda-beda.

Kecintaanku pada alam dan pegunungan pun berawal dari sebuah impian. Impian masa kecil ketika setiap pagi kubuka jendela kamar, ada deret perbukitan membentang di depan mata (yang saat ku kecil aku menyebutnya pegunungan hehe). Lama kupandangi puncaknya, yang samar terlihat dari kejauhan deretan pepohonan lancip dengan siluet seperti candi Prambanan. Jiwa anak kecilku bertanya-tanya, pohon seperti apa yang bentuknya secantik itu. Dan akupun berangan-angan, untuk bisa berpetualang mendaki perbukitan itu, untuk melihat si pepohonan lancip dari dekat. Setiap pagi dan sore, ketika membuka dan menutup jendela, kupandangi perbukitan itu lekat-lekat. Mimpiku kala itu... aku ingin mendaki pegunungan!! Dan akan kujelajahi perbukitan pohon lancip itu!

Yang ternyata... sampai detik ini tak juga aku berkesempatan menjejakkan kaki ini di sana. Di puncak perbukitan kampung halaman, tempatku lahir dan tinggal selama 12 tahun lamanya.

Punya ibu yang overprotected dan bukan penganut motto Rinso "Berani Kotor Itu Baik", membuat masa kecilku tak bisa terlalu bebas blusukan di alam pedesaan. Akibatnya, jangankan mendaki atau menjelajahi perbukitan depan jendela, curi-curi kesempatan main di sungai sama teman-teman saja malah hampir celaka terseret arus!

Kurangnya pengalaman blusukan di alam ketika kecil membuatku justru mulai menggeluti alam liar ketika dewasa. Mungkin ini yang dinamakan fulfilling childhood desire. Hal-hal yang ketika kecil sering dilarang, justru ketika dewasa malah digandrungi. Waktu kecil ga dibolehin main di sungai sama teman-teman, pas gede aku malah jadi penyelam, yang tempat mainnya di laut lepas pula. Waktu kecil ga boleh main kotor-kotor di sawah, pas gede malah hobi trail run, yang akrab sama debu lumpur dan basah-basahan. Waktu kecil ga dibolehin ikut camping Pramuka, pas gede malah punya camping gears sendiri dan suka kabur camping ke gunung pas weekend. Waktu kecil ga boleh main blusukan di kebon orang, pas gede malah jadi pendaki dan doyan blusukan di hutan, sendirian pula! Semua hal yang waktu kecil dilarang, pas gede malah jadi sesuatu yang mengalir di dalam darah. Well, sebenarnya ibu ku gak seketat itu sih... Aku masih boleh berpetualang di alam asal ditemani keluarga. Dan itupun intensitasnya sangat jarang.

Balik lagi ke mimpi. Kalo ingat pernah baca tulisanku tentang kecintaanku pada alam (disini), aku ada sebutkan bahwa aku bukan anak ekskul Pecinta Alam saat sekolah. Pengetahuanku tentang pendakian, cara pasang tenda, logistik manajemen, dll nya aku dapatkan secara otodidak. Dari berbagai pengalaman pribadi mendaki dan jelajah alam, serta bertemu & berbagi cerita dengan pendaki lainnya.

Belum banyak gunung-gunung Indonesia yang kusambangi, hanya terhitung belasan saja. Kalau dibandingkan dengan kamu yang sedang membaca tulisan ini... mungkin aku tidak ada apa-apanya.

Namun dari pengalamanku yang tidak seberapa ini, muncul sebuah mimpi yang sedikit gak tahu diri. Berawal dari foto di sebuah artikel di majalah NatGeo Travel, terlihat sebuah tumpukan batu dililit bendera warna-warni, berlatar belakang pegunungan es abadi. Membuatku terpana dan bertanya-tanya "Tempat apa ini? Kenapa magical sekali!" Ya, itulah Kala Patthar di pegunungan es Himalaya. Artikel tersebut membahas kecantikan Everest Basecamp Trek dengan bonus puncak Kala Patthar di ketinggian 5.644mdpl. Selesai membaca artikel itu, si anak desa gak tahu diri yang kebanyakan mimpi ini pun langsung berucap: "Aku mau ke sana! Ke Kala Patthar dan Everest Basecamp di Himalaya!"

Setan pun sepertinya tertawa mendengar ucapan si anak desa tukang mimpi ini. Ya gimana tidak tertawa? Bocah minim pengalaman & dana ini kalau mimpi suka ketinggian dan gak tahu diri. Tapi bukankah kita harus bermimpi setinggi langit? Bahkan ada quotes bilang "If your dream doesn't scare you, it isn't BIG enough!"

Jadi ingat waktu SMA, jaman ketika aku masih jadi cewe gila sepakbola & fans Barca. Aku pernah bilang "Suatu hari nanti aku akan berdiri di sana, di CAMP NOU!!!". Teman-temanku tertawa ngakak, kata mereka "Mimpi lo ketinggian sis!". Tetapi... 10 tahun kemudian... aku betul-betul berdiri di dalam Camp Nou Stadium, markas besar FC Barcelona. Si bocah kampung ini berhasil mewujudan mimpinya yang ketinggian itu.

Sama halnya dengan Everest. Yang berawal dari sebuah artikel, tercetus sebuah mimpi yang lagi-lagi gak tahu diri. Dan setelah sekian lama berselang... HERE I AM... duduk menulis kisah ini di bangku pesawat OD182 jurusan Kathmandu, Nepal. Gerbang menuju perwujudan mimpi, melihat dan menjejakkan kaki di Everest Basecamp & sukur-sukur juga di Kala Patthar. 

Everest... tempat anak pendaki berkiblat dan naik haji. Awalnya aku cuma mimpi, sekarang aku akan memulai petualanganku di sini. See? punya mimpi ketinggian itu tidak selamanya gila dan gak tahu diri. Semesta itu mendengar doa dan usaha tiap manusia. Dan ini bukan pertama kalinya mimpi besarku direstui semesta.

Harapku kini, semoga diberi kekuatan mental dan fisik selama beberapa minggu ke depan, cuaca yang bersahabat, dan dipertemukan dengan orang-orang baik nan menyenangkan di sepanjang perjalanan. Kali ini aku akan off internet selama 2 minggu pendakian. Bukan karena mau ngirit biaya internet, tapi lebih kepada mau detox dari internet dan social media. Mau lebih menikmati alam dari mata dan hati, meresapi setiap jengkalnya. Dan tentunya, akan kutuliskan kisah perjalanan ini dalam torehan pena yang sudah terlalu lama berdiam diri. Blog tua ini sudah saatnya diwarnai kembali! ;)

So. stay tune! Akan kuceritakan kisahku menujudkan mimpi, di pegunungan es Sagarmatha yang menawan hati.

Wish me luck!! And see you in the next story! ^_^

Inspirasi nulis justru muncul di jam tidur


Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post