Beberapa tahun lalu saya sempat menulis tentang kecintaan saya pada alam, baik itu darat maupun laut. Yang belum sempat baca mungkin bisa intip di sini Lucky I'm in love with... Nature!
Tulisan itu saya buat ketika masih tinggal di Denmark, yang alamnya punya empat wajah mengikuti pergantian musim. Kala itu, saya tidak pernah membayangkan bahwa pada akhirnya saya akan betul-betul menekuni hobi yang masih jarang dilakoni oleh perempuan Indonesia pada umumnya, yaitu mendaki gunung dan menyelam. Namun kali ini saya akan bercerita mengenai bagaimana saya bisa jatuh cinta pada gunung terlebih dahulu ya.
Tahun berganti dan akhirnya pulanglah saya ke negeri tercinta untuk mengabdikan ilmu dan passion saya bagi Indonesia. Bali menjadi pilihan saya untuk menetap sepulangnya saya dari perantauan. Tinggal di sebuah pulau dengan pesisir pantai cantik, sawah hijau berundak, sekaligus gunung hutan dan segala isinya, membuat saya menambatkan hati pada Pulau Dewata. Saya menghabiskan bulan-bulan pertama tinggal di Bali dengan menjelajahi pantai-pantainya, air terjun nya, perbukitannya, bahkan nekat keliling Bali nyetir motor sejauh 219KM seharian. Sungguh Bali itu punya inti jiwa yang mampu membuat jatuh hati siapapun yang mengenalnya.
Verbena dan Ranu Kumbolo |
2015 saya mulai berkenalan dengan pegunungan. Diawali dari Ijen dan Batur, saya yang aslinya bukan anak gunung sejati ini seketika baper ketika berdiri di atas gunung yang tidak seberapa tinggi tersebut. Melihat keindahan alam yang unimaginable dari atas gunung membuat saya bertekad untuk menjelajahi gunung-gunung lain di Indonesia. Dan akhirnya, atas seijin Tuhan Yang Maha Kuasa, kaki kecil ini mampu menjejak di beberapa gunung Indonesia. Atap tertinggi Jawa, Bali, dan Lombok, serta gunung-gunung lain di tanah Jawa telah masuk ke dalam deretan memori pendakian tak terlupakan.
![]() |
si ganteng gagah menawan hati, Mahameru! |
Namun yang paling memorable adalah Semeru, dimana saya menemukan sebuah keluarga baru dalam pendakian 4 hari 3 malam tersebut. Ber-11 kami yang bertemu dalam sebuah open trip pendakian Semeru, berakhir menjadi lebih dari sekedar teman pendakian. Kami menjadi sebuah keluarga bernama Rimba Nusantara atau yang kami sebut RINTARA. Sungguh, sebuah pendakian sejatinya bukan tentang puncak, melainkan tentang perjalanannya itu sendiri. Kekompakan yang terjalin sepanjang perjalanan membuahkan hasil Puncak Mahameru 3.676mdpl, atap tertinggi sekaligus paku Tanah Jawa!
![]() |
cikal bakal Rintara - Ranupani, 2017 |
Perjuangan menggapai Mahameru tidaklah semulus wajah skincare. Sekitar 7 jam kami berusaha menaklukkan diri sendiri di rute berpasir dan berbatu, dengan bayang-bayang jurang maut Blank 75 yang terkenal banyak memakan korban jiwa tersebut. Namun niat setulus hati ketika menjejakkan kaki di pintu gerbang Ranupani dan kulonuwun terlebih dahulu, membuat saya tidak memicingkan mata menatap kegelapan mencekam di kanan kiri saya ketika melewati jalur setapak di tepian Blank 75 tersebut. Lelah fisik dan lelah emosi bercampur menjadi satu ketika matahari mulai terbit namun kami masih saja berada di jalur puncak Mahameru. Tak terlihat tanda-tanda kaki ini akan tiba di puncak, hanya terdengar seruan-seruan penyemangat dari sesama pendaki yang saling mencoba mengobarkan kembali semangat kami yang sudah mulai padam ditiup angin dingin membeku. Tyas, si Macan Semeru, gadis sependakian kami yang telah akrab dengan Mahameru, terus menerus menyemangati rombongan dengan kata-kata "ayo woy! Dikit lagi itu abis batu gede sampe!". Ya gitu aja terus Yas, sampe yang denger bosen pengen nangis gak sampe-sampe! 😅
jalur menuju puncak Mahameru |
Tinggal beberapa meter dari bibir puncak, emosi saya sudah mulai setipis tissue. Ingin rasanya memutuskan berhenti dan menangis di jalur itu. Bagaimana tidak? Maju selangkah mundur dua langkah. Begitu saja terus sampai tenaga dan emosi habis. Pasir vulkanik Mahameru sungguh membuat perjuangan menggapai puncak Semeru terasa lebih berat ketimbang menggapai puncak pelaminan! (eh maap, koq malah curcol! 😝)
Namun di situlah saya melihat teman-teman seperjuangan yang saling bahu membahu dan tidak egois memikirkan diri sendiri, saling menarik satu sama lain, perlahan menggapai si batu besar yang Tyas bilang tadi. Sesampainya di bibir batu yang merupakan celah naik ke tujuan akhir, saya sudah betul-betul tak mampu lagi memanjat karena ukuran batu itu lebih tinggi dari kepala saya. Setitik air mata sudah jatuh membayangkan perjalanan seberat itu akan berakhir sia-sia. Namun tiba-tiba ada seorang pendaki berbadan tambun, langsung jongkok di hadapan saya dan bilang "injak saja punggung saya mbak, ayo! Mahameru di depan mata! Cepat mbak, naik!". Saya yang masih bingung harus bagaimana, tau-tau sudah di dorong teman-teman saya menaiki punggung si mas tambun tadi dan voila... saya tersungkur di sebuah tanah datar selebar lapangan bola. Ya, Mahameru... Puncak Para Dewa, dataran tertinggi Pulau Jawa terbentang di depan mata saya dengan kepulan asap dari kawah Jonggring Saloka yang megah!
![]() |
Dataran tertinggi Tanah Jawa - Mahameru |
Langkah kaki ini tersaruk-saruk menapaki Mahameru, air mata sudah membanjir, bibir tak mampu berkata-kata, telinga tak mampu menangkap suara. Hanya rasa kagum dan syukur yang terus terucap dalam hati, karena hanya seizin Nya lah kaki ini mampu berdiri di tanah tertinggi Pulau Jawa. Dan Mahameru adalah puncak pertama saya di gunung dengan ketinggian 3000an meter. Jadi bapernya memang luar biasa sih! Hahaha.
Saya berusaha mencari-cari si mas tambun yang telah menolong saya tadi untuk menyampaikan terima kasih, tapi entahlah saya tidak bisa mengenalinya di antara kerumunan pendaki yang tengah menandak-nandak berbahagia di sana. Jika mas tambun kebetulan membaca tulisan ini, saya mau berterima kasih atas punggung yang telah bersedia saya injak di pintu gerbang Mahameru, 1 Mei 2017 lalu. Maturnuwun, mas!! Aku padamu. 😘
![]() |
speechless! |
![]() |
Jonggring Saloka |
main ski pasir menuruni Mahameru |
Mengais memori tentang Semeru, hal apa yang paling pertama melintas di kepala kalian jika mendengar satu kata "Semeru"? Pasti kebanyakan langsung menjawab entah Ranu Kumbolo nya duluan atau Mahameru nya. Tapi buat saya, ketika ingatan ini terlempar kembali ke Semeru, yang saya ingat pertama adalah Semangka! Hahaha... Lho koq semangka sih? Ya iya, soalnya cuma di Semeru saja yang ada dagang semangka potong di sepanjang jalur pendakian sampai di Kalimati, bahkan di dalam hutan dekat batas vegetasi. Jika pendaki perempuan lain mungkin akan gaspol ketika dikasih semangat oleh pacar atau gebetan selama pendakian, nah saya cukup diiming-imingi semangka potong di setiap pos peristirahatan, bisa langsung gaspol ngebut jalannya! Hahaha... Memang dasar bocah tukang makan! Dan semangka ternikmat di sepanjang jalur Semeru adalah di warung setelah Tanjakan Cinta, dan di lapak bawah pepohonan vegetasi setelah turun dari Mahameru. Kenapa? Apakah jenis semangka nya premium? Nggak juga... Cuma perjuangan mendapatkannya yang bikin rasa semangka jadi makin manis melebihi janji manismu! 😆
Bicara tentang Semeru nggak afdol kalau nggak menyinggung si cantik Ranu Kumbolo. Kami berkesempatan menginap 2 malam di Rakum, di dua spot berbeda. Di malam pertama, kami buka tenda di sisi timur danau, dimana pagi hari nya view kami adalah kepulan asap dari kawah Jonggring Saloka. Sedangkan di malam terakhir, kami buka tenda di sisi barat danau dengan view pagi harinya matahari terbit menyembul di sela-sela punggung bukit. Mirip seperti yang sering kita gambar sewaktu kecil dulu. Ranu Kumbolo, dibalik keindahannya yang bikin betah, juga punya sisi menantangnya sendiri, yaitu temperaturnya. Ya, Rakum terkenal sebagai tempat bermalam yang sangat dingin dalam pendakian Semeru, terutama di musim kemarau. Suhu bisa drop ke minus dan kita bisa melihat butiran embun yang menjadi salju di pagi harinya. Namun apapun kondisinya, Rakum tetaplah menjadi daya tarik utama Semeru selain Mahameru itu sendiri.
![]() |
sisi timur danau Ranu Kumbolo |
sisi barat danau Ranu Kumbolo |
bonus sunrise cantik khas Ranu Kumbolo |
Lalu apa kabar dengan Tanjakan Cinta? Hmmm... Sebelum pendakian saya sudah was was membayangkan akan setinggi dan securam apakah si tanjakan yang terkenal dengan mitosnya itu. Tanjakan di sebelah barat Rakum ini adalah jalur menuju Oro-oro Ombo yang belakangan menjadi spot foto favorit dengan hamparan bunga Verbena ungunya. Mitos mengatakan, jika kamu mampu melalui Tanjakan Cinta tanpa sekalipun menengok ke belakang, maka permohonan cintamu akan terkabul. Kamu percaya? Ah, saya sih sedang tidak ada permohonan apa-apa, apalagi permohonan cinta. Namun saya punya satu motivasi untuk segera menaklukkan Tanjakan Cinta itu, yaitu SEMANGKA! Hahaha... Ya, di ujung tanjakan itu ada warung yang menjual gorengan dan semangka potong. Jadilah saya menapaki tanjakan itu dengan bayangan semangka di benak saya. 😝
Apakah saya menoleh ke belakang? Oh ya jelaaasss! Rugi kalau nanjak Tanjakan Cinta nggak nengok ke belakang. Karena view Ranu Kumbolo tercantik adalah jika dilihat dari spot Tanjakan Cinta ini. 😍 Ternyata Tanjakan Cinta tidak semengerikan 7 Bukit Penyesalan di Rinjani koq. Hehehe...
![]() |
Tanjakan Cinta menuju Semangka! 😂 |
Sungguh begitu banyak cerita yang terekam di kepala dalam setiap pendakian, yang tak mampu saya tuangkan sekaligus di sini. Mungkin di lain kesempatan saya akan ceritakan highlight dari setiap gunung yang saya daki, cerita-cerita seru di perjalanan nya, teman-teman baru yang saya temui, atau sekedar berbagi foto keindahannya saja.
Akhir kata, selain memori yang indah, saya mendapat keluarga baru saya, keluarga Rimba Nusantara. Sejak 2017, Rintara setiap tahunnya mengadakan reuni, tak hanya di gunung namun juga di pelaminan alias kondangan. Dan tahun 2019 lalu adalah reuni terunik kami karena kami berhasil mengulang formasi foto di puncak Mahameru menjadi di puncak pelaminan, ketika Dimas salah satu keluarga Rintara menikah. Semoga kekerabatan yang terjalin di Semeru ini akan langgeng sampai ke anak cucu kami, yang nantinya kami harapkan akan bisa mendaki gunung-gunung Indonesia seperti orangtua mereka. Karena kita tidak mewariskan alam ini pada anak cucu kita, melainkan kitalah yang meminjamnya dari mereka. Oleh karena itu, jagalah kelestarian alam Indonesia agar anak cucu kita nanti masih bisa menikmatinya.
Salam Lestari!!
formasi Mahameru |
Puncak Mahameru vs Puncak Pelaminan 😬 |
![]() |
Pendaki Santuy |