Monday, October 29, 2012

A Lil' Step to... Paris! (part 1)

Musee du Louvre
Siapa yang tak kenal Paris? Kota cantik yang dijuluki sebagai kota romantis dengan sebuah menara yang menjadi iconnya, dan merupakan destinasi paling diminati di dataran Eropa. Ibukota negara Perancis ini terkenal sebagai kota mode dunia, asal berbagai merk fashion terkemuka mulai dari Louis Vuitton sampai Hermes. Juga terkenal dengan French fine dining nya, cara makan yang penuh dengan tata krama. Singkat kata, tak ada yang tak kenal Perancis dengan segala keindahannya. Dan beruntung kali ini aku berkesempatan mengunjungi Paris, meski dalam waktu singkat, namun sudah berhasil mengecap sedikit keindahan negeri asal Croissant itu.


Montparnasse Tower
Petualanganku kali ini (masih) dengan gaya backpacking, yang menerapkan filosofi "kalau bisa gratis atau murah, kenapa harus pilih yang mahal?". Mulai dari Walking Tour hingga akomodasi menginap selama 2 malam, aku dapatkan secara cuma-cuma (baca: Postingan sebelumnya). Diawali dari stasiun kereta Gare Montparnasse tempatku menitipkan backpack di loker, aku mulai membuka peta tua Paris ku. Kenapa tua? Ya karena itu adalah peta terbitan lama dari Vayatour (kantorku) yang tanpa sengaja aku temukan sekitar hampir dua tahun lalu di lemari rongsokan, tanpa tahu akhirnya akan terpakai juga - dua tahun kemudian. Menyusuri dinginnya pagi di Boulevard du Montparnasse, sambil mendongak kearah si gedung hitam yang menjulang setinggi 210m didepan stasiun. Ya, Montparnasse Tower adalah gedung tertinggi di Perancis dan merupakan tertinggi kesembilan di Uni Eropa. Gedung ini menawarkan indahnya panoramic view 360' kota Paris termasuk si cantik Eiffel, dengan tiket masuk sebesar €13 untuk dewasa. Namun kali ini aku tidak masuk ke Montparnasse, karena aku ingin merasakan naik ke puncak Eiffel terlebih dahulu dalam kunjungan pertamaku ke Paris ini. Mungkin lain kali jika aku kembali kesini, aku akan mencobanya.

Pantheon
Dari Boulevard du Montparnasse aku menuju ke Jardin du Luxembourg. Konon katanya taman-taman di Paris akan sangat indah pada musim semi, dimana hamparan bunga warna-warni memenuhi taman. Namun karena saat ini musim gugur, yang aku temukan di Jardin du Luxembourg hanya pepohonan yang mulai menguning dan daun-daun mati yang berserakan. Hmmm... tak begitu menarik disini, hanya mengambil beberapa foto didepan Palais du Luxembourg. Dinginnya udara pagi musim gugur membuat perut berteriak minta disiram segelas kopi panas. Jadilah aku mencari-cari Rue Soufflot yang katanya banyak terdapat cafe murah disepanjang jalannya. Dan benar saja, aku menemukan sebuah cafe kecil yang menjual Formule untuk sarapan seharga hanya €2, terdiri dari segelas Cappucino dan Pain au Chocolat. Di cafe-cafe Perancis sini banyak aku lihat menu paketan yang dinamakan Formule. Mulai dari Formule 1, 2, dst. Mungkin artinya kurang lebih Paket kali ya. Sambil mengunyah croissant coklat hangat aku melangkahkan kaki menuju Pantheon, sebuah bangunan cantik yang berfungsi sebagai tempat kremasi dan rumah abu bagi tokoh-tokoh terkenal ataupun pahlawan Perancis. Banyak nama-nama orang besar yang telah dikremasikan disini, sebut saja Voltaire, Jean-Jacques Rousseau, Victor Hugo, hingga sang arsitek Pantheon itu sendiri Jacques-Germain Soufflot. Sayangnya aku tidak bisa masuk kesana hari itu, karena aku datang terlalu pagi. Pantheon buka setiap hari jam 10:00-16:00, dengan admission fee €7.

Dari Pantheon lanjut menuju pusat inti kota Paris, ile-de-la-Cite, sebuah pulau alami yang terbentuk ditengah-tengah sungai Seine, dan merupakan awal sejarah berdirinya Perancis. Di pulau ini terdapat sebuah gereja gothic tertua di Perancis yaitu Notre Dame. Siapa yang tak kenal Notre Dame? Kecantikan gereja tua ini sudah terkenal keseluruh penjuru dunia. Saat menginjakkan kaki didepan Notre Dame, aku baru sadar bahwa ternyata aku sedang berdiri di Kilometre Nol, yang merupakan titik pusat Paris, bahkan Perancis itu sendiri. Wow... senyum-senyum sendiri, sedikit bangga sudah berkesempatan menginjak pusat negara Perancis. Thanks God!

Notredame tampak depan
Dari depan terlihat ada 3 portal untuk masuk kedalam gereja, yang kesemuanya dihiasi dengan berbagai relief dan patung yang indah, yang merupakan sisa-sisa keanggunan seni gothic pada arsitektur gereja. Pintu masuk ada di portal paling kiri, dan pintu keluar lewat portal kanan. Pintu yang ditengah tertutup, mungkin hanya digunakan untuk acara besar keagamaan saja (aku nggak gitu tahu soal ini). Masuk Notre Dame gratis tidak dipungut biaya, namun saat masuk ada peringatan dilarang berisik dan menggunakan flash pada saat memotret. Karena sampai saat ini Notre Dame masih digunakan untuk tempat ibadah. Dan di gereja ini pulalah disimpan relic-relic keagamaan bersejarah, salah satunya Mahkota Duri yang pernah dipakai Yesus Kristus pada saat perarakan menuju Golgota. Belakangan aku baru tahu dari guide bahwa setiap Jumat pertama tiap bulan, The Holy Crown of Thorn ini dipertontonkan secara khidmat kepada khalayak umum di Notre Dame, sekitar pukul 3-4 sore. Dan kebetulan hari itu adalah Jumat pertama dibulan Oktober, maka tak heran banyak sekali pengunjung di Notre Dame hari itu. 
Pilar-pilar cantik didalam gereja



Rose Window
Memasuki gereja ini, mata langsung terpaku pada langit-langit gereja yang sangat indah. Pilar-pilar besar melengkung cantik dihias dengan banyaknya chandelier yang memancarkan sinar lembut, membuat suasana didalam gereja menjadi remang-remang. Peringatan "SILENT & NO Flash" terpampang didekat pintu masuk. Terlihat deretan kursi yang sebagian terisi oleh beberapa wisatawan yang menyempatkan diri berdoa. Aku memutari bagian dalam gereja, terlihat ratusan lilin kecil didepan patung Bunda Maria, kemudian ada sebuah chandelier raksasa "The Great Chandelier" yang sudah tidak terpakai, terpajang dibagian samping altar utama. Banyak ruang-ruang kecil disekitar altar, termasuk bilik pengakuan dosa dan sakristi. Dan ternyata, aku juga menemukan beberapa tomb alias makam beberapa tokoh penting, terletak dibagian belakang altar. Dari bagian dalam gereja ini kita juga bisa melihat keindahan seni stained glass yang terukir pada beberapa Rose Window disetiap sisi gereja. Setelah puas menjelajahi bagian dalam gereja, aku melangkahkan kaki keluar menuju South Tower yang juga dibuka untuk umum. Namun saat melihat antrian mengular untuk masuk menara, aku mengurungkan niat untuk naik ke menara dan berjumpa dengan Gargoyle-gargoyle yang terkenal itu.
Gargoyle di sudut menara
Lanjut menyusuri jalanan kecil Rue de Arcole disamping kanan Notre Dame, terdapat banyak cafe-cafe yang cukup nyaman untuk ditongkrongin. Aku memilih salah satu cafe bernama Le Quasimodo, tahu donk siapa itu Quasimodo... Si Bongkok penarik lonceng Notre Dame di dalam cerita novel karangan Victor Hugo. Cafe ini kecil namun nyaman. Tujuanku ke cafe ini sebenarnya hanya untuk sekedar cari toilet. Maklum sudah nahan pipis dan nggak nemu toilet di Notre Dame tadi, jadilah aku mampir ke cafe ini pesan secangkir kopi dan croissant. Tapi olala... kopinya kecil banget di cangkir espresso! Haiyaaah.... ini mah sekali glek juga habis. Hehe...
Lanjut lagi menuju tepi sungai Seine River, bermaksud menemukan Sainte Chapelle yang konon katanya terkenal akan keindahan stained glass window nya. Tapi ditengah jalan, perut tergoda oleh deretan sandwich dan panini yang seolah melambai-lambai memanggil setiap orang yang lewat! (ah, hanya efek perut lapar saja...) Rata-rata harga sandwich mulai dari €4 dan croissant jumbo €3.50. Aku tergoda melihat lelehan keju diatas croissant jumbo isi ham yang baru dikeluarkan dari oven. Hmmm.... harum dan rasanya maknyuuussss meleleh didalam mulut! (OMG... ngiler ngebayanginnya). Si Cheese Ham Croissant ini dihargai €3.80 dan sumpah ini enak banget dan gede banget. Aku memutuskan untuk memakannya 2x, kusimpan setengahnya untuk makan siang. Hehe... backpacker ya bo! Musti irit biar survive. :)
Cheese ham croissant yummiii....
Sainte Chapelle terletak bersebelahan dengan Palais de Justice. Namun lagi-lagi antrian pun terlihat mengular. Berhubung aku tidak punya banyak waktu karena sudah ada appointment untuk ikut dalam free tour jam 11 siang, maka aku memutuskan untuk melewatkan keindahan interior Sainte Chapelle untuk kunjungan berikutnya. Aku langsung menuju Saint Michel fountain yang terletak tak jauh dari Sainte Chapelle ini, meeting point free tour ditetapkan disini. Air mancur Saint Michel Fountain ini sebenarnya menurutku bukan seperti air mancur beneran, melainkan lebih ke air terjun mini yang memancar dari sela-sela batu dibawah kaki patung Saint Michel. Dari sinilah free tour itu dimulai. Aku kebagian rombongan yang dipimpin oleh seorang guide asal New Zealand, namanya Alex. Dia cukup fasih berbahasa Inggris, namun aksen nya membuat semua kata-kata menjadi kurang jelas ditelingaku. Haha, yasudahlah ya... Namanya juga free tour, nggak boleh protes kalau service nya nggak 100%.
Saint Michel Fountain
Perjalanan diawali dengan menyusuri tepi Seine River melewati Place Dauphine - Statue Henry IV - Pont Neuf - Church St.Germain l'Auxerrois - Musee du Louvre - Rue de Rivoli - Palais Royal - Jardin des Tuileries - dan berakhir di Place de la Concorde, tempat berdirinya sebuah obelisk yang didatangkan langsung dari Mesir pada abad ke 19 yang merupakan hadiah dari pemerintah Mesir kepada Perancis. Jika dilanjutkan, kita bisa menyusuri Champ Elysees dari obelisk ini menuju ke Arc de Triomphe. Setelah menyusuri kesemua tempat itu selama 3jam berjalan kaki, aku memutuskan untuk mengeksplore bagian lain kota Paris tanpa guide, hanya berbekal peta tua ku. Dari Place de la Concorde, terlihat menara Eiffel menyembul dari balik pepohonan. Aku mengikuti arah menara itu berada, menyeberangi Seine River lewat Pont de la Concorde, mengagumi sebentar bangunan L'Assemblee Nationale - Ministere des Affaires Etrangeres et Europeennes (hadoh namanya susah!) - Kantor pusat Air France - dan jembatan cantik Pont Alexandre III. Setelah melewati Museum Quai Branly, sampailah aku di hadapan menara cantik icon kota Paris, Eiffel Tower! Mendongak keatas menatap susunan besi tua yang menjulang setinggi 324m, aku hanya bisa mengucap syukur atas pencapaian mimpi masa kecilku untuk melihat Eiffel. Terharu... sedikit melankolis memang saat aku menyadari bahwa aku tengah berdiri ditempat yang dulunya hanya sekedar mimpi, kini berhasil aku wujudkan menjadi nyata. Rasanya? hmmm... sumringah! hehe...
Eiffel... finally!
Niatnya mau naik keatas puncak Eiffel, tapi melihat antrian yang bukan mengular lagi judulnya, tapi "me-naga" itu, bikin males luar biasa. Aku putuskan besok saja pagi-pagi aku datang lagi kesini dan mulai antri dari pagi. Akhirnya karena keterbatasan waktu, mengingat aku sudah janjian sama host couchsurfing untuk ketemuan di Arc de Triomphe sore itu jam 5, aku langsung ke Gare Montparnasse mengambil ransel. Menyeberangi Champ de Mars dengan sedikit terburu-buru, namun masih sempat melihat-lihat sekilas festival patung beruang dari berbagai negara "United Buddy Bears", aku menuju stasiun metro Duplex. Tiba di Gare Montparnasse sekitar jam 4:50 sore, suasana stasiun sedang ramai-ramainya orang pulang kantor. Butuh waktu 3menit untuk jalan dari metrostation Montparnasse Bienvenue ke stasiun kereta Gare Montparnasse. Naik turun eskalator yang padat dan sibuk, berkali-kali orang mengucapkan "Pardon" saat melewatiku. Belakangan aku baru tahu kalau saat naik eskalator sebaiknya kita berdiri di sisi kanan, karena jalur kiri biasa digunakan untuk orang-orang yang sedang tergesa-gesa dan untuk menyalip orang didepannya. (yaelah bahasanya salip-menyalip kaya sopir metromini aja!). Pantesan dari tadi banyak orang yang 'pardon-pardonin' aku, ternyata aku cuek berdiri nyantai di jalur kiri - jalurnya orang rush hour! haha....
Arc de Triomphe
Setelah ambil ransel di loker penitipan barang (bayar €5.50 untuk loker kecil, muat 2 ransel uk.sedang) aku tergesa kembali ke metrostation Bienvenue Montparnasse menuju ke Charles de Gaulle Etoile metrostation. Suasana metro pada jam-jam sibuk seperti saat itu benar-benar kurang nyaman. Jangan ngarepin duduk deh, bisa berdiri pegangan aja udah untung. Dan hati-hati copet! Diseluruh penjuru Paris ini aku sering melihat warning "Beware of Pickpocket". Sepertinya copet di Paris lebih banyak daripada di Belanda ya? hehe... Charles de Gaulle Etoile metrostation merupakan stasiun terdekat dari Arc de Triomphe. Tinggal jalan kaki sedikit, kalau mau ngesot juga bisa, sampai deh didepan landmark berbentuk kotak bolong tengah'e itu. Monumen ini dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang gugur pada masa Revolusi Perancis. Bahkan dibagian dalam Arc de Triomphe ini terdapat sebuah makam seorang pejuang yang tak diketahui identitasnya, Tomb of the Unknown Soldier.
Di salah satu sudut Place Charles de Gaulle (lapangan tempat berdirinya Arc de Triomphe), aku bertemu dengan host couchsurfing yang akan menampungku selama 2 malam kedepan. Namanya Etienne Marquet, seorang Perancis asli yang sangat baik, dengan bahasa Inggris yang cukup excellent. Bahkan aku bisa mengerti ucapannya dengan jelas, berbeda dengan Alex si guide tour tadi pagi yang ucapannya sangat susah dimengerti. Etienne tinggal diluar kota Paris, tepatnya di Bry-Sur-Marne di zone 4, sebuah komplek perumahan yang tenang karena jauh dari hiruk pikuk pusat kota Paris. Untuk menuju Bry-Sur-Marne kami naik kereta RER C selama kurang lebih 30menit. Kami menghabiskan sore itu dengan masak bareng bersama temanku Irina, seorang gadis Argentina yang kali ini jadi my partner in crime for Paris trip! Hehe... Kami menutup malam itu dengan dinner dan percakapan yang hangat, ditemani segelas red wine dan alunan musik jazz. Hmm... Lovely!


Hints:
- Jika tiba di Paris pagi hari dan mau langsung jalan-jalan keliling kota, ada baiknya menitipkan backpack atau luggage di locker penitipan barang. Leave luggage locker ini terdapat disetiap stasiun kereta di kota Paris (stasiun kereta lho ya, bukan stasiun metro). Tarifnya mulai dari €5.50 untuk loker paling kecil seukuran dua ransel sedang. Dan locker terbesar bisa muat koper ukuran besar. Cara pakai locker ini, harus menggunakan recehan logam sejumlah tarif per locker. Masukkan uang recehnya ke pintu locker, maka pintu akan otomatis terkunci dan mengeluarkan pass-card untuk membuka locker itu kembali nantinya. Ingat, sekali kamu memasukkan barang dan menguncinya, maka pass-card hanya bisa digunakan 1x juga untuk membukanya. Jadi sebelum mengunci pintu locker, pastikan tidak ada barang yg tertinggal didalamnya. Karena kalau kamu membukanya 2x, maka tarifnya pun 2x lipat. Bagaimana jika tidak punya recehan? Jangan khawatir, disana disediakan mesin tukar uang recehan. Tinggal masukkan uang kertas kedalam mesin dan... cring cring cring... logam pun berjatuhan kedalam wadah. Praktis bukan?
- Saat berada di stasiun, baik metro maupun kereta, usahakan berdiri di sisi kanan kalau nggak mau ditabrak sama orang yang lagi buru-buru. Tapi kalau kamu memang sedang terburu-buru mengejar jadwal kereta misalnya, bolehlah ikutan jalan cepat di sisi kiri. Sambil jangan lupa bilang "Pardon" saat akan menyalip orang (haiyah, bahasa itu lagi). Pardon artinya sama dengan "Excuse Me".
- Selalu letakkan tas menghadap kedepan (tas tangan/selempang). Jika menggunakan ransel, jangan taruh barang berharga di ransel. Copet di Paris terkenal cerdik dan lincah. Salah satu contoh yang dijelaskan oleh Alex si tour guide, adalah sekelompok wanita yang pura-pura tuli di sekitar jembatan Pont Neuf. Mereka berpura-pura tuli dan menyodorkan selembaran charity untuk meminta sumbangan. Jangan ditanggapi dan teruslah berjalan saat kamu bertemu mereka. Karena jika kamu berhenti dan menanggapi mereka, maka salah satu dari mereka akan mengalihkan perhatianmu dan yang lainnya akan mencopetmu dengan cepat.
Warning!!

Tuesday, October 23, 2012

Sekilas info... Backpacking trip to Paris

Dinginnya suhu 5'c malam itu tidak menyurutkan kecepatan langkah kakiku menuju pelataran parkir bus di Zuiderzeeweg, Amsterdam. Dari beberapa bus yang terparkir, aku mencari-cari sebuah bus berwarna biru kuning dengan tulisan MEGABUS disisi body nya. Ada beberapa orang yang juga menggendong ransel, tengah berdiri menunggu bus biru tersebut membuka pintunya. Memang masih 30menit lagi jadwal keberangkatannya, jadilah kami sesama backpacker saling ngobrol bertukar cerita. Tak lama, bus menyala dan pintu pun terbuka. Pak supir memeriksa tiket online kami satu-persatu dan mempersilahkan masuk. Ada yang berbeda dari bus ini. Seperti kita tahu, mobil di Eropa setirnya ada di kiri, tetapi bus ini setirnya di kanan.

Perjalanan menuju Paris memakan waktu sekitar 6 jam dengan 1x transit di Brussel - Belgia. Memang waktu tempuhnya terbilang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan kereta api. Namun harga yang ditawarkan moda transportasi bus ini pun jauh lebih murah dan lebih akrab dikantong para backpacker seperti aku, hanya €13.50 untuk return ticket. Jika menggunakan kereta, hanya butuh waktu sekitar 2 jam saja, namun tiket nya pun ada di kisaran harga mulai dari €35 untuk one way ticket. Dengan memilih waktu keberangkatan tengah malam, bisa tiba di Paris pada pagi hari dan ini berarti sedikit menghemat biaya akomodasi menginap, karna kita bisa tidur diperjalanan.

Tiba di Paris, jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, dimana suasana masih gelap dan sangat dingin. Memasuki musim gugur, matahari baru muncul sekitar pukul 8 dan suhu udara pun ada di kisaran 7-12'c. Cepat-cepat aku menuju Porte Maillot metro station yang ada dibelakang gedung Palais des Congres - Paris. Transportasi paling efektif dan terjangkau di Paris memang menggunakan Metro. Ada berbagai macam tiket metro, dari yang Single Trip Ticket, Day Pass, hingga semacam Abodemen Pass. Bisa buka di www.ratp.fr mengenai keterangan lengkap harga dan jenis tiket metro-bus-kereta. Karena umurku masih dibawah 26 tahun, maka aku bisa menggunakan Jeunes Ticket pada saat weekend. Tiket ini dapat digunakan seharian unlimited untuk naik metro/kereta/bus di wilayah Paris dan sekitarnya (tergantung kita pada saat kita membelinya, zona mana saja yang kita pilih). Jeunes Ticket yang aku pakai seharga €7.50 dan bisa dipakai di zona 1-5 selama 24jam. Bentuk tiketnya berupa selembar kertas tebal sebesar tiket poin timezone. Di tiket ini kita harus menuliskan nama dan tanggal berlakunya tiket, karena terkadang petugas RATP bisa mengecek random penumpang didalam metro sewaktu-waktu.

Jeunes Ticket

Suasana didalam metro (pagi hari)
Hari itu, agendaku adalah mengikuti sebuah Free Guided Tour yang telah aku booking di internet seminggu sebelumnya. Aku menggunakan www.newparistours.com . Ikut free tour semacam ini memang gratis, hanya memberikan tips seikhlasnya pada guide saat trip berakhir. Tujuanku ikut tour ini adalah untuk pengenalan awal seputar lokasi wisata di Paris, untuk selanjutnya akan aku jelajahi sendiri keesokan harinya. Saranku, setiap berkunjung ke sebuah kota, ada baiknya kita ikut free tour untuk mengawali petualangan kita selanjutnya. At least kita tahu jalan-jalan yang harus dilalui dan tips-tips wisata di kota tersebut. Free walking tour yang aku ikuti hari itu cukup ramai pesertanya, terbagi menjadi dua kelompok Spanish dan English, dengan total peserta sekitar 70 orang. Tour berlangsung selama 3 jam menyusuri kota Paris dengan berjalan kaki serta dijelaskan berbagai sejarah dan cerita dari setiap tempat yang kita lewati. Sangat seru! Selanjutnya aku menyusuri kota Paris dan Versailles tanpa ikut tour, hanya bermodal peta, selama 3 hari.

Aku bersama teman2 dan host CS di Bry Sur Marne - France
Mengenai akomodasi menginap, aku memanfaatkan sistem hospitality club yang marak digunakan di Eropa maupun belahan dunia lainnya. Aku menggunakan Couchsurfing (CS) www.couchsurfing.org . Dimana aku mendapatkan seorang host yang sangat baik mengijinkan aku bermalam di rumahnya selama 2 malam, Free! Ya, ikut program couchsurfing ini sangat menguntungkan bagi para backpacker maupun traveler, selain dapat menekan biaya akomodasi menginap, juga bisa menambah teman baru. Di CS ini, kita bisa menginap di rumah seseorang dengan free of charge, gantinya kita bisa memasakkan dinner buat tuan rumah, atau mengajaknya makan/minum diluar. Kita juga bisa saling bertukar cerita, kebudayaan, dan bahasa. Intinya, ikut CS ini FUN!! :)

Makanan, adalah kebutuhan primer yang tidak bisa ditawar-tawar. Pengalamanku selama di Paris kemarin, nggak nemu restauran atau rumah makan Indonesia! Haha... atau aku nya yang belum menjelajah seluruh kota, agak sulit menemukan makanan berupa nasi. Namun jangan khawatir, banyak sekali penjual sandwich di mana-mana. Toko bakery dan pastry pun sering ditemukan di tepi jalan. Berbagai macam sandwich-hot dog-panini-sliced pizza dijual mulai harga €4, sedangkan berbagai pastry seperti Croissant mulai €2. Favoritku adalah Pain Au Chocolat Croissant, dengan lelehan coklat disetiap gigitannya! Alamaaak.... pas nulis ini aja ngiler ngebayanginnya! :)
Berbagai menu paket banyak ditawarkan di cafe-cafe, contohnya paket breakfast coffee + croissant hanya €2.50. Atau paling gampang ke Mc.Donald, disini banyak pilihan menu dengan harga terjangkau. Cheese Burger + french fries hanya €2 saja. Favoritku di Mc.Cafe adalah Le Chocolat Viennois, segelas hot chocolate dengan whip cream dan taburan bubuk coklat! It's sooo... yummm... (kalo di Belanda namanya Chocomelk met Slagroom).

Le Chocolat Viennois + Cheese burger + French fries (€4.50)

Mungkin croissant sudah tak asing lagi bagi kita, namun ada baiknya mencoba menikmati hangatnya croissant yang baru keluar dari oven, di sebuah pastry shop, di negara asalnya... Perancis! Karena cita rasa croissant yang sedikit manis dan ringan ini sangat enak untuk sarapan pagi maupun pengganjal perut ditengah lapar. Selain croissant, Macarons juga patut dicoba. Camilan asal Perancis ini sangat sangat amat yummi. Aku suka sekali dengan berbagai citarasa macarons, selain warnanya yang menggemaskan, rasanya pun lembut dan lumer dimulut. Oh no... nulis tentang makanan itu selalu bikin aku lapar! haha... Harga macarons bervariasi, yang paling murah tentu saja di Mc.Cafe, hanya €1 per buah.

Aneka sandwich berukuran besar

Aneka Macarons penggoda iman! :D



White beer? Nambah donk... :p
Bagi yang suka nongkrong malam diselingi minum, banyak bar dan pub di pusat kota Paris. Di sekitar Rue Saint-Denis banyak terdapat cafe bar dan pub yang oke untuk tempat nongkrong menghabiskan malam ditemani beberapa gelas beer. Harga bervariasi disetiap bar, standar nya segelas beer ukuran sedang seharga €2.50, namun harga berbeda disetiap jenis maupun merk minuman. Favoritku adalah Edelweiss Weissbier yang tergolong White beer dengan kadar alkohol ringan, buatan Salzburg - Austria. Pilihan lainnya yang lumayan enak adalah La Chouffe yang masuk kategori Blond beer, buatan Belgia.

Sebetulnya masih banyak hints dan tips yang bisa dibagi di tulisanku kali ini. Namun entah kenapa mendadak setelah menyantap semangkuk Indomie Telor, tiba-tiba otakku blank lupa apa yang mau aku tulis. Haha... Mungkin saking nikmatnya menyantap Indomie yang sudah susah-susah aku cari di Rotterdam ini, membuat sekian persen memoriku memudar! Baiklah, nanti aku selipkan beberapa hints di tulisanku berikutnya ya. Masih tentang Paris dan segala keindahannya.

Note:
Untuk backpacking tripku ke Paris kali ini, aku hanya menghabiskan total €157. Biaya tersebut termasuk antara lain untuk --> tiket kereta PP Rotterdam-Amsterdam, tiket bus PP Amsterdam-Paris, tiket metro day pass selama 3 hari, makan + minum selama 3 hari 4 malam, tiket masuk beberapa tempat wisata, beli sedikit oleh-oleh (sedikit lho yaaa...), jajan selama traveling, dan tipping pemandu wisata.
Biaya menginap? GRATIS! ;)

Tuesday, October 16, 2012

Shop Hop in Netherlands!

Aku pernah membaca sebuah artikel tentang Belanda, dimana dikatakan bahwa "Bad Girl go to Amsterdam, Good Girl go to Delft, and Shoppaholic go to Rotterdam". Ungkapan tersebut tidaklah berlebihan, mengingat memang di Amsterdam lah sentra segala yang dilegalkan. Kemudian Delft dijuluki sebagai Kota Pelajar dimana terdapat banyak mahasiswa dari berbagai penjuru negeri yang menuntut ilmu di universitas-universitas ternama di Delft. Sedangkan Rotterdam, si kota metropolitan yang berbalut serba kemodernan itu disebut-sebut sebagai surga belanja. Well, apakah benar? Mari kita ulas.

Rotterdam terkenal sebagai The Biggest Port in Medieval Europe. Kota ini merupakan persinggahan dari berbagai negara yang melintas di perairan sekitar Belanda. Hal ini menciptakan keberagaman etnis yang turut berpengaruh kedalam dunia fashion. Sebagai kota pelabuhan yang selalu ramai, maka dapat dipastikan pertumbuhan sektor niaga pun berkembang pesat. Hingga pada saat Rotterdam diluluhlantakkan oleh Jerman, maka dibangunlah Rotterdam yang baru dengan konsep modern. Susunan tata kota pun diatur sedemikian rupa dengan pembagian district-district yang selaras. Terdapat sebuah district yang menjadi denyut nadi kehidupan bisnis dan niaga di Rotterdam. District pusat kota yang biasa disebut Centrum ini memiliki sekian blok yang dipadati toko-toko fashion pemuas selera fashionista. Hingga dibangunlah sebuah jalan bernama Lijnbaan pada 1953, yang merupakan car free zone shopping walk terbesar di Eropa pada masa itu. Lijnbaan memiliki banyak cabang yang menembus ke jalan-jalan disekitar Lijnbaan itu sendiri. Di sepanjang jalan ini dipadati ratusan toko-toko fashion yang up to date serta cafe-cafe outdoor yang cozy. Berbagai butik dengan merk kenamaan seperti Esprit, Mango, Zara, C&A, H&M, Hugo Boss, Shoebaloo, dll, tersebar diseputaran City Centrum.

Lijnbaan Street
Berdasarkan hasil survei, harga barang-barang fashion di Rotterdam memang relatif lebih murah dari kota lainnya di Belanda. Harga barang di butik kenamaan di Lijnbaan pun masih tergolong "acceptable". Sebagai contoh, mantel tebal musim dingin dibanderol mulai dari EUR59. Berbagai jaket chic wanita mulai dari EUR29. Bahkan aku bisa mendapat jaket tebal untuk musim dingin hanya seharga EUR10 saja!! Entah sedang musim diskon atau memang aku sedang hoki, kebanyakan hasil belanjaanku kudapatkan dengan harga diskon. Hanya beberapa items saja yang aku beli dengan harga normal. Tak hanya di Lijnbaan, di sepanjang Beurstraverse pun kita bisa menemukan toko-toko murah, salah satunya The Sting. Toko ini ada dua macam, meskipun masih sama-sama berada di area City Centrum. Di The Sting yang berada didalam underground area Beurstraverse, kita bisa menemukan barang2 yang diobral dengan harga konyol mulai dari EUR1 saja. Aku berhasil mendapatkan sebuah baju atasan tanpa lengan hanya dengan EUR1 dan sebuah denim hanya dengan EUR5. Padahal harga asli denim di rata-rata toko kebanyakan mulai dari EUR15 lho... Begitu juga dengan jaket kulit sintetis, bisa didapatkan dengan EUR15 saja, sedangkan di toko lainnya mulai EUR29 untuk jenis jaket yang sama. Namun berbeda dengan The Sting yang satu lagi yang ada diluar underground Beurstraverse, disana barang-barang yang dijual jauh lebih mahal dan nyaris tanpa diskon. Rupanya The Sting memang dibagi dua, satu untuk barang-barang tanpa diskon, satu lagi khusus untuk barang yang didiskon habis-habisan. Masih di Lijnbaan, ada satu butik favoritku namanya Ti Amo. Di butik ini harga baju-bajunya sangat acceptable, bahkan hanya disinilah aku menemukan berbagai macam belt/ikat pinggang berbagai model dengan harga hanya EUR1 all items!! Ditempat lain aku cek, tidak ada yang menjual belt dibawah harga EUR5. 

Jejeran sepatu yang bikin ngiler :D
Tak hanya baju up to date harga miring yang bisa kita temukan di Lijnbaan, sepatu dan tas pun bisa kita dapat dengan harga yang bikin melongo. Beberapa toko sepatu yang terkenal murah adalah Van Haren, Axi Schoen, dan Shoe Outlet. Di ketiga toko ini, banyak boots-boots dijual dengan harga diskon. High boots termurah yang berhasil didapatkan oleh salah satu temanku di Shoe Outlet hanya seharga EUR10 saja! Wow... Intinya kalau belanja barang diskon harus sabar dan teliti, maka bukan mustahil kita bisa mendapatkan barang-barang kualitas oke dengan harga yang nggak bikin kantong kere. :)

Bicara mengenai shopping di Rotterdam, tak hanya ada di City Centrum. Rotterdam juga punya yang namanya Alexandrium dan Primark. Kedua tempat shopping ini berada di kawasan Prins Alexander, Rotterdam. Hanya perlu naik kereta selama kurang lebih 8 menit dengan tiket EUR2.40 untuk sekali jalan, sudah bisa memuaskan hasrat shopping disana. Alexandrium dan Primark berdiri bersebelahan masih didalam komplek niaga yang sama, tepat diseberang stasiun Rotterdam Alexander.

Jika Alexandrium merupakan sebuah area tempat berjejernya butik-butik dan berbagai toko serta cafe, maka Primark adalah sebuah bangunan terpisah yang merupakan sebuah department store yang berisi segala macam kebutuhan fashion. Semacam Matahari dept.store lah ya kalau di Indonesia. Soal harga? Jangan ditanya.... Di Primark ini setiap shoppaholic bisa mendadak gila karena melihat price tag yang murah-murah! Namun, harga murah bukan berarti barang nya pun murahan. Kualitas barang di Primark ini bisa masuk kategori oke dan bagus, bahkan kalau anda jeli bisa mendapatkan barang berkualitas super dengan harga miring tentunya. Coat yang umumnya dibanderol seharga EUR60-80 di Lijnbaan, bisa didapat di Primark mulai harga EUR25 saja! Aku pun tak mau ketinggalan menyabet sepasang snow boots bulu-bulu untuk musim dingin, hanya seharga EUR10. hehe.... I told you, Shoppaholic can shop til drop here! 

mari ngeborong :)
Primark adalah dept.store asal Irlandia yang membuka cabang di beberapa negara di Eropa yaitu di Austria, Belgia, Belanda, Jerman, Portugal, Spanyol, dan United Kingdom. Aslinya, di Irlandia toko ini bernama Penneys, namun diluar Irlandia namanya Primark. Dept.store ini sangat terkenal di Eropa, membuat setiap orang berbondong-bondong belanja di Primark, terutama weekend. Jadi jangan kaget saat melihat antrian mengular didepan kasir, yang meskipun berjumlah belasan bahkan sampai puluhan kasir tetap saja seolah kewalahan menghadapi serbuan pembeli dengan belanjaan segambreng! Haha....

boots lucu anak-anak seharga EUR15-20 saja

Antrian kasir yang mengular (-__-")

Kios keju tradisional Belanda
Selain belanja di butik, toko, maupun dept.store, belanja di pasar atau sering disebut Open Markt juga cukup menyenangkan. Berbagai kebutuhan tak hanya sandang namun juga pangan dan kebutuhan lainnya bisa didapat di pasar tradisional dengan harga miring. Setiap pasar tradisional punya jadwal buka masing-masing. Tidak setiap hari ada, melainkan seminggu 1x sampai 2x saja. Umumnya, di pasar ini banyak pedagang asal Turki dan Suriname. Soal fashion, di pasar bisa ditemukan kios baju baik yang baru maupun kios baju bekas. Aku tidak menyarankan untuk beli baju di pasar tradisional, karena kualitas nya kurang bagus. Namun di pasar ini, kita bisa menemukan sayur mayur segar serta buah-buahan murah, juga bisa wisata kuliner murah meriah sampai kenyang di berbagai kios makanan didalam pasar. Mulai dari makanan khas Turki, Suriname, Vietnam, hingga kios ikan segar yang menjual ikan Harring untuk dimakan mentah. Menyusuri pasar ini sambil jajan berbagai jenis makanan itu sangat menyenangkan! Tanpa sadar bahwa berat badan makin bertambah jika setiap minggu wisata kuliner di pasar tradisional macam ini. Haha :)

paling suka jajan ini :) aneka seafood goreng!!

ikan Harring yang dimakan mentah pakai bawang

kios Buah dan Sayur

Bicara soal belanja, mungkin tak hanya mencakup soal dunia fashion. Satu lagi yang menarik adalah belanja souvenir khas negeri kincir ini. Seperti kita tahu, kita berasal dari sebuah negara dengan budaya "oleh-oleh" nya yang kental. Tak jarang (bahkan selalu) saat kita bepergian kesuatu tempat, banyak yang nyeletuk "Oleh-olehnya ya jangan lupa". Tak hanya keluarga yang sering berkomentar begitu, teman, tetangga, BAHKAN orang yang belum bisa dikategorikan "teman" pun kadang suka minta oleh-oleh. Heran deh.... Budaya oleh-oleh ini kadang cukup merepotkan saat akan membawanya pulang, namun sekaligus sangat menyenangkan saat sedang hunting pernak-pernik souvenir itu sendiri. Hehe... Dilema ya!

Clogs Shoe
Jika ditanya oleh-oleh dari Belanda, pasti yg ter-pop up di kepala adalah sebentuk sepatu kayu warna kuning. Bener kan? Tuh senyum-senyum sendiri bacanya. Hehe... Well, sebenernya bukan hanya si sepatu kayu kuning itu saja yang khas dari Belanda. Coba sebutkan, tulip, kincir angin, keju, dan pernak-pernik keramik biru-putih. Nah yang belakangan aku sebutkan tadi itu yang paling khas dari Belanda. Seni kerajinan keramik dengan nuansa biru-putih dengan berbagai bentuk dapat ditemukan murah di kota Delft. Karena di Delft inilah asal dari si biru-putih yang terkenal itu.


Blue-White pottery, khas kota Delft
Sempat tadi aku sebutkan Delft adalah kota pelajar, dan memang betul. Kota kecil ini tidak seramai Rotterdam, jauh lebih sepi, jauh banget malah bedanya. Penampakan kota ini cukup indah dengan jejeran bangunan tempo doeloe disepanjang sisi kanal-kanal yang tersebar diseluruh penjuru kota. Banyak terdapat flat-flat atau kos-kosan bagi para mahasiswa, toko-toko dan cafe cantik bertengger disisi kanal, serta beberapa gereja tua yang indah. Yang paling terkenal tentu saja gereja tua Oudekerk di tepi kanal, dan gereja baru Nieuwekerk di Square (centrum) pusat kota. Menara gereja Nieuwekerk yang menjulang setinggi 108,75m merupakan icon kota Delft yang sering muncul di gambar kartu pos. Nah, disekitar Nieuwekerk ini banyak tersebar toko souvenir yang menawarkan pernak-pernik untuk oleh-oleh dengan harga murah. Harga souvenir di Delft merupakan yang termurah dibandingkan dengan kota lainnya di Belanda. Harus jeli dalam mensurvei harga dari satu toko ke toko lainnya. Tiap toko punya keistimewaan diskon masing-masing. Yang termurah yang aku temukan adalah koleksi souvenir di toko pertama sebelah kiri gereja. Di toko ini, aku bisa mendapatkan selusin pajangan keramik biru-putih berbentuk sepatu clogs yang diikat bendera Belanda, hanya seharga EUR6. Atau pajangan (masih keramik biru-putih) bentuk sepatu   dengan beberapa tulip kecil didalamnya seharga EUR1/buah. Gantungan kunci pun sangat murah, assorted keychain berbagai bentuk dihargai EUR10/lusin. Atau magnet kulkas berbagai bentuk seharga EUR10/5buah. Kalau di-convert ke Rupiah memang terlihat mahal, namun percayalah ini masih lebih murah dibanding harga souvenir di kota lainnya di Belanda. Harga souvenir memang lebih mahal di Eropa dibandingkan di Asia.

ayo diborong! :D
Selain berburu souvenir di Markt Square, ada baiknya melipir sebentar ke Centrum nya Delft. Disana terdapat jejeran butik dan toko dengan berbagai koleksinya. Jangan bayangkan Mall atau pertokoan modern canggih kelas wahid. Di Delft ini, semua toko dan cafe berdiri disetiap bangunan asli kota Delft, which is old building. Kesan hangat dan nyaman sangat terasa saat menyusuri area centrum, kemudian berakhir di sebuah grottemarkt untuk mampir mencicipi segelas chocomelk with slaagroom yang yummiii..... :D

Pengalaman belanja menarik juga aku dapatkan saat di Den Haag. Di centrumnya, terdapat sebuah Passage dimana didalamnya berjejer toko dan cafe dengan nuansa klasik modern. Selain De Passage, hasrat belanja juga bisa dipuaskan di area Spuidstraat, sebuah pedestrian walking yang sarat dengan jejeran toko-toko dan butik berkelas. Suasana disepanjang jalan ini sangat klasik dengan bangunan tuanya yang dijadikan ruko.  Harga? Relatif standar dan tidak lebih murah dari Rotterdam. Namun suasananya itulah yang membuat kita nyaman saat tanpa sadar menghabiskan beberapa lembar Euro! :D

Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post