Monday, September 24, 2012

Get Lost in the Nederlandse Spoorwegen


Belanda merupakan salah satu negara maju yang sistem transportasinya sudah tergolong canggih.  Tak hanya canggih, tapi juga sangat tepat waktu. Baik tram, bus, maupun kereta (transportasi darat) semuanya terjadwal dengan seksama. Jarang sekali ada kejadian kereta datang terlambat atau bus yang sampainya lelet. Di setiap halte bus & tram pun ada papan elektronik digital penanda jadwal kendaraan tersebut akan tiba, berikut jurusannya kemana. Alat pembayaran transportasinya pun tidak menggunakan cash yang dibayarkan pada kondektur atau kernet. Semuanya menggunakan metode flashcard/chipkaart, yang cara penggunaannya cukup ditempelkan pada mesin pemindai saat naik dan turun kendaraan. Ongkos jalannya akan terpotong otomatis dari saldo yang ada didalam kartu. Sama halnya dengan kereta, jadwal tiba dan keberangkatan kereta pun sangat tepat waktu. Terlambat 30 detik saja sudah bisa dipastikan ketinggalan kereta.
Cara beli tiket via vending machine

Bahkan saking canggih dan tepat waktu nya sistem transportasi darat disini, bisa bikin traveler ceroboh macam aku ini nyasar. Kejadian ini aku alami saat aku pertama kalinya naik kereta menuju Delft untuk mengikuti sebuah au pair outing. Aku diminta datang tepat waktu jam 11 siang pada hari Minggu itu. Sebelum berangkat aku sudah menyusun time planning agar tidak terlambat. Melalui website www.ns.nl dan www.9292.nl aku mengecek jadwal keberangkatan kereta ke Delft, berikut juga dengan jadwal tram nya. Semua rencana sudah tersusun rapi. Aku akan berangkat dari rumah jam 9:30, kemudian naik kereta yang jam 9:57, sampai di Delft jam 10:08, masih ada waktu untuk menunggu tram yang berangkat jam 10:20, kemudian dilanjutkan jalan kaki 5 menit ke tempat acara. Perkiraan matang yang telah disusun itu memungkinkan aku untuk datang 20-30 menit lebih awal.

Jadilah aku berangkat ke Rotterdam Centraal Station dengan diantar hostdad. Aku membeli tiket kereta di counter, dengan harga 6.50 euro (50 cent hanya dibebankan kedalam tiket yang dibeli melalui counter. Jika kita punya bank account dan kartu ATM, tiket bisa dibeli langsung di vending machine tanpa dikenai biaya tambahan 50 cent tersebut). Setelah beli tiket, aku mengecek jadwal keberangkatan kereta di papan elektronik digital yang menampilkan seluruh jadwal kereta. Tapi sempat bingung juga melihat banyaknya jadwal yang terpampang. Akhirnya, daripada bingung-bingung, aku bertanya pada bapak-bapak berseragam biru yang merupakan petugas stasiun.
                “Sir, could you show me which is the train to go to Delft? Coz I’m a bit confuse reading those lines.” Ucapku sembari menunjuk ke papan jadwal. Bapak2: “Oh, you can go to platform 9. Your train will be there. Oh, C’mon! Your train is two minutes left! Go, go go… Run!! Now!!“ si bapak ngomong dengan ekspresi terburu-buru.
Waduh! Apa katanya tadi? Tinggal 2 menit lagi? Wah, dengan lari tunggang-langgang aku mencari dimana platform 9 itu berada. Sempat terbersit, kenapa nggak platform 9 ¾ aja ya? Naik Hogwarts Express! Hihihi…. Akhirnya ketemu juga tuh platform 9. Dan memang saat aku tiba, sang petugas yang berdiri di samping kereta sudah membunyikan peluit, tanda kereta akan berangkat. Aku pun buru-buru naik dan mencari tempat duduk di gerbong kelas dua. Fiuuhhh… lega deh nggak ketinggalan kereta dan dapat tempat duduk pula. Walau perjalanan hanya makan waktu 11 menit menuju Delft, tapi lumayan juga kan dapat tempat duduk di window, bisa sambil jeprat-jepret.
10 menit… 11 menit… 12 menit… Lho? Koq kereta ini nggak memperlambat lajunya ataupun ngerem sama sekali sih? Malah keluar masuk terowongan gelap yang nggak bisa lihat apa-apa di kanan-kiri jendela. Waduh, mulai nggak enak perasaanku saat itu! Aku kemudian bertanya ke mas-mas Londo disebelahku, kemana tujuan kereta ini sebenarnya. Dia menjawab dengan alis berkerut, “we’re going to Amsterdam, don’t you know it?” JLEB!!! Dengan tampang polosnya aku hanya menjawab, “mmm… I think I take the wrong train. I need to go to Delft, not Amsterdam.” Dan si mas bule itu hanya tersenyum, “Oow, so you should take the next train which is come two minutes after this train left from Rotterdam Centraal.” Omaigaaattttt….. beneran kan salah naik keretaaa…. Menurut si mas itu, harusnya aku naik kereta yg datang dua menit kemudian setelah kereta tujuan Amsterdam ini berangkat, karena jalur platform nya sama-sama di jalur 9! Hmm… ternyata terjadi kesalah-pahaman antara aku dan bapak berseragam biru di stasiun tadi. Atau lebih tepatnya aku yang ceroboh, dengan asal naik kereta tanpa membaca papan keterangan jadwal yang tertera di setiap platform.
Oalaaahhh… yang niatnya mau datang tepat waktu malah jadi terlambat habis-habisan ini sih. Kereta yang aku naiki ini menuju Amsterdam Centraal Station, dengan transit 1x di Schipol. Total waktu tempuh sekitar 45 menit. Setiba di Amsterdam Centraal, aku buru-buru turun dan bertanya pada salah satu petugas, adakah kereta yang langsung menuju Delft. Dan ternyata tidak ada! Satu-satunya cara hanyalah aku harus kembali ke Rotterdam dan ganti kereta yang kearah Den Haag. Dan kereta selanjutnya yang menuju Rotterdam akan tiba 20 menit kemudian. Seketika aku memaki diriku sendiri atas kecerobohanku pagi itu. Dengan gontai aku menuju ke counter tiket dan membeli tiket one way ke Rotterdam. Dan untuk kedua kalinya aku memaki diriku sendiri, saat total harga tiket one way itu terpampang di layar kasir, 14.10 euro!!! What?? Lebih dari 2x lipat harga tiket ke Delft! Dengan muka lecek aku bertanya ke mbak Negro yang jaga counter, “are you sure 14.10 euro? Is it a one way ticket?” eh, si mbak malah dengan sewot menjawab, “Yes this is the price, what’s your problem? Do you wanna take it or leave it?” Iya deh mbak iya, jangan sewot donk, namanya juga anak kosan yang kaget lihat harga tiket sekali jalan aja segitu. Dengan makin berat hati aku menuju kembali ke jejeran platform kereta, setengah berharap ketemu serombongan anak yang membawa sangkar burung hantu menuju platform 9 ¾ (eh? Ini Belanda kali, bukan London!).
Rookzone / Zona Merokok / Smoking Area
Terduduk sendirian di platform 15 outdoor, ditengah tiupan angin musim gugur yang sedingin kulkas, aku menunggu keretaku datang. Aku perhatikan disekitar platform, ada beberapa laki-laki yang berkumpul di beberapa titik lokasi, sedang asyik menghisap rokok. Di tempat itu terdapat tulisan Rookzone. Oooh, jadi ini adalah lokasi dimana orang diperbolehkan merokok, selain dilokasi yang ada tulisan Rookzone nya, siapapun dilarang untuk merokok. Dan aku rasa di sepanjang area platform outdoor diperbolehkan merokok.

Pemandangan sepanjang perjalanan
Jam 10:07 kereta yang menuju Rotterdam tiba. Sebelum naik, sekali lagi aku melihat kearah papan petunjuk diatas platform, memastikan bahwa ini kereta dengan tujuan yang benar. Akupun kemudian menikmati 45 menit perjalanan kembali ke Rotterdam dengan asyik jeprat-jepret pemandangan yang aku lewati disepanjang perjalanan. Mulai dari hamparan padang rumput berisi sapi-sapi yang sedang merumput, kuda-kuda yang sedang ditunggangi pemiliknya keliling perkebunan sayur, hingga jejeran rumah-rumah kaca tempat berbagai sayuran organik ditanam. Kereta yang aku naiki ini namanya NS Intercity (NS: Netherlands Spoorwagen; Perusahaan kereta api milik pemerintah. Kalau di Indonesia KAI kali ya). Gerbongnya tingkat 2, atas dan bawah. Terdapat dua kelas, yaitu kelas 1 dan 2. Kondisi gerbong kelas 1 nyaman dengan bangku empuk berwarna biru dongker dan tempat duduk 2-1. Gerbong kelas 2 pun nyaman, dengan bangku warna pink violet dan tempat duduk 2-2, berhadap-hadapan dengan sebuah meja ditengah.
Gerbong kelas 1
 
Gerbong kelas 2
Tiba di rotterdam, aku langsung naik ke kereta dengan tujuan Den Haag Centraal, yang akan terlebih dahulu singgah di Schidam kemudian baru Delft. Aku tiba di tempat acara tepat jam 12 siang, saat sesi pertama telah selesai. Untungnya masih diperbolehkan masuk oleh reception nya. Hehe… Pelajaran yang bisa dipetik, lain kali harus lebih teliti dalam mengecek jadwal kereta dan kalau masih kurang yakin bisa bertanya pada petugas stasiun. Namun bertanya pun juga harus hati-hati, jangan sampai salah persepsi seperti yang aku alami. Karena terkadang orang-orang Belanda ini grammar bahasa Inggris nya suka ngaco, itu yang bikin salah tanggap. Untungnya, setelah pengalaman pertama naik kereta yang ujung-ujungnya nyasar itu, aku selebihnya aman-aman saja berkereta kesana-kemari. Intinya ya harus teliti dan tepat waktu. :)
Harus lihat ini disetiap platform :)

Wednesday, September 19, 2012

A Lil' Step to... Rotterdam!

Day 1

Rotterdam merupakan kota terbesar kedua di Belanda setelah Amsterdam. Kota yang termasuk kedalam wilayah Belanda Selatan atau Zuid-Holland ini terkenal dengan Port of Rotterdam nya yang merupakan pelabuhan terbesar di Eropa. Ciri khas kota ini yang membuatnya berbeda dengan kota-kota lainnya di Belanda adalah dari segi arsitektur kotanya yang boleh dibilang paling modern dan bahkan hampir tidak mencerminkan 'Belanda' sama sekali. Hal ini dikarenakan pada 1940 pada saat World War II, Jerman dibawah pimpinan Hitler mengebom Rotterdam dan meratakan seluruh bangunan cantik khas Belanda nya. Hanya ada beberapa bangunan saja yang selamat termasuk City Hall atau Stadhuis. Kemudian dibangunlah wajah Rotterdam yang baru dengan konsep modern dan lively style. Kini Rotterdam dipenuhi dengan bangunan serba modern dan gedung-gedung pencakar langit, dan tak ketinggalan sebuah jembatan yang menjadi ciri khas kota Rotterdam yaitu Erasmusbrug.
Kartu sakti untuk naik public transportation di Netherlands
Pagi itu aku sudah bersiap menuju pusat kota Rotterdam dengan berbekal peta dan kamera. Namun cuaca pagi itu sedang kurang bersahabat. Gerimis ringan yang ditingkahi dengan hembusan angin kencang nan dingin membuatku terpaksa memegang payung erat-erat saat menunggu tram di halte Bergse Doorpsstraat. Suhu pagi itu 15'c, membuatku merapatkan syal dan jaket disela gemeletuk gigi yang kedinginan. Tak lama tram pun tiba. Berbekal OV Chipkaart, sebuah kartu seperti BCA Flash yang berfungsi sebagai alat pembayaran public transport yang bisa di top-up, aku memasuki tram dan menempelkan kartu di alat pemindai. Eh? Tp koq kartunya nggak mau terdetect ya? Padahal menurut hostdad, OV ini sudah ada isinya beberapa euro. Hmm... aku pun cuek saja masuk ke tram dan duduk, sambil berharap semoga nggak ada petugas yang datang memeriksa. Hehe... Aku jadi teringat temanku, Aji, yang pernah beberapa tahun tinggal di Belanda. Dia bilang, dia hampir selalu nggak bayar saat naik tram, dengan cara menyelinap diantara orang-orang yang naik. Walah, aku sih ndak berani begitu. Ini pun diem-diem nggak bayar karena ternyata chipkaart nya nggak ada isinya. Hehe...

tram
 

Sampai di Rotterdam, aku turun di Weena Station. Pas turun, celingak-celinguk bingung mau kearah mana, akhirnya aku menerobos hujan rintik-rintik dan berteduh di emperan sebuah gedung sambil membaca peta. Tujuan pertamaku kali itu adalah kawasan Lijnbaan Street, sebuah shopping street paling terkenal di Rotterdam. Aku berjalan menuju Stadhuisplein, melewati sebuah gedung antik megah yang sangat besar, inilah The City Hall atau Stadhuis. Namun hujan pagi itu menghalangi lensa kameraku untuk mengabadikan Stadhuis dengan apik. Hmm... Yasudahlah, besok saja. Toh hari ini kan memang niatnya cuma ke sekitaran Centrum saja.
Tempat pertama yang aku tuju adalah Rotterdam Info, sebuah Tourist Information Centre di ujung jalan Coolsingel. Suasana hangat menyambutku saat memasuki ruangan luas bernuansa hijau itu. Bukan keramahan staff nya yang membuat hangat, melainkan heater di ruangan itu mampu menghangatkan jemari yang sudah kedinginan ini. Aku mengambil beberapa free map dan mencoba fasilitas 3D map yang dengan kecanggihannya mampu menunjukkan kita lokasi-lokasi yang ingin kita ketahui. Tak lupa aku juga menanyakan dimana counter terdekat untuk top-up OV chipkaart. Kemudian aku menuju ke metro station terdekat dan mereload OV ku. Nah, sekarang tenang deh bisa naik tram tanpa was-was lagi. hehe...

3D Map @ Tourist Information Center

Lijnbaan Street
Hari itu aku habiskan hanya diseputaran Centrum karena memang agendaku hari itu khusus untuk shopping. Dimulai dari Kruis Kade, Korte Lijnbaan, Lijnbaan Street, Hoogstraat, hingga Coolsingel. Kesemua jalan itu merupakan pedestrian walking yang dipenuhi dengan berbagai butik dan toko disepanjang sisinya. Mulai dari butik yang berkelas hingga yang pocket friendly. Tak lupa pula menyusuri Beurstraverse, sebuah area shopping underground. Di Beurstraverse ini pula aku menemukan toko The Sting yang sedang obral koleksi musim panasnya. Aku pun mendapatkan sebuah baju dengan harga hanya 1euro saja! hehe... murah bukan?

Beurstraverse

Mini dancing fountain @ Beurstraverse
 Lelah keliling centrum dengan beberapa tentengan plastik belanjaan, akupun istirahat sejenak di sebuah lahan kecil dengan pohon rindang di tengah-tengah pertokoan Lijnbaan. Disekitar pohon ini banyak sekali burung merpati atau dove. Beberapa orang sedang asyik memberi makan burung dengan keripik kentang. Aku mencari-cari di tasku sebuah biskuit, dan kemudian ikut sibuk memberi makan burung-burung liar itu. Dan wow... puluhan burungpun datang mendekat dan mengerubutiku. Asyiiik...  Menyenangkan sekali!
Play with doves :D
Day 2

Pagi ini cuaca sedang bersahabat, matahari bersinar cerah disertai angin dingin sepoi-sepoi. Aku melangkahkan kakiku bersemangat menuju halte tram untuk kembali menuju pusat kota Rotterdam. Jika kemarin aku hanya belanja seharian, kali ini aku hanya akan sightseeing dan mengeksplore kota seharian.


City Hall of Rotterdam
Penjelajahan dimulai dari Stadhuisplein yang berisi jejeran cafe open air, menuju ke sebuah patung yang tepat berada diseberang City Hall. Kemudian menuju City Hall/Stadhuis yang ternyata hari itu tutup karena weekend. Jadi hanya bisa mengagumi keindahan arsitekturnya dari luar saja. Disebelah Stadhuis berdiri sebuah bangunan tua yang ternyata Oude Postkantoor (Old Post Office). Dengan warna bangunan abu abu suram serta bentuknya yang besar dan kokoh, membuat penampakan gedung ini terlihat tua dan dingin. Masih di jalan Coolsingel, tepat diseberang gedung Beurs WTC, terdapat sebuah bangunan kotak berwarna krem dengan sebuah landmark berbentuk aneh. Mengapa aneh? ya karena bentuknya yang futuristrik menyerupai sesuatu berbau alien dari film Star Wars! Haha... si kotak krem itu bernama De Bijenkof. Lanjut menuju kawasan Hoogstraat dan berbelok ke kiri, untuk mencari letak Gereja St.Laurence atau Laurenskerk. Sepintas melongok kebawah, kearah Beurstraverse yang saat itu penuh oleh pengunjung, bertepatan dengan weekend dan cuaca bagus.
Oude Postkantoor / Old Post Office

'Star Wars Thing' disebelah De Bijenkof

Laurenskerk

Laurenskerk berdiri megah dengan menara jamnya yang sangat tinggi dan besar. Di puncak menara jam, berkibar anggun bendera provinsi Rotterdam berwarna Hijau-Putih-Hijau. Memasuki bagian dalam gereja ini, kembali aku terkesima oleh design interior yang sangat klasik. Dengan membayar tiket masuk seharga 1euro, aku bisa puas menikmati bagian dalam Laurenskerk. Harga tiket masuk untuk visit memang 1euro, namun jika ada exhibition maka harganya menjadi 5euro untuk dewasa. Sedangkan untuk naik ke atas Tower, tiketnya 3,5euro. Namun tower hanya dibuka untuk umum pada bulan April s/d Oktober saja.


Interior megah didalam Laurenskerk
Puas foto-foto, aku melangkahkan kaki menuju Openmarkt dibelakang gereja, tepatnya di jalan Binnenrotte. Pasar tradisional open air ini selalu buka pada weekend dan penuh pengunjung. Rata-rata barang yang dijual disini harganya miring. Mulai dari pakaian, sepatu, peralatan, makanan, sayur+buah, seafood, hingga bunga segar. The biggest flea market ini buka setiap selasa dan sabtu saja, dengan rata-rata pedagang yang berasal dari Turki dan Suriname, selain pedagang lokal warga Belanda itu sendiri. Dipasar ini juga aku melihat beberapa makanan yang menurutku sedikit aneh. Ada kios penjual kerang yang ramai dikunjungi para manula. Ada kios makanan Turki, yang menjual Baklava, Turkse Pizza, dan roti. Penjual keju khas Holland pun ada, dengan jejeran keju-keju kuning sebesar ukuran ban bajaj. Aku mencoba membeli Patat Fritessaus alias Frenchfries Mayo seharga 1,3euro. Hmmm... okelah rasanya, tapi aku masih penasaran dengan rasa frenchfries khas Belgia dengan lumeran keju cair diatasnya! Next time harus ke Belgia kalau mau cobain yg melted itu. hoho...
Witte Huis
Lanjut berjalan menuju kearah Blaak, langsung kelihatan dari jauh beberapa bentuk aneh berwarna kuning. Ya, itulah The Cube House atau Kijk Kubus. Sebuah hunian berbentuk aneh dengan model kotak-kotak yang disangga tiang beton. Akhirnya tercapai juga keinginan melihat langsung Kijk Kubus, setelah sebelumnya hanya tahu lewat liputan On The Spot di Trans7. Hehe.... Jika anda berniat mencoba menginap di sini, jangan khawatir. Jaringan hostel kenamaan Stayokay telah membuka fasilitas menginap di Cube House dengan kisaran tarif sekitar 32euro/person semalam. Didepan Kijk Kubus terdapat jejeran cafe ditepi kanal Oude Haven (Old Harbour), dimana tertambat beberapa perahu cantik nan tua. Tepat diseberang jalan, terlihat bangunan tua tinggi berwarna broken white, yang bernama Witte Huis. Office building ini konon dulunya adalah skycraper tertinggi pertama di Eropa pada masanya. Saat ini sih ketinggiannya yang hanya 45M itu sudah dikalahkan oleh bangunan-bangunan modern disekitarnya. Namun kesan antik tetap terlihat terutama dari atap bangunan Witte Huis ini.
Oude Haven (Old Harbour) with The Cube House behind
Melewati tepian Oude Haven, terlihat dikejauhan sebuah jembatan berwarna merah yang membelah sungai Nieuwe Maas (koq tiba-tiba jadi inget Banyu Mas ya? haha). Jembatan ini bernama Willemsbrug yang letaknya bersebelahan dengan the famous landmark of Rotterdam, Erasmusbrug. Kalau Willemsbrug berwarna merah, Erasmusbrug berwarna putih. Kedua jembatan ini sama-sama melintasi Nieuwe Maas menuju kearah bagian paling selatan kota Rotterdam. Di tepian Nieuwe Maas river yang dinamakan Boompjes, banyak terdapat bangku taman dan pedestrian walk yang nyaman untuk jogging. Juga ada ratusan tiang bendera dari berbagai negara, termasuk bendera Indonesia juga ada.
Willemsbrug

Erasmusbrug

Langkah kakiku kemudian menuju kearah Museumpark dengan melewati jalan Witte de Withstraat.  Jalanan ini penuh dengan galeri seni dan cafe. Bahkan begitu memasuki jalan ini, kita akan disambut dengan sebuah kalimat "in the future, everyone will be famous for 15 minutes." by Andy Warhol. Pada hari itu, kebetulan di sepanjang jalan ini sedang diadakan festival seni sehingga suasananya sangat ramai. Hingar bingar musik memenuhi atmosfer berbau bir yang berasal dari banyaknya beer staal dengan berbagai merk mulai dari Heineken sampai Bavaria. Berbagai kerajinan seni wooden art pun dipamerkan. Disela-sela cafe di jalanan ini, aku melihat beberapa coffeeshop dengan lambang daun ganja atau canabis. Iseng-iseng aku mendekat dan mencoba melongok kedalamnya melalui jendela. Suasana didalam toko suram. Tidak ada meja kursi layaknya tempat untuk menikmati kopi, hanya ada etalase berisi jejeran alat hisap shisha, dengan seorang penjaga laki-laki didalamnya. Bahkan terciup aroma asap yang sedikit 'eneg', dan ternyata itu adalah bau asap ganja. Beberapa pemuda kulit hitam berambut gimbal terlihat keluar masuk coffeeshop dengan menenteng beberapa lintingan rokok. Didepan pintu terdapat papan peringatan mengenai kebijakan toko yaitu: Harus menunjukkan ID Card saat masuk, Tidak untuk umur dibawah 18th, anak2-alcohol-pets dilarang masuk. Hmmm... jadi ini tho tempat jual ganja yang dilegalkan itu? Seperti kita ketahui bahwa di Belanda telah dilegalkan penggunaan ganja. Dan satu lagi, jangan sampai anda salah masuk ke coffeeshop saat ingin menikmati secangkir kopi. Karena coffeeshop di Belanda adalah istilah tempat penjualan ganja, bukan warung kopi secara harfiah. Makanya kalau mau ngopi-ngopi, carilah Cafe, jangan coffeeshop.

 
Diujung jalan Witte de Withstraat yang menuju ke Museumpark, ada sebuah gereja yang lumayan besar. Didepannya ada semacam cafe outdoor yang tengah ramai pengunjung. Yang membuatku berhenti adalah saat membaca papan menu yang terpampang di pagar. Menunya tertulis dalam bahasa Belanda, namun ada satu yang memakai bahasa Indonesia, yaitu menu "Sate Babi"!! Wow... surprising juga melihatnya, haha... Pasti nih kalau ada ketiga sahabatku si Angel-Abeth-Erna, mereka langsung menyerbu masuk untuk makan sate babi! :p
Tak jauh diseberang gereja, berdirilah sebuah museum seni bernama Boijmans Van Beuringen Museum. Bangunannya tinggi dan kokoh, dengan sebuah patung yang entahlah apa bentuknya di halaman depan. Hanya seorang yang berdarah seni abstrak tinggi yang bisa memahami bentuk patung tersebut. Aku melangkahkan kaki masuk, bukan untuk betul-betul masuk dan menikmati museum. Karena aku bukan tipe orang yang doyan memelototi hasil karya seni, apalagi yang abstrak. Aku iseng-iseng masuk ke halaman didalam hanya untuk melihat seperti apa sih museum seni di Eropa itu? Apakah sama seperti museum seni rupa di Jakarta atau tidak. Saat aku masuk, yang kutemukan hanya 4 orang saja di halaman luas itu. Seorang wanita yang sedang duduk santai sambil menelepon, seorang pria yang mondar-mandir dengan wajah bingung, dan seorang ayah dan anak balita yang sedang bermain didalam kerangkeng besi super besar. Hmmm... sepi sekali museum ini. Ternyata sama saja seperti di Indonesia, jarang ada yang berminat menghabiskan weekend di sebuah museum. hihihi...
salah satu patung abstrak di museum B.V.B
Kakipun rasanya sudah mau 'potel' setelah berjalan kaki keliling Rotterdam City selama kurang lebih 5jam. Sebelum pulang, aku sengaja mampir ke kawasan Chinatown didekat Stasiun Rotterdam Centraal. Tidak ada yang menarik disepanjang jalan West Kruiskade ini. Hanya jejeran resto chinese food dan toko-toko (ruko) khas pemukiman chinese. Yang menarik, nama-nama toko disini tidak menggunakan kata 'Shop' melainkan 'Toko'. Seperti contohnya Toko Alin atau Toko apalah gitu namanya. Lucu juga melihat jejeran nama-nama toko itu.
Suasana stasiun Rotterdam Centraal
Hari sudah sore, kakipun sudah menjerit minta lepas sepatu alias nyeker. Sebelum naik tram dari stasiun Rotterdam Centraal, aku menyempatkan diri masuk kedalam stasiun untuk sekedar melihat bagaimana suasana didalamnya. Namun stasiun ini masih dalam tahap renovasi atau apalah aku tak tahu, yang pasti kondisi bagian sampingnya sangat tidak nyaman. Kalau bagian dalamnya okelah, cukup nyaman dan informatif. Lengkap dengan layar petunjuk jadwal dan platform kereta. Bagian informasi center pun mudah ditemukan dan pelayanannya pun ramah. Hmmm... Kalau begini sih, nggak takut lagi deh besok pagi harus pergi ke Delft pakai kereta. Paling tidak aku sudah mendapat gambaran harus bagaimana besok pagi setibanya disini.
Oke deh, nantikan ceritaku tentang pengalaman pertama naik kereta api di Eropa ya, di postingan cerita selanjutnya. Ciao! ;)

Tuesday, September 18, 2012

Hello from Holland :)

Dinginnya udara pagi buta menyergapku saat kaki ini untuk pertama kalinya menjejak tanah Eropa. Well, bukan tanah sih lebih tepatnya. Melainkan pelataran beton tempat parkir Bandara International Schipol, Amsterdam. Lelahnya badan ini setelah menempuh 16 jam lebih penerbangan Jakarta-Amsterdam, seolah tiba-tiba lenyap saat menyadari dimana kini aku berada. Ya, aku sudah tiba di Belanda. Sebuah pencapaian dari mimpi masa kecil, dan sebuah awal dari petualangan-petualangan baru di sebuah benua yang sarat dengan keindahannya. Dan disinilah aku memulai hari-hari bebas stress ku. :)
JKT-AMS by KLM Royal Dutch Airlines

Aku tiba di Schipol International Airport tepat pukul 05:50 pagi. Saat di imigrasi, petugasnya (ganteng!!) dengan ramah bertanya perihal tujuan ke Belanda dan tinggal dimana. That's it! Simple dan hanya makan waktu 30 detik, lalu 1 lagi koleksi cap pun ditambahkan kedalam paspor hijau ku. Beresss... eits, tunggu dulu. Masih ada satu hal yang bikin deg-degan. Soal selusin bumbu dan dua kaleng sarden yang aku jejalkan kedalam koper, kira-kira musti di declare gak ya? Sempat ciut juga saat melihat kearah pintu keluar custom yang dijaga oleh bukan hanya 1-2 petugas, melainkan 7 sekaligus!!! Duh, piye iki kalau nanti ternyata disuruh bongkar koper gegara bawa terasi udang dan sarden? hmmm... beberapa detik bimbang dan galau, akhirnya aku memutuskan untuk dengan cuek dan sok cool nya melenggang anggun melewati ketujuh petugas yang gede-gede itu! Dan pheewwww.... Lolos juga dari pintu itu! Hehe... sebuah ketakutan yang berlebihan memang. :p

Hari itu aku dijemput oleh hostdad, keluarga yang akan aku tinggali nanti. Perjalanan menuju Rotterdam memakan waktu 45 menit dengan mengendarai mobil. Pemandangan sepanjang jalan tol adalah padang rumput dengan kabut tipis mengambang dipermukaannya. Sesekali melewati kincir angin atau Molen, yang bikin tangan gatal untuk mengambil kamera di tas dan menjepretkannya di sepanjang perjalanan. Namun tentu saja hal itu tidak aku lakukan, karena mengingat disebelahku ada hostdad yang sedang asyik bercerita ngalor-ngidul. Nggak sopan sekali kalau aku nya malah asyik foto-foto! hehe... Tahan dulu deh, kan masih ada setahun kedepan menikmati negeri kincir ini. ;)

Hari pertamaku di Belanda, tepatnya di Hillegersberg district -sebuah kota kecil di pinggiran Rotterdam- aku lalui dengan... Kedinginan! Well, padahal saat itu masih summer dengan suhu 16-20'celcius. Tapi bisa-bisanya aku menggigil didepan heater saat tengah hari bolong. Dasar body dari negara tropis, mungkin kaget diajak ke wilayah berudara dingin.
Saat udara menghangat di sore hari, aku diajak ke village centrum untuk melihat-lihat. Di pusat desa ini, berjajar toko-toko dan cafe. Namun yang membuatku heran adalah jam tutup toko yang rata-rata tutup pada jam 6 sore. Dengan jam buka toko yang tergolong siang, jam 11. Wow, enak sekali ya para pemilik toko disini? Cuma 6-7 jam saja bekerja nya!

Bergse Dorpsstraat (Village centrum)
Rumah mungil dipinggir danau
Kemudian aku diajak menyusuri danau dengan boat pribadi milik keluarga Meneer Meesters, hostfamily ku. Danau yang belakangan aku tahu bernama Bergse Voorplas ini lumayan luas, dengan jejeran rumah-rumah mungil disepanjang tepinya. Rumah-rumah mungil ini dilengkapi dengan garasi perahu masing-masing. Sangat unik! Namun menurut Luc (hostdad), rumah-rumah ini hanya ditinggali saat weekend saja atau pada saat holiday season. Jadi semacam villa lah kalo di Indonesia. Di salah satu tepi danau, terlihat sebuah kincir angin tradisional Belanda bernama Prinsen Molen. Satu dari tujuh kincir angin yang masih tersisa di kawasan Rotterdam. Kali ini aku bisa menjepret si kincir nan anggun ini dengan leluasa. Next time, aku akan menyempatkan diri berkunjung ke Prinsen Molen ini untuk melihat dari dekat.
Prinsen Molen
 
Danau Bergse Voorplas terletak bersebelahan dengan danau Bergse Achteplas, dengan hanya dibatasi sebuah jalan raya utama Straatweg. Kami menyusuri kedua danau tersebut sore itu. Tampak banyak sekali orang yang berperahu ria di danau, termasuk segerombolan pemuda yang berpesta bir diatas boat besar. They called it "Summer Beer Party". Wow...
Summer Beer Party

Hollandaise Bitterballen, Lekker!
Kami menghabiskan sore itu di sebuah cafe pinggir danau dengan menikmati secangkir chocomelk atau susu coklat panas dan sepiring bitterballen, camilan khas Belanda yang dihidangkan lengkap dengan bendera Belanda pada tusuknya. It's nice! Holland is welcoming me well, Thanks. ;)
Sebuah canal cantik didepan tempat tinggalku :)

Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post