Suhu dingin sore ini menampar
sekujur kakiku yang tak berbalut layaknya seorang pengendara motor. Jalanan
Kaliurang kubabat dengan speedometer 80km/jam, tanpa menghiraukan dinginnya
Jogja yang kian membekukan dan siap membuatku masuk angin. Hari sudah semakin
gelap saat mata ini mulai memicing mencari-cari sebentuk panah warna merah
bertuliskan "Jejamuran". Kuarahkan sepeda motor ini menuju jalan raya
Magelang.
Jalan yang sama, dingin yang
sama, namun waktu dan kondisi yang berbeda. Sekejap memori ini melesat jauh
kebelakang, ke sebuah sore yang hujan di Magelang....
Kami keluar pelataran Borobudur dengan peluh di dahi yang kepanasan. Ya, cuaca
sore itu panas sekali. Cepat-cepat kami mengambil motor dan mengarahkannya
kembali ke Jogja, karena waktu sudah kian sore. Namun rupanya perjalanan kami
diiringi oleh awan gelap yang tak lama berubah menjadi hujan deras. Dia dengan
sigap membelokkan sepeda motornya ke sebuah warung yang telah tutup, dan
meneduh disana. Gemericik hujan yang kian lebat mengiringi derai tawa kami
disela-sela cerita, angan-angan, dan gurauan yang dibalut dengan udara dingin.
Sore kian menjemput, hujan mulai
reda, namun dingin seolah tak perduli dengan hawanya yang menusuk badan. Kami
perlahan menyusuri aspal licin dengan berbagi kehangatan ditengah dinginnya
gerimis sore. Melewati jejeran sawah yang menghijau, kami melihat sepasang bule
sedang foto-foto ditengah rumpun tanaman padi. Kami tersenyum, dan berucap
"suatu saat jika kita masih bersama dan traveling bareng lagi, kitapun
akan melakukan hal seperti itu. Berfoto in the middle of somewhere."
Hujan tiba-tiba menyergap kami
kembali. Semula kami tak perduli dan
tetap menembus butiran air dari langit itu. Namun tiba-tiba mata ini
tertumbuk pada sebuah bangunan kelabu dibalik pohon beringin besar. Aku tahu
itu apa. Memoriku kembali melesat ke 20 tahun yang lalu.
"Ibu...
Itu candi apa namanya?" Tangan kecilku menarik-narik lengan baju
ibu.
"Oooh, itu candi Mendut,
nduk" Ibu mengelus kepalaku.
"Aku mau kesana bu. Ayo
turun bu..." Aku merajuk manja pada Ibuku tersayang
"Lain kali ya nduk, kita kan sedang dalam
perjalanan mau ke Jogja. Masa turun dari bis ditengah jalan? Lain kali ya kita
kesana" Senyum Ibuku mampu meredam keinginanku untuk mampir ke Mendut.
Dan di sore yang hujan itupun,
tanganku kembali menarik-narik lengan baju, namun kali ini bukan baju Ibuku.
"Belok kiri, aku mau mampir kesana!" Tanpa ragu dia membelokkan arah
menuju pohon beringin besar, yang menutupi sebuah bangunan tunggal berwarna
abu-abu. Disana, ditengah sebuah pelataran rumput yang hijau, berdiri anggun
sebuah candi tunggal yang dikenal dengan nama, Mendut.
Aku berdiri di teras loket,
berteduh dari tetesan hujan yang masih saja mengguyur. Mata ini menatap si cantik Mendut, dan mengagumi
salah satu peninggalan Hindu tersebut. Entah kenapa aku lebih tertarik dengan
Mendut ini daripada dengan Borobudur ataupun Prambanan. Mungkin karena kedua
tempat tadi sudah terlalu komersil dan ramai wisatawan. Sedangkan Mendut tetap
menyendiri di antara perkampungan warga, seolah dialah satu-satunya primadona
yang berdiri anggun, seorang diri.
Hujan telah berubah menjadi rintik kecil disertai hawa dingin yang
membuatku merapatkan jaket hingga ke leher. Tapi percuma saja, setengah paha
hingga ujung kaki ini tak berbalut apa-apa. Aku yang selalu traveling
bercelana pendek ini kadang merasa kerepotan saat harus berhadapan dengan cuaca
yang tak bersahabat. Namun dinginnya sore itu seolah sirna saat mata ini
terpaku menatap sebentuk indah berwarna-warni disudut atas Mendut. Wow...
Sungguh karya indah tangan Sang Pelukis alam! Sebuah pelangi yang terbentuk
setelah hujan, kini menggantung lembut diatas kokohnya Mendut, ditengah
pelataran berumput basah.
![]() |
Mendut berpelangi |
Disana, hanya ada aku, dia, dan
sepasang bule yang tadi kulihat ditengah sawah. Kami berempat terdiam beberapa
detik, mengagumi indahnya langit sore itu. Kuabadikan sebentuk anggun Mendut
yang dipayungi pelangi nan cantik. Terima kasih Tuhan, aku masih diberi
kesempatan mampir di candi ini dan menyaksikan cantiknya suasana sore setelah
hujan kala itu... Di pelataran candi yang dulu sering aku lewati semasa kecil,
yang kupandangi dari dalam kaca mobil, aku singgah bersama dia... Yang dulu
pernah sangat berarti untukku.
![]() |
Terimakasih Jogjakarta :) |
Suara klakson disekitar menyadarkan lamunanku dan menyeret memori itu masuk kembali kedalam sekat-sekat yang rapat terkunci. Sore ini, dingin yang sama... Dan masih di jalan Magelang yang sama, disebuah perempatan, aku membelokkan sepeda motorku ke kanan, sambil melempar pandang kesebuah tepi jalan dimana dulu aku dan kamu pernah duduk disana. Sebentuk senyum menghiasi wajahku, saat mengingat memori yang dulu pernah terasa indah. Sebuah jejak kepingan kisah kita, yang tertinggal di Jogja... :)