Friday, December 14, 2012

My Eurotrip: Trimester Pertama

Apa yang ada dipikiranmu saat mendengar kata Eurotrip? Pasti pikiran langsung melesat ke segala penjuru Eropa dengan kelebatan bayangan tempat-tempat menarik yang ingin dikunjungi. Ya, itulah juga yang ada didalam otakku saat pertama kali menginjakkan kaki di tanah Eropa, tepatnya di pelataran parkir Schipol International Airport - Amsterdam.

Buku Sakti :)
Disela-sela ucapan syukur saat pertama kalinya menjejak Eropa, aku menyelipkan sebuah proposal "Eurotrip - My Travel Wish List", ke hadirat Tuhan YME. Proposal? Kenapa disebut proposal? Ya karena bentuknya masih berupa rancangan mentah, tanpa adanya dana finansial untuk menyelenggarakannya. Hanya sebuah proposal pengajuan izin dan restu kepada Yang Maha Berkehendak. Permohonan agar rencanaku ini nantinya diberi izin dan syukur-syukur diberi bantuan dana juga, sehingga bisa terlaksana apa yang tercantum didalam proposalku itu. Sama halnya seperti saat kita dulu menjadi anggota OSIS di sekolah, seringkali membuat proposal untuk Pentas Seni atau apalah, dan mengajukannya kepada Kepala Sekolah. Untuk apa? Untuk minta izin penyelenggaraan acara dan tentunya minta bantuan dana tho? Sama halnya dengan proposal Eurotrip-ku. Bedanya cuma kali ini aku tidak mengetik, mengeprint, dan menjilidnya. Aku hanya mengucapkannya didalam doa.

Apa isi proposal ku? Isinya untaian mimpi dan harapan untuk bisa menginjakkan kaki di berbagai negara di Eropa. Kapan waktu pelaksanaannya? Dimulai dari detik pertama aku turun dari pesawat, hingga satu tahun kedepan, atau syukur-syukur kalau Yang Maha Berkehendak mengizinkan aku untuk extend lebih lama lagi disini. Berapa dana yang dibutuhkan? Berapapun dana yang diberikan oleh Beliau Yang ada di Atas, mudah-mudahan dicukupkan untuk mewujudkan mimpi-mimpi ku tersebut. Apa target yang aku tetapkan di dalam proposal ku? Targetnya adalah... Minimal satu negara setiap bulan! Kata-kata penutup? Amin Amin dan Amin.

Setelah mengajukan proposal, lalu harus bagaimana? Oke, pertanyaan yang bagus! Masih ingat jaman sekolah bikin proposal Pentas Seni donk ya... Biasanya setelah proposal ditanda-tangani oleh KepSek, kita langsung bikin rancangan hal-hal apa saja yang harus dilakukan terlebih dahulu. Nah, sama. Setelah aku mengajukan proposalku, aku langsung mengambil langkah, bukan langkah seribu pastinya ya. Pertama-tama aku memilih, negara mana sih yang menjadi prioritas utamaku? Kembali aku mengaduk-aduk isi otakku, dan menemukan bahwa Eiffel telah tertanam didalam otakku sejak aku masih kecil. Baiklah, aku putuskan untuk mulai mengumpulkan segala informasi untuk pergi ke Perancis.

Aku mulai memikirkan waktu yang tepat, hunting tiket, membuat rancangan dana, dan itinerary perjalanan. Tentunya disela-sela aktivitasku disini di Belanda. Dan tentu saja aku tak menyia-nyiakan waktuku untuk tidak mengexplore Belanda itu sendiri. Jadi hitunglah Belanda sebagai negara pertama penjelajahanku di Eropa. Dimulai dari Minggu pertama aku disini, aku mulai merambah keluar dari Rotterdam, kota tempatku tinggal. Aku menjelajah Delft, sebuah kota kecil yang sarat dengan pelajar dan suasana kota yang tenang. Kanal-kanal cantik membelah-belah kota, menjadikannya makin eksotis dengan jembatan melengkung dan deretan sepeda yang tertambat di sisi jembatan. Belum lagi jejeran cafe yang bertengger manis di bantaran kanal dengan dipayungi pepohonan yang mulai menguning daunnya. Cantik! Sungguh ironis mengingat di Jakarta tidak dapat kita temukan hal semacam ini di bantaran sungai Ciliwung.
Delft & Kanal cantiknya :)
Dilanjutkan dengan minggu keduaku disini, aku mengeksplore Den Haag. Kota pusat pemerintahan Kerajaan Belanda ini merupakan salah satu kota dimana aku banyak berjumpa dengan sesama orang Indonesia.  Saat mengantre beli makanan, tengok kanan ada orang Indonesia. Saat makan di rumah makan, tengok ke kiri ada orang Indonesia. Bahkan saat menunggu tram di pinggir jalan, diajak ngobrol sama mas-mas banci yang juga dari Indonesia. Oalaaah… ini kota isinya tetangga setanah air semua! Haha… Di Den Haag banyak terdapat Toko-toko Asia yang menjual bahan-bahan makanan khas Indonesia. Rumah makan Indonesia pun banyak terlihat di sisi jalan. Aku menghabiskan sekitar 2 hari untuk menjelajahi Den Haag. Mulai dari pantai Scheveningen, yang oleh warga Belanda dibangga-banggakan sebagai pantai cantik nya mereka. Namun saat aku berada disana, aku cuma bisa melongo menyaksikan air laut yang kelabu dan pasir pantai yang coklat. Plus awan mendung dan angin dingin musim gugur yang dijamin bisa bikin masuk angin. Mana cantiknya??? Aku senyum-senyum sendiri, berbangga hati menjadi warga Negara Indonesia, sebuah Negara kepulauan yang dianugerahi kekayaan bahari dan ribuan pulau berpantai cantik!

pantai Scheveningen yang dingin (-__-")


at Madurodam
Kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi Madurodam, taman miniatur Negara Belanda. Tempat ini merupakan salah satu tempat wajib dikunjungi saat berada di Belanda. Tiket masuk seharga €14 itu menurutku ya lumayan lah untuk menikmati Belanda secara keseluruhan dalam versi mini nya. Di taman yang tak seberapa luas itu, kita bisa melihat berbagai tempat di seluruh penjuru Belanda. Mulai dari Port of Rotterdam, Erasmus Brug, Schipol Airport, Arena Stadium, Kinderdijk, bangunan-bangunan penting dan khas di Belanda, hingga pasar keju Gouda. Keseluruhan bangunan dibuat mini, bahkan sampai pohon-pohonnya pun mini. Lumayan untuk menambah pengetahuan akan tempat-tempat penting di Belanda. Dan tentunya buatku, penting untuk tahu tempat mana saja yang kira-kira bagus untuk dikunjungi nantinya. Hehe….
Selain Madurodam, aku juga mengunjungi Vredes Paleis atau The Peace Palace yang merupakan kantor Mahkamah Internasional PBB sekaligus Akademi Hukum Internasional Den Haag. Namun sayang, hanya bisa menikmati keindahan bangunannya dari luar pagar saja. Kemudian tak lupa juga mengunjungi The Binnenhof (kantor pemerintahan Belanda) dan museum Mauritshuis yang terkenal itu. Menghabiskan sore menjelang malam di kawasan Centrum dengan menyusuri Lange Poten yang di kanan-kiri nya banyak berjejer toko-toko dan butik yang memanjakan mata dan menggelitik kantong!

Vredes Paleis / Peace Palace
Di minggu ketiga, rupanya Beliau Sang Maha Baik memberikan bonus kejutan. Aku berkesempatan mengunjungi Belgia, tepatnya ke sebuah kota kecil bernama Brasschaat di dekat Antwerpen. Memang sih tidak bisa dikategorikan sebagai “acara jalan-jalanku” karena kunjunganku kesana dalam rangka acara keluarga, mengunjungi Opa & Oma dari keluarga angkatku disini. Tapi tetep donk ya bahagianya luar biasa saat menempuh perjalanan sekitar 1 jam dan melewati perbatasan Netherlands-Belgium itu. Akhirnya aku menginjakkan kaki di negara ke-2, Belgia. Hari itu cuaca cerah, matahari menyiramkan sinarnya tak tanggung-tanggung  meskipun suhu udara tetap saja dingin. Aku menghabiskan hari di Brasschaat dengan berenang, keliling desa dan hutan di sekitar rumah Opa, dan menikmati sore hari dengan secangkir teh buatan Oma di taman cantik belakang rumah. Yang aku lihat di kota kecil itu, bentuk bangunan rumahnya berbeda dengan rumah tipe Belanda yang beratap runcing dan bercerobong asap. Rumah-rumah di Belgia relatif terlihat lebih ‘gemuk’ dan luas. Kabarnya, harga tanah dan bangunan di Belgia memang lebih mahal dibanding dengan Belanda. Entahlah aku juga tidak begitu perduli dengan harga tanah. Yang aku tahu, hari itu aku sangat menikmati suasana kota Brasschaat yang tenang dan damai, dengan hutan-hutan kecilnya yang masih hijau dan segar.

Sore di Brasschaat :)

Eiffel... Finally! :)

Dan tibalah aku di minggu keempat alias satu bulan aku berada disini. Seluruh persiapanku ke Paris-Perancis sudah matang. Tiket sudah dibeli, ransel sudah diisi, agenda perjalanan sudah terperinci, dan uang saku pun sudah dibekali. Yes!! Tepat 1 bulan 3 hari aku hidup di Belanda, aku akhirnya melangkahkan kaki untuk menginjak negara ke-3 dalam daftar Travel Wish List ku. Terima kasih Tuhan, Engkau sungguh baik. Di bulan Oktober aku berhasil mewujudkan mimpi masa kecilku ke Paris, melihat Eiffel!
Menghabiskan hampir 4 hari di Paris dan Versailles (baca postingan sebelumnya), aku kembali mengucap syukur dan terima kasih kepada Beliau yang telah menanda-tangani proposal Eurotrip ku. Karena tanpa izin dan kuasa Nya, mustahil aku bisa menginjakkan kaki di 3 negara dalam waktu kurang lebih 1 bulan, dengan budget dibawah rata-rata. Banyak yang mengira aku ini kebanyakan uang (amin!) hingga bisa dengan mudahnya menclok sana-sini dalam waktu singkat. Padahal kalau saja mereka (dan kamu) tahu berapa tepatnya dana yang disumbangkan oleh Dia Yang Maha Baik kepadaku tiap bulannya untuk melaksanakan proposal Eurotrip ku ini, mungkin mereka (dan juga kamu) pasti bakalan melongo dan bilang “Hah? Memangnya cukup duit segitu buat survive sebulan plus jalan-jalan?”. Dan mungkin aku akan menjawab dengan tersenyum, “Tuhan itu baik dan selalu mencukupkan…”
Sepulang dari Perancis, jujur aku sempat bengong tak tahu harus kemana lagi karena belum punya ancang-ancang untuk the next plan. Akhirnya aku menghabiskan weekend-weekend ku untuk kembali menjelajah si Negeri Kincir ini. Melanjutkan penjelajahan ke berbagai kota tetangga, mulai dari Kinderdijk, Leiden, Breda, Utrecht, Den Bosch, Dordrecht, Maastricht, dan tak lupa Amsterdam.

Dom Kerk - Utrecht, salah satu gereja gothic yang masih tersisa di Belanda
Kinderdijk, sebuah desa kincir angin yang terkenal dan dijadikan UNESCO World Heritage. Memiliki 19 buah kincir angin khas Belanda yang disebut Molen, yang berjajar rapi di tepian kanal berumput ilalang. Cantik! Dan cuaca sedang bersahabat saat aku kesana, sehingga menghasilkan beberapa hasil karya jepretan yang breath taking. Aku membawa serta sepedaku menaiki boat dari Rotterdam menuju Kinderdijk, dengan lama perjalanan sekitar 1 jam. Menyusuri cantiknya Kinderdijk dengan bersepeda itu sangatlah mengasyikkan. Konon katanya, saat musim dingin tiba dan kanal-kanal membeku, akan sangat menyenangkan bisa ber-ice-skating ria di desa kincir angin ini. Well, mungkin aku akan mencobanya saat winter tiba nanti.

Kinderdijk
Amsterdam, Ibu kota negara Belanda, dan juga merupakan touristy centre bagi siapa saja yang berwisata ke negeri kincir ini. Kesan pertama? Hmmm…. Aku kurang suka Amsterdam! Lho, kenapa? Bukannya Amsterdam merupakan tujuan wisata di Belanda seperti tertera di brosur-brosur wisata travel agent kebanyakan? Ya memang, dan justru itulah yang membuat Amsterdam menjadi kurang nyaman untuk dinikmati. Karena dipastikan hampir semua orang dari seluruh penjuru dunia akan mengunjungi Amsterdam saat pertama kali menjejak di Belanda. Hayo, bener nggak? Survey mengatakan, “iya”. Amsterdam dalam kacamataku, ramai (terlalu ramai malah) dan semrawut (dalam hal lalu lintasnya). Ramai oleh para wisatawan yang berbondong-bondong menyusuri Damrak dan Centrum menuju Dam Square, ataupun mereka yang dengan raut muka penasaran cengengesan berlalu-lalang mblusak-mblusuk di setiap gang kawasan Red Light District. Bau ganja yang mengambang di udara pun menambah rasa pusing di kepala yang telah disebabkan oleh keramaian manusia tadi. Ditambah lagi para pengendara sepeda di kota ini kurang beradab dibandingkan kota lain di Belanda yang rata-rata pengguna sepedanya anteng-anteng. Terlihat dari gaya mereka mengendarai sepeda yang sering ngebut dan tidak mau mengalah pada pejalan kaki! Total, selama 2 hari mengeksplore Amsterdam, aku memutuskan untuk bilang “Aku kurang suka Amsterdam”.

senja di Amsterdam dengan latar belakang menara gereja Nieuwe Kerk
 Namun, masih banyak kota lain di Belanda yang nyaman dikunjungi seperti Leiden dan Breda yang tenang (relatif sepi malah). Juga Utrecht, kota kanal cantik dengan stasiun kereta api terbesarnya. Atau s-Hertegenbosch (Den Bosch) kota tua dengan St. Jans Cathedral nya yang luar biasa cantik. Dordrecht atau Maastricht dengan kota tua dan Christmas Market nya yang cantik. Mengunjungi kota-kota yang berbeda setiap weekend, merupakan agendaku tiap bulan.
Sampai pada akhirnya terbersitlah inspirasi untuk menghabiskan liburan natal tahun ini di sebuah tempat diluar Belanda. Dan tawaran untuk traveling bareng dari seorang teman pun aku terima tanpa berpikir dua kali. Satu minggu di Jerman dan Republik Ceko sepertinya cukup seru, apalagi mengingat Jerman adalah negara di Eropa yang memiliki Christmas Market terbanyak. Well, Oke lah kalau begitu! Mulai lagi persiapan untuk penjelajahan selanjutnya. Hunting tiket kereta + pesawat, mencari host Couchsurfing, booking hostel, hingga mempersiapkan baju tempur yang memadai untuk traveling di musim dingin nanti. Ya, Desember adalah musim dingin yang bisa dipastikan bersalju dengan suhu hanya satu digit angka saja bahkan bisa minus. Traveling di negara dingin tentu berbeda dengan di negara tropis. Kalau di Asia Tenggara aku selalu traveling bercelana pendek, disini jangan harap bisa bercelana pendek. Bahkan pakai baju dan celana pun harus berlapis-lapis!

Train Ticket to Duesseldorf - Germany :)

Seluruh persiapan untuk Xmas Trip nanti sudah 80% matang. Tinggal satu minggu lagi, dan aku harus mempersiapkan mental dan stamina menghadapi cuaca yang makin dingin setiap harinya. Sambil tak henti memohon pada Yang Kuasa, semoga diberi kelancaran dalam perjalananku nanti ke Jerman dan Ceko. Rute perjalananku kali ini adalah ke Duesseldorf – Cologne (Koln) – Prague, dengan total waktu 6 hari. Dan bertepatan dengan malam natal nanti, aku akan berada di Prague – kota bohemian di Republik Ceko yang terkenal dengan kastil nya yang cantik. Praktis, Jerman dan Ceko akan menjadi Negara ke-4 dan ke-5 dalam daftar kunjungan Travel Wish List ku. Di bulan keberapa? Di bulan Desember, tepat saat 3 bulan 14 hari aku disini, aku akan melangkahi kembali border negara Belanda dan menginjakkan kaki di negara asal Oliver Kahn dan Pavel Nedved! Hehe…
Dan… Kembali aku berkata “God is Good!” saat pada suatu malam tanpa sengaja obrolan isengku dengan seorang teman berubah menjadi sebuah tiket di tangan. Ya, kami membicarakan mengenai rencana pergi ke Spanyol tahun depan, namun tanpa tahu kapan tepatnya. Spanyol termasuk kedalam “tiga besar negara wajib dikunjungi” dalam daftar Travel Wish List ku (setelah Perancis dan Italia). Dan ternyata, obrolan iseng itu pun menggelitik tangan ini untuk memainkan mouse menjelajah dunia maya, mencari-cari tiket pesawat termurah untuk pergi kesana. Dan akhirnya angka €30 itupun menggedor adrenalinku. Ya, €30 untuk tiket pesawat pulang-pergi ke Barcelona, Spanyol! Tanpa banyak diskusi, aku sepakat dengan temanku untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Bayangkan, hanya €30 ditambah PPN dan Service fee total menjadi €42, alias sekitar setengah juta rupiah saja sudah bisa PP ke Spanyol. Dan pilihan jatuh pada bulan Januari 2013, di minggu ke-3. Tepat saat 4 bulan 10 hari aku disini, aku akan melangkahi kembali border negara Belanda dan menginjakkan kaki di The Matador, negara asal sang pujaan hati Cesc Fabregas dan para aktor lapangan hijau yang super cute itu! Dan Spanyol akan menjadi negara ke-6 ku dalam kurun waktu (Thanks God!) 4 bulan.
Begitulah, trimester pertama ku hidup di Belanda. Aku jalani hari demi hari dengan selalu mengucap syukur pada Yang Maha Baik untuk setiap hal dalam hidupku. Sempat ada teman di Indonesia yang bertanya padaku kemarin, “Kamu ngapain merantau jauh-jauh ke Eropa, saat teman-temanmu disini sudah mulai menikah satu persatu. Kalau kamu kerjaannya jalan-jalan melulu, kapan cari jodohnya?”. Aku hanya tersenyum simpul dan menjawab, “Setiap manusia sudah punya jodohnya masing-masing, nggak perlu dicari. Saat ini prioritas utamaku adalah mencicipi Eropa. Siapa tahu kan nanti ketemu jodohnya secara kebetulan saat traveling? Hehe…”
Tapi jujur, pertanyaan temanku itu lumayan menggelitik naluriku untuk menyelipkan sedikit tambahan kedalam proposal Eurotrip ku. Aku tidak minta yang muluk-muluk, hanya berucap “Tuhan, jika memang Engkau telah menyiapkan jodoh untukku, aku ingin kami dipertemukan di sebuah perjalanan, di tanah Eropa ini. Dan aku akan sangat berterima-kasih jika dia adalah seorang pecinta jalan-jalan seperti halnya aku.” :)
“I know that if we give this a little time, it will only bring us closer to the Love we wanna find…”


(inspired by videoclip Lady Antebellum – Just A Kiss)

Tuesday, December 11, 2012

A Lil' Step to... Versailles - France!

Aku berjalan cepat menembus gerimis di pagi hari yang dingin, menuju stasiun kereta Bry-Sur-Marne, Perancis. Sarung tanganku sepertinya tak mampu menahan rasa dingin cuaca pagi itu. Ya, hari-hariku selama di Perancis selalu diselimuti dengan hujan dan udara dingin. Sehingga kurang bisa menikmati dan hunting foto spektakuler. Namun buruknya cuaca tak mengurangi decak kagumku setiap kali menjumpai tempat-tempat cantik di Perancis, seperti di Versailles.

Kereta bergerak cepat menuju bagian luar kota Paris. Selama kurang lebih 30 menit di perjalanan, aku perhatikan banyak diantara para penumpang kereta yang memegang peta metro, sama halnya denganku. Hmmm... jangan-jangan mereka ini juga turis dengan tujuan yang sama, ke Chataeu de Versailles - istana Raja dan Ratu Perancis di abad ke-16 . Dan ternyata dugaanku benar, semua orang di gerbong ini turun di stasiun terakhir yaitu Versailles Rive Gauche Station. Whooaa... saat aku turun dari kereta, ratusan orang lain pun turun dan berbondong-bondong menuju pintu keluar yang ke arah Versailles Palace. Lobby stasiun yang kecil itu pun mendadak penuh sesak oleh manusia. Aku menunggu sampai kerumunan itu berangsur menghilang. Malas rasanya berdesak-desakan di pintu keluar stasiun, macam mau masuk pintu GOR Senayan saja!

Di pintu keluar stasiun sudah ada beberapa orang berseragam resmi yang menunggu. Rupanya mereka adalah petugas resmi dari Travel Agent yang memberikan pengarahan, harus lewat mana kalau mau ke Versailles Palace. Mereka juga menawarkan paket guided tour, yang sepertinya harganya bisa ditawar. Aku membuka payungku dan menembus hujan menuju arah yang ditunjukkan si petugas travel tadi. Banyak sekali wisatawan yang sama-sama menuju kesana hari itu. Di hari hujan saja banyak sekali pengunjungnya, apa kabar kalau hari cerah ya? :)
salah satu sudut istana yang berpagar emas
Sampai di pelataran Place de Armes, terlihat deretan payung terkembang yang berjejer di tengah lapangan, membentuk barisan menuju pintu masuk istana. Euwww... harus ya ngantri segitu panjangnya ditengah hujan begini? Aku dan Irina saling pandang dan sepakat untuk men-skip kunjungan ke istana dengan terlebih dahulu mengunjungi garden dan Trianon - tempat tinggal para ratu & putri raja (taman Kaputren kali ya istilahnya kalau di istana Jawa). Aku bertanya ke bagian informasi apakah ada diskon khusus bagi pelajar berusia dibawah 26th. Dan ternyata, kami bisa masuk istana dan Trianon GRATIS dengan menunjukkan Residence Permit Card. Kami hanya membayar entrance fee ke garden nya saja seharga €6.50. Sebenarnya harga tiket resmi untuk mengakses istana, garden, Trianon, serta Marie Antoinette Estate itu sendiri adalah €18. Atau jika mau masuk ke istananya saja seharga €15. Namun jika kita adalah penduduk Uni Eropa (EU Citizen) maupun warga asing yang memiliki Residence Permit, dan berusia dibawah 26th, serta memiliki kartu pelajar, maka kita di-GRATIS-kan masuk ke wilayah ini. Menguntungkan bukan? ;)
bagian depan Versailles Palace
Chateau de Versailles
salah satu parterre di halaman belakang istana
Masuk ke area garden melalui gerbang South Wing, mata ini disambut dengan hamparan taman berbentuk simetris khas French garden. Berdiri tepat di belakang istana, aku hanya bisa berdecak kagum melihat hasil karya keterampilan tangan para French gardener disini. Disebelah kiri ada South Parterre dan Orangery yang berbentuk melingkar-lingkar bak hamparan permadani hijau bermotif elegan. Di tengah halaman belakang istana, ada Water Parterre yaitu dua buah kolam air mancur dengan patung-patung klasik di tepinya. Menengok ke kanan, ada North Parterre yang terhubung oleh Water Avenue menuju Dragon Fountain dan Neptune Fountain, yang ukuran kolamnya 3x luas kolam Senayan! Bahkan saat menengok ke belakang pun, mata ini masih terkagum-kagum akan keindahan arsitektur dinding belakang istana yang dipenuhi jejeran patung dan pilar klasik. Satu kata: WOW.... Ini baru sebagian kecil saja yang aku lihat, namun sudah mewakili kesan utama dari Chateau de Versailles yaitu... Luxury!
dinding bagian belakang istana
Latona Fountain dengan latar belakang Green Carpet & The Grand Canal
Aku mengikuti arah peta menuju Trianon, melewati Latona Fountain yang cantik dan menyusuri Green Carpet, sebuah hamparan rumput hijau memanjang dengan aneka taman dan labirynt di kanan kirinya. Green Carpet ini menuju Apollo Fountain yang tepat berada didepan The Grand Canal, sebuah kanal buatan yang berbentuk + (tanda plus) dan luasnya segede bagong. Di Apollo Fountain ini, terdapat patung dewa Apollo dengan kereta kudanya menyembul ditengah kolam. Di dekat kolam ada pemberhentian kereta mini yang bisa membawa kita keliling area Versailles garden dengan rute tertentu. Biaya naik kereta ini sekitar €3 untuk return alias bolak-balik.
French Garden di halaman belakang istana
Apollo Fountain
pepohonan yang dibentuk kotak memanjang, cantik! :)
Aku melanjutkan dengan berjalan kaki ditengah siraman gerimis nan dingin, bermaksud untuk menikmati setiap jengkal jalanan berbatu yang diapit pohon-pohon yang dibentuk kotak memanjang dan di-trim sempurna, khas French garden. Tibalah didepan gerbang The Grand Trianon, bangunan berwarna pink pastel yang sudah mulai memudar itu dulunya merupakan tempat Raja menjamu tamu-tamunya untuk makan malam. Kebetulan saat aku datang, sedang berlangsung sebuah pameran yang memamerkan benda-benda peninggalan kerajaan. Grand Trianon ini terdiri dari banyak ruangan besar yang lengkap berisi meja-meja makan dengan chandeliar yang cantik. banyak terdapat lukisan-lukisan The Lady Trianon, para Ratu dan Putri Raja. Dibelakang Grand Trianon terdapat parterre atau taman dengan air mancur. Masih terlihat bunga-bunga berwarna ungu dan kuning di taman itu, sisa-sisa kecantikan bunga musim semi yang masih bertahan hingga musim gugur ini.
Galerie des Cotelle @ The Grand Trianon
The Peristyle Marble hall

salah satu lorong bawah tanah di Petit Trianon
Tak jauh dari Grand Trianon terdapat Petit Trianon, yang dulunya merupakan tempat pribadi Queen Marie Antoinnette memanjakan diri dan bersantai. Di Petit Trianon yang berbentuk kotak berwarna pastel ini, terdapat beberapa ruangan yang berfungsi sebagai kamar, dapur, ruang makan, kamar mandi, dll layaknya rumah hunian. Tak banyak yang bisa dilihat didalam Petit Trianon. Namun saat melangkahkan kaki menuju ke kebun di samping Trianon, mata langsung tertumbuk pada hamparan rumput hijau dengan anak sungai yang mengalir tenang disisinya, dan dikejauhan tampak sebuah kubah putih dengan bunga-bunga disekelilingnya. Kubah putih itu adalah sebuah gazebo yang disebut Le Temple de l'Amour (Temple of Love). Bangunan cantik ini terletak di tepi sungai mini dengan jembatan kecil nan cantik. Sungguh suasana disini sangat tenang dengan pemandangan yang indah.
Petit Trianon
Petit Garden & Temple of Love
Le Temple de l'Amour
Aku berniat untuk melanjutkan penjelajahan ke Marie Antoinnette Estate, rumah tinggal sang Ratu yang terletak lumayan agak jauh dibelakang Temple of Love. Namun sayang, waktu sudah tak memungkinkan untuk kesana karena sudah sore, dan aku belum sempat masuk ke Istana. Akhirnya dengan berat hati aku kembali ke Istana untuk melihat-lihat sebentar didalamnya.

audio guide
Saat masuk melalui pintu utama dibagian depan, kembali aku diijinkan masuk dengan gratis hanya dengan menunjukkan kartu residence permitku. Setelah melewati mesin detector, aku menuju ke bagian Audio Guide counter, dimana kita bisa meminjam alat semacam walkie-talkie yang bisa menjelaskan tentang setiap sudut istana ini. Alat ini dilengkapi dengan entah sensor atau teknologi apa, yang secara otomatis menerangkan dengan detail, ruangan demi ruangan yang kita lewati. Namun sayang, suasana didalam istana betul-betul ramai dipadati pengunjung sehingga kurang leluasa dan berkonsentrasi mendengarkan penjelasan audio guide berbahasa Inggris itu.

Banyak sekali ruangan megah didalam Versailles Palace. Mulai dari The Royal Chapel, kamar Raja, ruang perjamuan makan, galeri lukisan, hingga yang paling tersohor yaitu The Hall of Mirror. Ya, ruangan yang berbentuk memanjang ini dipenuhi dengan cermin, jendela kaca, chandeliar-chandeliar cantik, patung-patung emas, hingga atap yang dipenuhi dengan lukisan megah. Decak kagum dan gumaman takjub banyak terdengar disekitarku saat memasuki ruangan megah ini. Inilah ruangan yang paling tersohor dari Versailles Palace itu sendiri, dan aku bersyukur telah berkesempatan berdiri di dalamnya, mengagumi hasil karya tangan seniman abad pertengahan.
The Hall of Mirror
salah satu patung emas didalam Hall of Mirror
The Royal Chapel
Tak terasa waktu sudah kian sore namun gerimis masih setia memayungi langit Versailles dari pagi hingga sore hari. Aku melangkahkan kaki melintasi Place de Armes menuju stasiun kereta. Aku sempat menoleh ke belakang, masih mengagumi sebentuk istana berpagar emas itu. Sebuah peninggalan dan bukti kemewahan kerajaan Perancis di era abad pertengahan. Aku berjanji didalam hati, suatu hari nanti aku akan kembali kesini, untuk menuntaskan penyusuranku ke setiap sudut Chateau de Versailles, terutama ke Queen's Hamlet dan Marie Antoinnette's Estate. Semoga! :)

Wednesday, November 14, 2012

Inspirational Travel Quotes

If you have a passion in travel... or you have a desire to travel... or you are the traveler...
Whatever you are, I present you these inspirational quotes.
Then after that you can grab your backpack or luggage and start your own journey...
And SEE THE WORLD!!!
Just like what I did! :)



1 . The world is a book and those who do not travel read only one page.St. Augustine

2 . All journeys have secret destinations of which the traveler is unaware.Martin Buber

3 . The traveler sees what he sees, the tourist sees what he has come to see. The whole object of travel is not to set foot on foreign land; it is at last to set foot on one’s own country as a foreign land.Gilbert K. Chesterton

4 . Like all great travelers, I have seen more than I remember, and remember more than I have seen.Benjamin Disraeli

5 . When you travel, remember that a foreign country is not designed to make you comfortable. It is designed to make its own people comfortable.Clinton Fadiman

6 . To travel is to discover that everyone is wrong about other countries.Aldous Huxley

7 . The use of traveling is to regulate imagination by reality, and instead of thinking how things may be, to see them as they are.Samuel Johnson

8 . If you reject the food, ignore the customs, fear the religion and avoid the people, you might better stay at home.James A. Michener

9 . Throw your dream into space like a kite, and you do not know what it will bring back, a new life, a new friend, a new love, a new country.Anais Nin

10 . He who would travel happily must travel light.Antoine de St. Exupery

11 . Travel is the frivolous part of serious lives, and the serious part of frivolous ones.Anne Sophie Swetchine

12 . There are no foreign lands. It is the traveler only who is foreign. – Robert Louis Stevenson

13 . Twenty years from now you will be more disappointed by the things you didn’t do than by the ones you did do. So throw off the bowlines, sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.Mark Twain

14 . I travel light. I think the most important thing is to be in a good mood and enjoy life, wherever you are.Diane von Furstenberg

15 . What you’ve done becomes the judge of what you’re going to do, especially in other people’s minds. When you’re traveling, you are what you are right there and then. People don’t have your past to hold against you. No yesterdays on the road.William Least Heat Moon

16 . The great difference between voyages rests not with the ships, but with the people you meet on them.Amelia E. Barr

17 . Own only what you can carry with you; Let your memory be your travel bag.Alexander Solzhenitsyn

18 . Wherever you go, go with all your heart.Confucius

19 . Travel has a way of stretching the mind. The stretch comes not from travel’s immediate rewards, the inevitable myriad new sights, smells and sounds, but with experiencing firsthand how others do differently what we believed to be right and only way.Ralph Crawshaw

20 . I can’t think of anything that excites a greater sense of childlike wonder than to be in a country where you are ignorant of almost everything.Bill Bryson

21. No one realizes how beautiful it is to travel until he comes home and rests his head on his old familiar pillow. – Lin Yutang

22. A wise traveler never despises his own country.Carlo Gordoni

23. Don’t tell me how educated you are, tell me how much you traveled.Mohammed

24. Travel is like knowledge. The more you see, the more you know you haven't seen.Mark Hertsgaard

25. A traveler without observation is a bird without wings.Moslih Eddin Saadi

26. Certainly, travel is more than the seeing of sights; it is a change that goes on, deep and permanent, in the ideas of living.Miriam Beard               

27. Once the travel bug bites there is no known antidote, and I know that I shall be happily infected until the end of my life.Michael Palin

28. A journey of a thousand miles must begin with a single step.Lao Tzu

29. We live in a wonderful world that is full of beauty, charm and adventure. There is no end to the adventures we can have if only we seek them with our eyes open.Jawaharlal Nehru

30. One’s destination is never a place, but a new way of seeing things.Henry Miller



"Quit job, buy a ticket, get a tan, fall in love, never return."
 

Saturday, November 10, 2012

A Lil' Step to... Paris (part 2)

Ramalan cuaca Paris hari Sabtu itu dikabarkan mendung. Aku bangun pagi dan bersiap dengan baju perang untuk mengantisipasi cuaca yang kurang bersahabat. Memakai baju 3 lapis plus coat, legging+jeans, boots, serta kupluk+sarung tangan dan tak lupa payung aku jejalkan kedalam tas. Setelah sarapan, Aku dan Irina pamit ke yang punya rumah, dan mulai menembus dinginnya suhu pagi hari kota Bry-Sur-Marne, Perancis. Gerimis pun mengundang... damn!


antrian di sela-sela kaki Eiffel
Turun dari kereta, aku berjalan cepat menuju Eiffel, si menara yang kemarin gagal aku taklukkan karena antriannya yang 'me-naga' itu. Kali ini aku berharap dengan datang pagi bisa terhindar dari antrian 'ular naga panjangnya tak terkira'. But... Olalaaa... sampai di pelatarannya, sudah ada si ular naga yang meliuk-liuk disela-sela kaki Eiffel. Haiiizzz... Nggak mau donk ya jauh-jauh kesini masa harus kalah lagi sama antrian layaknya ular naga itu. Akhirnya aku nyelip diujung belakang antrian dan mulai mengantri selama 45 menit kedepan.
(-__-") Memang sih antrian tangga jauh lebih pendek daripada antrian lift. Tapi siapa juga sih yang mau susah payah naik tangga ke level 2 dan 3 Eiffel ditengah tiupan angin dingin begini? Aku sih milih amannya saja naik lift, walaupun lebih mahal dan antri panjang, yang penting terbebas dari rasa gemeteran pas naik tangga setinggi ratusan meter itu. Eiffel oh Eiffel... seistimewa apakah dirimu sampai orang rela mengantri ria berjam-jam hanya untuk naik ke puncak. Mungkin semacam kaul atau nazar kali ya "kalau ke Paris, wajib naik ke puncak Eiffel". Hehe...


Champ de Mars dengan background si hitam Montparnasee Tower
Mendung menggantung di atas Paris (view from the top of Eiffel)
Setelah antri hampir sejam disela-sela tiupan angin dingin musim gugur, akhirnya sampai juga... didepan loket! Berhubung usiaku diatas 24, maka tidak mendapatkan reduced fee alias harga diskon, dan bayar full fare €14 untuk sampai di puncak Eiffel, Level 1. Irina yang baru berumur 19, mendapat diskon Jeunes (Youth) €12,50. Setelah mendapat tiket, harus antri lagi sebentar untuk melewati mesin metal detector. Ada larangan membawa botol berbahan beling/kaca saat naik ke menara, mungkin maksudnya supaya nggak ada acara lempar-lemparan botol macam di stadion GBK saat Persija ketemu Persib kali ya! Masuk ke kaki menara Eiffel, tempat lift berada, rupanya harus antri lagi. Yeah, seperti ngantri mau naik Halilintar atau Kora-kora di Dufan pas libur sekolah Juni-Juli deh... Kapasitas lift bisa menampung sekitar 20 orang, yang berdiri berdesak-desakan saat lift mulai bergerak naik. Peringatan "Awas Copet" pun ada dimana-mana, termasuk di setiap level menara. Lift berhenti di Level 2, dan untuk naik ke Level 1 harus berganti ke lift utama. Disini pun antrian juga luar binasa, sodara-sodara! Aku memutuskan untuk eksplore sejenak ke seluruh penjuru Level 3 dan 2, dimana kita sudah bisa melihat pemandangan seluruh kota Paris. Namun seperti yang aku bilang, naik ke Eiffel belum afdol kalau belum sampai ke puncaknya. Udara pagi itu benar-benar bikin merinding sepanjang waktu, meski aku sudah berpakaian super lengkap. Sampai di puncak Eiffel, rasanya nyeesssss..... dinginnya angin menghantam muka, satu-satunya bagian tubuhku yang tidak tertutup. Sambil gemetaran, aku keliling di Level 1, mengabadikan setiap sudut kota Paris yang keseluruhan bangunannya berwarna pucat itu. Hanya satu bangunan yang mencolok berwarna hitam, menjulang diseberang Eiffel, dialah Montparnasse Tower. Tak betah berlama-lama dihantam angin dingin dan gerimis di puncak Eiffel, aku pun cepat-cepat turun. Cukup puas karena kali ini sudah berhasil mewujudkan satu lagi mimpi, naik ke puncak Eiffel.

Sampai dibawah, hujan turun makin deras. Payung polkadotku yang sudah hampir reot akibat terpaan angin di Belanda, kali ini menjalankan tugasnya dengan baik di Paris. Aku lanjut menuju Trocadero, sebuah hall diseberang Eiffel yang merupakan spot terbaik untuk berfoto dengan Eiffel. Berjalan menembus hujan sambil mengunyah panini sandwich itu repot juga, karena sebentar-sebentar angin bertiup kencang mencipratkan air hujan ke arah rotiku. Yieeks! Panini yang semula hangat mengepul, tak lama berubah jadi dingin dan keras. Sampai di atas Trocadero hall, terlihatlah pemandangan menara Eiffel yang berdiri anggun, melambai-lambai genit minta difoto. Berfoto ditengah rintik hujan sambil berpayung ria pegang kamera yang notabene bukan waterproof camera itu benar-benar repot. Apalagi kamera DSLR milik Irina yang mati-matian dipayungin supaya nggak kehujanan, meski yang punya malah rela hujan-hujanan. haha... Selesai foto-foto di Trocadero (meskipun kurang puas karena hasil foto yang buruk ditengah hujan) aku menuju Montmartre, naik metro.
Eiffel view from Trocadero hall
Ada apa di Montmartre? Ada Moulin Rouge, si cabaret club dengan can-can dance nya yang terkenal itu. Kemudian ada gereja Basilique du Sacre Coeur, Landscape terkenal Paris setelah Eiffel dan Notre Dame. Sacre Coeur terletak di puncak sebuah bukit, dimana jika cuaca cerah kita bisa melihat pemandangan kota Paris dari puncak menara gerejanya. Naik metro dari Trocadero, turun di stasiun metro Anvers. Jalan sedikit keatas bukit, melewati gang kecil dengan jejeran toko-toko souvenir,, sampailah aku di pintu gerbang Basilique du Sacre Coeur. Satu kata yang tercetus ditengah rinai hujan siang itu... Cantik! Untuk mencapai gereja, kita harus menaiki anak tangga sejumlah... aku lupa! Pokoknya banyak, sampe ngos-ngosan pas sampai didepan gereja. Fiuuhhh....
stairway to heaven of Sacre Coeur
Altar utama dan kubah gereja Sacre Coeur
Masuk ke Sacre Coeur, tidak dikenakan biaya, namun jika kita mau menyumbangkan uang sukarela untuk biaya pemeliharaan gereja, kita bisa memasukkan uang di kotak-kotak persembahan di sudut pintu gereja. Di pintu masuk, terdapat papan peringatan "Be Quiet & NO PHOTO" dan disebelahnya berdiri seorang security berbadan super gede. Suasana didalam gereja hening, namun 90% bangku telah terisi baik oleh jemaat maupun turis pengunjung. Rupanya saat itu sedang ada misa, tapi sudah hampir selesai. Sehingga aku bisa tetap melipir disekeliling area dalam gereja, sambil curi-curi memfoto beberapa interior gereja. Karena fotonya ngumpet-ngumpet, hasilnya pun hampir nggak ada yang bagus, haha...
ratusan lilin di depan altar Maria
Tadinya aku ingin naik ke Crypte (menara) gereja setinggi 300 anak tangga. Namun mengingat cuaca yang kurang bagus untuk memfoto pemandangan dari ketinggian, maka aku putuskan untuk masuk ke Dome (dungeon) saja. Masuk Crypte maupun Dome dikenakan biaya. Aku membayar €3 untuk masuk ke Dome, ruang bawah tanah gereja Sacre Coeur. Tadinya aku pikir akan masuk kedalam lorong-lorong gelap dengan suasana ala vampir Volturi atau kelelawar. Eh nggak tahunya Dome ini bukan lorong, melainkan ruangan super besar berbentuk melingkar, dengan altar kuno ditengah-tengah. Ruangan ini sepertinya biasa dijadikan tempat prosesi Jalan Salib pada masa Pra-Paskah. Terlihat dari deretan Pemberhentian Salib dari sisi kiri menuju sisi kanan altar. Suasana didalam Dome sangat sepi, hanya ada aku, Irina, dan 6 orang lain yang sepertinya sudah selesai mengelilingi ruang bawah tanah itu. Terasa sedikit horor saat aku melewati sisi kiri altar dimana terdapat area gelap tanpa pencahayaan didepan Pemberhentian Jalan Salib yang menceritakan saat Yesus wafat disalib. Euuuhh... cepat-cepat aku keluar dari Dome saat sadar bahwa hanya tinggal aku dan Irina saja disitu!
Mesin pembuat wine tradisional
Aku keluar area gereja menuju pelataran samping yang ramai oleh stand-stand bazaar. Rupanya hari itu bertepatan dengan festival Vineyard Montmartre, sehingga disepanjang jalan sekitar gereja dipenuhi stand-stand yang menjual wine, buah-buahan, umbi-umbian hasil kebun, makanan tradisional, dan madu. Tapi tentu saja stand wine adalah yang paling mendominasi dan paling ramai dikunjungi. Ada sebuah stand yang amat sangat ramai dikunjungi. Ternyata stand ini adalah satu-satunya stand yang menjual Vin Chaud (hot wine) atau kalau di Belanda & Jerman sebutannya Gluhwein. Satu sloki kecil seharga 4euro, dan sepertinya cukup menghangatkan suhu tubuh ditengah dinginnya rintik hujan saat itu. Hmmm... pantesan ramai banget ya! Aku menyusuri Rue du Chevalier de la Barre yang dipenuhi toko-toko souvenir, menuju Rue du Mont Cenis dimana terdapat banyak cafe kecil disisi jalannya. Menemukan sebuah cafe kecil bernama Cafe Moreno di sudut jalan Mont Cenis, aku memesan segelas Le Chocolat Viennois sambil menunggu hujan reda.
jejeran cafe & toko souvenir di sisi jalan

Sacre Coeur nan cantik!

 Menjelang sore, matahari bersinar cerah di sela-sela kerimbunan awan mendung yang masih betah memayungi Montmartre. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan, langsung kuabadikan pemandangan kota Paris dari atas ketinggian Sacre Coeur. Sempat pula menyaksikan iring-iringan karnaval musik dengan kostum Perancis abad pertengahan, berkeliling di sepanjang area festival. Dan benar saja, si matahari ternyata nggak lama-lama mampir di Sacre Coeur, mendung kembali berarak membuat suasana menjadi semakin dingin. Aku memutuskan untuk mengikuti peta mencari Moulin Rouge dengan rute sengaja melewati area pemakaman Montmartre Cemetery. Hah? Koq malah lewat kuburan? Hehe... Iya sengaja. Karena penasaran sama area pemakaman di Perancis yang konon katanya bagus dan klasik. Itu lho, mirip-mirip di video clip lagunya Ungu yang Demi Waktu. :p
Jalanan di Montmartre dengan jejeran flat di kanan-kiri nya


Menyusuri beberapa kilometer Rue Lammark yang dikanan-kirinya dipadati jejeran flat/apartment yang klasik, kemudian Rue Damremont yang ramai oleh toko-toko serta beberapa butik. Jujur, menyusuri area Montmartre dengan berjalan kaki itu sangat menyenangkan. Boleh dibilang, Montmartre adalah tempat favoritku di Paris. Areanya cozy, tenang, klasik sekaligus berkelas, dan letaknya yang berada di ketinggian membuatnya terlihat istimewa. Kemudian sampailah aku di depan area pemakaman Montmartre Cemetery. Dan benar saja, jejeran nisan paling depan saja sudah cantik, apalagi yang bagian dalam pasti lebih klasik. Namun sayang si Irina menolak mentah-mentah saat aku ajak masuk ke pemakaman untuk hunting foto. Katanya,
   "Are you crazy Fransisca? Taking pictures of those graves?? Though they looked so cute I don't wanna get inside the cemetery in this gloomy day. No, thank you."
Haha... Rupanya dia masih waras dengan memilih nggak masuk kedalam area kuburan di sore yang mendung dan gerimis itu. Ya bener juga sih ya, kurang kerjaan juga kalau dipikir-pikir, iseng ke kuburan sore-sore cuma buat foto! :D
Salah satu sudut Montmartre Cemetery, cantik kan pemakaman ini?
Tak jauh dari Montmartre Cemetery, akhirnya sampailah aku di Boulevard de Clichy, tempat Moulin Rouge berada. Bangunannya yang berwarna merah dengan sebuah windmill diatasnya terlihat mencolok diantara jejeran cafe di kanan-kirinya. Tujuanku kesini bukan untuk nonton kabaret show ataupun Tari Can-can, melainkan hanya untuk melihat lokasi sebuah club kabaret terkenal yang dibangun tahun 1889 itu. Tempat ini pulalah yang menjadi setting utama di film Moulin Rouge! yang dibintangi Nicole Kidman. Didepan Moulin Rouge, ada sebuah bundaran besar setinggi 50cm dengan diameter sekitar 2,5 meter yang mengeluarkan angin dari dalamnya. Sepertinya semacam cerobong udara untuk sebuah ruangan atau apapun itu yang ada dibawahnya. Pernah lihat film Step Up 3? Saat Luke pertama kali mencium Natalie di atap gedung, diatas sebuah cerobong angin. Ya seperti itulah rasanya saat berdiri diatas spot ini, berasa ditiup angin hangat dari bawah. Kalau pakai rok, akan terlihat seperti foto Marilyn Monroe dengan gaun putih tertiup angin yang terkenal itu. Hehehe... Spot ini selalu ramai dijadikan spot foto favorit dengan latar belakang Moulin Rouge.
Piramida terbalik didalam Le Carrousel
Hari semakin sore, aku pun lanjut menuju Musee du Louvre untuk mengabadikan foto pyramide nya di malam hari. Naik metro dari Blanche dan turun di Palais Royale Musee du Louvre. Aku mengeksplore bagian dalam Le Carrousel du Louvre yang berada di bawah tanah, tempat dimana terdapat akses masuk ke Museum Louvre. Didalam Le Carrousel ini layaknya sebuah mall, mirip-mirip seperti Grand Indonesia, dengan jejeran butik ternama kelas berat (aih, bahasanya!). Dan disini terdapat sebuah piramida terbalik yang ketaknya tepat berada dibawah bundaran taman Place du Carrousel diluar sana. Kita juga bisa melihat maket keseluruhan bangunan di areal Louvre hingga mencapai Jardin des Tuileries, baik yg upperground maupun yang underground. Keseluruhan suasana didalam Le Carrousel ini terkesan mewah dan modern.
cahaya sore menjelang malam yang cantik
Keluar dari Le Carrousel, aku menghabiskan waktu di sekitar pyramide Louvre sampai benar-benar bercahaya di malam hari untuk diabadikan. Menjelang malam, host CS menelpon untuk mengajak hang out bareng bersama surfer CS lainnya. Kebetulan pas banget malam minggu, jadi ya oke oke saja buatku untuk kongkow di bar sampai malam. Kami memilih salah satu pub di Rue Saint Denis bernama The Hall's Beers Pub. Disepanjang jalan ini banyak berjejer bar dan pub yang cukup happening di malam hari. Jadilah kami ber-empat, aku, Irina, host CS ku Etienne, dan seorang surfer CS dari Korea bernama Aaron, menghabiskan malam disana saling bertukar cerita traveling dan pengalaman, hingga tak terasa waktu bergulir melewati tengah malam.
Night at Museum :)
Arc de Triomphe dengan The Blinking Eiffel di sebelahnya
Dan memang, julukan La Ville des Lumieres atau The City of Lights sepertinya cocok untuk Paris yang memang terlihat indah di malam hari. :)
La Ville des Lumieres
Hints:
- Jika bertemu penjaja souvenir asongan kulit hitam (negro) di sekitaran Trocader, Louvre, maupun Sacre Coeur, berhati-hatilah. Bukan mau rasis atau menjudge mereka tidak baik ya, namun dari berbagai sumber yang aku dapat (termasuk dari warga Paris itu sendiri) kita sebaiknya jangan membeli souvenir dari mereka. Memang sih mereka mencari uang, namun terkadang ada yang "nakal" sambil mencopet. Maka jika datang ke tempat-tempat wisata di Paris dan bertemu mereka (biasanya bergerombol) be aware saat ditawarin gantungan kunci atau apapun itu. Jika mereka menawarkannya seorang diri, nggak perlu khawatir. Tapi jika mereka datang secara bergerombol dan seolah mengintimidasi kita untuk membeli dagangan mereka, harus waspada. Karena bisa jadi mereka berkomplot untuk mengalihkan perhatian dan kemudian mencopetmu! Daannn... yang perlu digarisbawahi, banyak diantara mereka adalah imigran gelap dari Afrika. So, if you buy something from an ilegal person, it means that the thing you bought will be illegal too. Dan pastinya kita nggak mau donk ya berurusan sama hal-hal yang menyangkut hukum seperti itu. So, be careful and smart. Memang souvenir yang dijual mereka harganya jauh lebih murah dari di kios ataupun toko souvenir. Tapi resikonya juga harus dipikirkan, antara kemungkinan dicopet atau membeli barang dari seorang imigran gelap yang notabene bermasalah dalam hukum.
- Paris cantik di malam hari! Jadi sempatkan waktu untuk hunting foto di saat Paris bermandikan cahaya lampu kekuningan. It's beautiful! Waktu yang tepat untuk bisa menikmati kota bermandikan cahaya adalah mulai jam 8 malam (saat musim gugur-semi) atau jam 9:30-10 malam (saat musim panas). Bagi para pecinta kemeriahan cahaya malam, pasti sangat menunggu-nunggu moment dimana menara Eiffel berkelap-kelip (it called The Blinking Eiffel) setiap satu jam sekali selama beberapa menit. Atau menyusuri sepanjang jalan Avenue de Champs Elysees di malam hari untuk merasakan sensasi yang berbeda.
- Bagi yang suka menghabiskan malam, Paris memiliki banyak happening place di malam hari. Salah satunya di Rue Saint Denis. Bar atau Pub selalu ramai di malam hari. Mungkin di Indonesia, pergi nongkrong ke bar/pub akan dikaitkan dengan konotasi negatif. Tetapi di negara barat, budaya minum di bar/pub sudah umum dan dijadikan sebagai salah satu gaya sosialita, dan jauh dari konotasi negatif. Di bar/pub orang bisa duduk bertemu kolega atau berkumpul bersama sahabat, sekedar sharing time dan minum. Bukan sebagai tempat hura-hura, mabuk, atau mencari 'ayam' seperti yang selama ini orang Indonesia pikirkan saat mendengar kata-kata "pergi ke bar/pub".
It's Europe, baby! So change your mind set, and just blend into this kind of culture. ;)
- Toko souvenir bisa ditemukan di sepanjang jalan Rue de Rivoli (samping Louvre), jalanan di sekitar Sacre Coeur, maupun di sekitaran setiap spot wisata terkenal di Paris. Sepanjang Avenue de Champs Elysees juga terdapat banyak toko dan butik untuk memuaskan selera belanja. Harga bervariasi dan rata-rata harga sudah dibanderol di tiap labelnya. Sehingga agak sulit untuk tawar menawar.
Salah satu toko souvenir di daerah Montmartre

Recent Post

Pagi yang Din-Din!!!

 Bruuummm Bruummmm! Din Din Din!!! Kreeeekkkk... Mata yang baru terpejam sebentar ini merengek karena terbangun jam 5 pagi buta. Buset, rame...

Popular Post